MAKALAH MUJMAL MUBAYYAN , MURADIF-MUSYTARAK DAN MUTLAQ-MUQAYYAD
Bila dihubungkan dengan hukum, seperti dijelaskan oleh Muhammad bin ‘Ali al-Fayyumi ahli bahasa Arab dan Fiqh, berarti upaya menarik hukum dari al-Qur’an dan Sunnah dengan jalan ijtihad.
Ayat-ayat al-Qur’an dalam menunjukkan pengertiannya menggunakan berbagai cara, ada yang tegas dan ada yang tidak tegas, ada yang melalui arti bahasanya dan ada pula yang melalui maksud hukumnya. Di samping itu, di satu kali terdapat pula perbenturan antara satu dalil dengan lain yang memerlukan penyelesaian. Ushul fiqh menyajikan berbagai cara dari berbagai aspeknya untuk menimba pesan-pesan yang terkandung dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.
Secara garis besar, metode istinbath dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu kebahasaan, segi maqasid (tujuan) syari’ah, dan segi penyelesaian beberapa dalil yang bertentangan.
Ayat-ayat al-Qur’an dalam menunjukkan pengertiannya menggunakan berbagai cara, ada yang tegas dan ada yang tidak tegas, ada yang melalui arti bahasanya dan ada pula yang melalui maksud hukumnya. Di samping itu, di satu kali terdapat pula perbenturan antara satu dalil dengan lain yang memerlukan penyelesaian. Ushul fiqh menyajikan berbagai cara dari berbagai aspeknya untuk menimba pesan-pesan yang terkandung dalam al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.
Secara garis besar, metode istinbath dapat dibagi kepada tiga bagian, yaitu kebahasaan, segi maqasid (tujuan) syari’ah, dan segi penyelesaian beberapa dalil yang bertentangan.
Objek utama yang akan dibahas dalam ushul fiqh adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Untuk memahami teks-teks dua sumber yang berbahasa Arab tersebut, para ulama telah menyusun semacam “semantik” yang akan digunakan dalam praktik penalaran fiqih. Bahasa Arab menyampaikan suatu pesan dengan berbagai cara dan dalam berbagai tingkat kejelasannya. Para ahli telah membuat beberapa kategori lafal atau redaksi, diantaranya yang sangat penting dan akan dikemukakan di sini adalah masalah amar, nahi dan takhyir.
Hampir delapan puluh persen penggalian hukum syariah menyangkut lafazh. Agar tidak membingungkan para pelaku hukum, maka lafazh–lafazh yang menunjukkan hukum harus jelas dan tegas, kenyataannya petunjuk (dilalah) lafazh-lafazh yang terdapat dalam nash syara ‘itu beraneka ragam, bahkan ada yang kurang jelas (khafa).
Suatu lafazh yang tidak mempunyai kemungkinan makna lain disebut mubayyan atau nash. Bila ada dua makna atau lebih tanpa diketahui yang lebih kuat disebut mujmal. Namun bila ada makna yang lebih tegas dari makna yang ada disebut zhahir. Dengan demikian yang disebut mujmal adalah lafazh yang cocok untuk berbagai makna, tetapi tidak ditentukan makna yang tidak dikehendaki, baik melalui bahasa maupun menurut kebiasaan pemakaiannya (Al-ghazali:145).
Sifat mujmal itu dapat terjadi pada kosa kata (mufradat), seperti lafazh guru’ bisa berarti suci dan haid, dapat juga terjadi pada kata majemuk (munkkab) seperti mukhathab yang terdapat pada surat Al-baqarah: 237, yang bisa berarti suami atau wali. Terdapat juga pada kata kerja seperti lafazh asas yang bisa berarti menghadap dan membelakangi, pada huruf seperti pada wauataf bisa berarti memulai dan menyambungkan (dan).
Hukum melaksanakan lafazh mujmal bergantung pada bayan atau penjelasan. Untuk mengungkap lafazh tersebut dapat digunakan beberapa teori yang telah di ungkapkan oleh para ulama terdahulu. Demikian juga terdapat beberapa teori ulama tentang tingkat kejelasan lafazh dan cara memadukan antara tingkatan-tingkatan jelas tidaknya suatu lafazh.Hal tersebut akan diuraikan lebih lanjut.
Hampir delapan puluh persen penggalian hukum syariah menyangkut lafazh. Agar tidak membingungkan para pelaku hukum, maka lafazh–lafazh yang menunjukkan hukum harus jelas dan tegas, kenyataannya petunjuk (dilalah) lafazh-lafazh yang terdapat dalam nash syara ‘itu beraneka ragam, bahkan ada yang kurang jelas (khafa).
Suatu lafazh yang tidak mempunyai kemungkinan makna lain disebut mubayyan atau nash. Bila ada dua makna atau lebih tanpa diketahui yang lebih kuat disebut mujmal. Namun bila ada makna yang lebih tegas dari makna yang ada disebut zhahir. Dengan demikian yang disebut mujmal adalah lafazh yang cocok untuk berbagai makna, tetapi tidak ditentukan makna yang tidak dikehendaki, baik melalui bahasa maupun menurut kebiasaan pemakaiannya (Al-ghazali:145).
Sifat mujmal itu dapat terjadi pada kosa kata (mufradat), seperti lafazh guru’ bisa berarti suci dan haid, dapat juga terjadi pada kata majemuk (munkkab) seperti mukhathab yang terdapat pada surat Al-baqarah: 237, yang bisa berarti suami atau wali. Terdapat juga pada kata kerja seperti lafazh asas yang bisa berarti menghadap dan membelakangi, pada huruf seperti pada wauataf bisa berarti memulai dan menyambungkan (dan).
Hukum melaksanakan lafazh mujmal bergantung pada bayan atau penjelasan. Untuk mengungkap lafazh tersebut dapat digunakan beberapa teori yang telah di ungkapkan oleh para ulama terdahulu. Demikian juga terdapat beberapa teori ulama tentang tingkat kejelasan lafazh dan cara memadukan antara tingkatan-tingkatan jelas tidaknya suatu lafazh.Hal tersebut akan diuraikan lebih lanjut.
0 Response to "MAKALAH MUJMAL MUBAYYAN , MURADIF-MUSYTARAK DAN MUTLAQ-MUQAYYAD "
Post a Comment