Makalah Tentang Metodologi Studi Islam (M.S.I)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia.Agama tidak boleh sekedar menjadi lambang kesalahan atau terhenti sekedar disampaikan dalam khutbah, melainkan secara konseptual menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.
Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis normatif dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain yang secara operasional konseptual dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.
Dalam bab ini akan mengkaji berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami agama. Hal demikian perlu dilakukan, karena melalui pendekatan tersebutlah kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya.Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, maka tidak mustahil agama menjadi sulit difahami oleh masyarakat, tidak fungsional dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama, hal ini tidak boleh terjadi.
Adapun yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dan dalam makalah ini dibahas tentang pendekatan-pendekatan sosiologis, psikologis, historis, kebudayaan dan filosofis. Untuk lebih jelasnya pendekatan tersebut akan dikemukakan dalam makalah berikut.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan sosiologis?
2. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan filosofis?
3. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan historis?
4. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan psikologis?
5. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan kebudayaan?
6. Apakah yang dimaksud dengan teologis normative ?
7. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan antropologis ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendekatan Sosiologis
Sosiologis adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba memahami sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia.
Sementara itu Soerjono Soekarto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap penilaian. Dan sosiologi tidak menetapkan ke arah mana suatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan tersebut. Di dalam ilmu ini juga dibahas tentang proses-proses sosial mengingat bahwa pengetahuan perihal struktur masyarakat saja belum cukup untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai kehidupan bersama manusia.
Dari dua definisi tersebut terlihat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Dengan ilmu ini suatu fenomena sosial dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut.
Agama sebagai gejala sosial, pada dasarnya bertumpu pada konsep sosiologi agama.Sosiologi agama mempunyai hubungan timbal balik antara agama dan masyarakat, masyarakat mempengaruhi agama, dan agama mempengaruhi masyarakat.Oleh karena itu sosiologi dapat digunakan sebagai pendekatan dalam memahami agama karena banyak bidang agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat setelah menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi.Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Buku yang berjudul Islam Internatif oleh Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama Islam terhadap masalah sosial dengan menggunakan lima alasan sebagai berikut:
Pertama, dalam al-Qur’an atau kitab-kitab Hadits, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah.
Kedua, ditekannya masalah muamalah atau sosial dalam Islam.
Ketiga, ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar dari ibadah perseorangan.
Keempat, memberi kifarat(tebusan) kepada orang-orang yang berhak.
Kelima, amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar dari ibadah Sunnah.
B. Pendekatan Filosofis
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah.Dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas hukum dan sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta atau pun menjadi kebenaran dan arti “adanya” sesuatu. Dan pengertian filsafat secara umum digunakan adalah menurut Sidi Gazalba.Menurutnya filsafat ialah berpikir secara mendalam, sistematis, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah, atau hakikat menjadi segala sesuatu yang ada.
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat atau hikmah menjadi suatu yang berada dibalik formalnya.Filsafat mencari suatu yang mendasar, asas dan inti yang terdapat dibalik yang bersifat lahiriah dan untuk menemukan hakikat itu dilakukan secara mendalam.Louis O. Kattsof mengatakan bahwa kegiatan filsafat ialah merenung, tetapi merenunginya bukanlah melamun, juga bukan berpikir secara kebetulan yang bersifat untung-untungan, melainkan dilakukan secara mendalam, radikal, sistematis, dan universal.
Berpikir sacara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan difahami secara seksama, dan pendekatan filosofi ini sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Dengan menggunakan pendekatan filosofi seorang akan dapat memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya. Dengan demikian ketika seorang mengerjakan suatu amal ibadah tidak akan merasa kekeringan spiritual yang dapat menimbulkan kebosanan, maka semakin pula meningkatkan sikap, penghayatan dan daya spiritualitas yang dimiliki seseorang. Dan filsafat juga digunakan ilmu-ilmu lain selain agama Islam.contoh: filsafat sejarah, ekonomi dan lain-lain.
Melalui pendekatan filosofi ini, seseorang tidak akan terjebak dalam pengalaman agama yang bersifat formalistic, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tetapi tidak memiliki makna agama, kosong tanpa arti, yang mereka dapatkan dari pengalaman agama tersebut hanyalah pengakuan formalistic, misalnya sudah haji, sudah menunaikan rukun iman yangkelima dan berhenti sampai di situ dan mereka tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya.
Namun demikian, hendaklah filosofis tidak berarti menafikan atau menyepelekan bentuk pengalaman agama yang bersifat formal.Filsafat mempelajari segi batin yang bersifat esoterik, sedangkan bentuk (formal) memfokuskan segi lahiriah yang bersifat eksoterik.Bentuk atau kulit itulah yang disebut aspek eksoterik dan agama-agama dan manifestasinya dalam dunia ini menjadi religius (dengan r kecil), sedangkan kebenaran yang bersifat absolut, universal dan metahistoris adalah Religius (dengan R besar). Dan titik Religion inilah titik persamaan yang sungguh-sungguh akan dicapai.
Pandangan filsafat yang bercorak prinialis ini secara metodologis memberikan harapan segar terhadap dialog antar umat beragama. Karena dengan metode ini diharapkan tidak hanya sesama umat beragama menemukan transcendent unity of religion, melainkan dapat mendiskusikannya secara lebih mendalam. Sehingga terbukalah kebenaran yang betul-betul benar dan tersingkirlah kesesatan yang betul-betul sesat, meskipun tetap dalam lingkup langit kerelatifan dan kudus kebenaran dan kesesatan mungkin saja terjadi pada sikap kita atau suatu kelompok tertentu yang seakan berada diposisi paling atas sehingga yang lain diklaim sebagai yang di bawah.
Pendekatan yang bercorak orientalis ini, walaupun secara teoretis memberikan harapan dan kesejukan, namun belum secara luas dipahami dan diterima oleh sekelompok kecil saja.Dan kenapa hanya oleh segelintir orang, jawabannya bisa dicari dalam filsafat prenial itu sendiri.Untuk mengikuti aliran ini, seorang sarjana tidak cukup hanya mengabdikan pikirannya saja, melainkan seluruh hidupnya. Ia menuntut penghayatan total, bukan hanya sebatas study akademis terhadap persoalan agama bagi aliran ini .study agama dan agama-agama adalah aktivitas keagamaan itu sendiri, dan mempunyai makna keagamaan. Semua study agama hanya bermakna kalau ia memiliki makna keagamaan.
C. Pendekatan Historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut.menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
Melalui pendekatan sejarah seorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antar yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di dalam alam empiris dan historis.
Pendekatan kesejarahan dibutuhkan dalam memahami agama karena agama turun dalam situasi yang konkrit bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.Kuntawijaya menyimpulkan bahwa pada dasarnya kandungan al-Qur’an terbagi menjadi dua bagian.Yang pertama berisi konsep-konsep dan yang kedua berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Melalui pendekatan ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena dapat menyesatkan orang yang memahaminya.
D. Pendekatan Kebudayaan
Kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan menyerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya.Di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya.kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan atau blue print oleh seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya.
Kebudayaan yang demikian dapat pula digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada dataran empiriknya atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di masyarakat.Pengalaman agama yang terdapat dalam masyarakat tersebut diproses oleh penganutnya dari sumber agama, yaitu wahyu melalui penalaran.Dengan melalui pemahaman terhadap kebudayaan seseorang dapat mengamalkan ajaran agama.
E. Pendekatan Psikologis
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiyah Darajat, perilaku seseorang yang nampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketika berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada kedua orang tua, kepada guru, menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran dan sebagainya adalah merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama mementingkan bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya.
Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan memahami tingkat keagamaan yang dihayati, difahami dan diamalkan seseorang, juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkat usianya. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk memahamkannya.
Kita misalnya dapat mengetahui pengaruh dari shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah lainnya dengan melalui ilmu jiwa.Dengan pengetahuan ini, maka dapat disusun langkah-langkah baru yang lebih efisien dalam menanamkan ajaran agama.Itulah sebabnya ilmu jiwa ini banyak digunakan sebagai alat untuk menjelaskan gejala atau sikap keagamaan seseorang.
F. Pendekatan Teologi Normatif
Pendekatan teologi normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suetu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan yang lainnya. Amin Abdullah mengatakan, bahwa teologi sebagaimana kita ketahui, tidak bisa tidak pasti mengacu kepada agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen, dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagau pelaku bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis. Menurut informasi yang diberikan The Encyclopaedia of American Religion, di Amerika Serikat saja terdapat 1200 sekte keagamaan. Ada sebuah pemikiranbahwa pendekatan teologi dalam sebuah pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar sedangkan yang lainnya sebagai salah. Aliran teologi yang satu begitu yakin dan fanatik bahwa pahamnyalah yang benar sedangkan paham lainnya salah, sehingga memandang paham orang lain itu keliru, sesat, kafir, murtad, dan seterusnya. Demikian pula paham yang dituduh keliru, sesat, dan kafir itu pun menuduh kepada lawannya sebagai yang sesat dan kafir. Dalam keadaan demikian, maka terjadilah proses saling mengkafirka, salah menyalahkan dan seterusnya. Dengan demikian, antara satu aliran dengan aliran yang lain tidak terbuka dialog atau saling menghargai yang ada hanyalah ketertutupan (eksklusifisme), sehingga yang terjadi adalah pemisahan dan terkotak-kotak.
G. Pendekatan Antropologis
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama. Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Dawam Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif. Penelitian antropologis yang induktif dan grounded, yaitu turun ke lapangan tanpa berpijak pada , atau setidak-tidaknya dengan upaya membebaskan diri dari kungkungan teori-teori formal yang pada dasarnya sangat abstrak sebagaimana yang dilakukan di bidang sosiologidan lebih-lebih ekonomi yang mempergunakan model-model matematis, banyak juga memberi sumbangan kepada penelitian historis.
Melalui pendekatan antropologis fenomenologis ini kita juga dapat melihat hubungan antara agama dan Negara (state and religion).Topik ini juga tidak pernah kering dikupas oleh para peneliti.Akan selalu menarik melihat fenomena Negara agama, seperti Vatikan dalam bandingannya dengan negara-negara sekuler di sekelilingnya di Eropa Barat.Juga melihat kenyataan negara Turki modern yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tetapi konstitusi negaranya menyebut sekularisme sebagai prinsip dasar kenegaraan yang tidak dapat ditawar-tawar.Belum lagi meneliti dan membandingkan Kerajaan Saudi Arabia dan negara Republik Iran yang berdasarkan Islam. Orang akan bertanya apa sebenarnya yang menyebabkan kedua sistem pemerintahan tersebut sangat berbeda, yaitu kerajaandan republic, tetapi sama-sama menyatakan Islam sebagai asas tunggalnya. Belum lagi jika dibandingkan dengan negara kesatuan Republik Indonesia, yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tetapi menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal.
Pendekatan antropologis seperti itu diperlukan adanya, sebab banyak berbagai hal yang dibicarakan agama hanya bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan antropologis. Dalam Alquran Al-Karim, sebagai sumber utama ajaran Islam misalnya kita memperoleh informasi tentang kapal Nabi Nuh di gunung Arafat, kisah Ashabul Kahfi yang dapat bertahanhidup dalam gua lebih dari tiga ratus lamanya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa agama dapat dipahami melalui berbagai pendekatan. Dengan pendekatan itu semua orang akan sampai pada agama. Seorang teolog, sosiolog, antropolog, sejarahwan, ahli ilmu jiwa dan budaya akan sampai pada pemahaman agama yang benar. Di sini kita melihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normatif belaka, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan yang dimilikinya. Dari keadaan demikian seseorang akan memiliki kepuasan dari agama, karena seluruh persoalan hidupnya mendapat bimbingan dari agama.
Adapun berbagai pendekatan dalam memahami agama islam itu dapat melalui :
1. Pendekatan sosiologis adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu.
2. Pendekatan filosofis. Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia
3. Pendekatan Historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut.
4. Pendekatan Kebudayaan
Kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan menyerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya.Di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya.kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan atau blue print oleh seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya.
5. Pendekatan Psikologis
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya.Seseorang ketika berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada kedua orang tua, kepada guru, menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran dan sebagainya adalah merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama.
6. Pendekatan Teologi NormatifPendekatan teologi normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suetu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan yang lainnya.
7. Pendekatan Antropologis
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Dr. H. Abuddin. 2011. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
http://kreativitasdircom.wordpress.com/2011/06/04/makalah-pendekatan-di-dalam-memahami-agama/
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi umat manusia.Agama tidak boleh sekedar menjadi lambang kesalahan atau terhenti sekedar disampaikan dalam khutbah, melainkan secara konseptual menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.
Tuntutan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis normatif dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain yang secara operasional konseptual dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.
Dalam bab ini akan mengkaji berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami agama. Hal demikian perlu dilakukan, karena melalui pendekatan tersebutlah kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya.Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, maka tidak mustahil agama menjadi sulit difahami oleh masyarakat, tidak fungsional dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama, hal ini tidak boleh terjadi.
Adapun yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dan dalam makalah ini dibahas tentang pendekatan-pendekatan sosiologis, psikologis, historis, kebudayaan dan filosofis. Untuk lebih jelasnya pendekatan tersebut akan dikemukakan dalam makalah berikut.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan sosiologis?
2. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan filosofis?
3. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan historis?
4. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan psikologis?
5. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan kebudayaan?
6. Apakah yang dimaksud dengan teologis normative ?
7. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan antropologis ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendekatan Sosiologis
Sosiologis adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba memahami sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia.
Sementara itu Soerjono Soekarto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap penilaian. Dan sosiologi tidak menetapkan ke arah mana suatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan tersebut. Di dalam ilmu ini juga dibahas tentang proses-proses sosial mengingat bahwa pengetahuan perihal struktur masyarakat saja belum cukup untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai kehidupan bersama manusia.
Dari dua definisi tersebut terlihat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan. Dengan ilmu ini suatu fenomena sosial dapat dianalisis dengan faktor-faktor yang mendorong terjadinya hubungan, mobilitas sosial serta keyakinan-keyakinan yang mendasari terjadinya proses tersebut.
Agama sebagai gejala sosial, pada dasarnya bertumpu pada konsep sosiologi agama.Sosiologi agama mempunyai hubungan timbal balik antara agama dan masyarakat, masyarakat mempengaruhi agama, dan agama mempengaruhi masyarakat.Oleh karena itu sosiologi dapat digunakan sebagai pendekatan dalam memahami agama karena banyak bidang agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat setelah menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi.Besarnya perhatian agama terhadap masalah sosial ini selanjutnya mendorong kaum agama memahami ilmu-ilmu sosial sebagai alat untuk memahami agamanya. Buku yang berjudul Islam Internatif oleh Jalaluddin Rahmat telah menunjukkan betapa besarnya perhatian agama Islam terhadap masalah sosial dengan menggunakan lima alasan sebagai berikut:
Pertama, dalam al-Qur’an atau kitab-kitab Hadits, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah.
Kedua, ditekannya masalah muamalah atau sosial dalam Islam.
Ketiga, ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi ganjaran lebih besar dari ibadah perseorangan.
Keempat, memberi kifarat(tebusan) kepada orang-orang yang berhak.
Kelima, amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih besar dari ibadah Sunnah.
B. Pendekatan Filosofis
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah.Dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, Poerwadarminta mengartikan filsafat sebagai pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai sebab-sebab, asas-asas hukum dan sebagainya terhadap segala yang ada di alam semesta atau pun menjadi kebenaran dan arti “adanya” sesuatu. Dan pengertian filsafat secara umum digunakan adalah menurut Sidi Gazalba.Menurutnya filsafat ialah berpikir secara mendalam, sistematis, radikal dan universal dalam rangka mencari kebenaran, inti, hikmah, atau hakikat menjadi segala sesuatu yang ada.
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat atau hikmah menjadi suatu yang berada dibalik formalnya.Filsafat mencari suatu yang mendasar, asas dan inti yang terdapat dibalik yang bersifat lahiriah dan untuk menemukan hakikat itu dilakukan secara mendalam.Louis O. Kattsof mengatakan bahwa kegiatan filsafat ialah merenung, tetapi merenunginya bukanlah melamun, juga bukan berpikir secara kebetulan yang bersifat untung-untungan, melainkan dilakukan secara mendalam, radikal, sistematis, dan universal.
Berpikir sacara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan difahami secara seksama, dan pendekatan filosofi ini sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Dengan menggunakan pendekatan filosofi seorang akan dapat memberi makna terhadap sesuatu yang dijumpainya. Dengan demikian ketika seorang mengerjakan suatu amal ibadah tidak akan merasa kekeringan spiritual yang dapat menimbulkan kebosanan, maka semakin pula meningkatkan sikap, penghayatan dan daya spiritualitas yang dimiliki seseorang. Dan filsafat juga digunakan ilmu-ilmu lain selain agama Islam.contoh: filsafat sejarah, ekonomi dan lain-lain.
Melalui pendekatan filosofi ini, seseorang tidak akan terjebak dalam pengalaman agama yang bersifat formalistic, yakni mengamalkan agama dengan susah payah tetapi tidak memiliki makna agama, kosong tanpa arti, yang mereka dapatkan dari pengalaman agama tersebut hanyalah pengakuan formalistic, misalnya sudah haji, sudah menunaikan rukun iman yangkelima dan berhenti sampai di situ dan mereka tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang terkandung di dalamnya.
Namun demikian, hendaklah filosofis tidak berarti menafikan atau menyepelekan bentuk pengalaman agama yang bersifat formal.Filsafat mempelajari segi batin yang bersifat esoterik, sedangkan bentuk (formal) memfokuskan segi lahiriah yang bersifat eksoterik.Bentuk atau kulit itulah yang disebut aspek eksoterik dan agama-agama dan manifestasinya dalam dunia ini menjadi religius (dengan r kecil), sedangkan kebenaran yang bersifat absolut, universal dan metahistoris adalah Religius (dengan R besar). Dan titik Religion inilah titik persamaan yang sungguh-sungguh akan dicapai.
Pandangan filsafat yang bercorak prinialis ini secara metodologis memberikan harapan segar terhadap dialog antar umat beragama. Karena dengan metode ini diharapkan tidak hanya sesama umat beragama menemukan transcendent unity of religion, melainkan dapat mendiskusikannya secara lebih mendalam. Sehingga terbukalah kebenaran yang betul-betul benar dan tersingkirlah kesesatan yang betul-betul sesat, meskipun tetap dalam lingkup langit kerelatifan dan kudus kebenaran dan kesesatan mungkin saja terjadi pada sikap kita atau suatu kelompok tertentu yang seakan berada diposisi paling atas sehingga yang lain diklaim sebagai yang di bawah.
Pendekatan yang bercorak orientalis ini, walaupun secara teoretis memberikan harapan dan kesejukan, namun belum secara luas dipahami dan diterima oleh sekelompok kecil saja.Dan kenapa hanya oleh segelintir orang, jawabannya bisa dicari dalam filsafat prenial itu sendiri.Untuk mengikuti aliran ini, seorang sarjana tidak cukup hanya mengabdikan pikirannya saja, melainkan seluruh hidupnya. Ia menuntut penghayatan total, bukan hanya sebatas study akademis terhadap persoalan agama bagi aliran ini .study agama dan agama-agama adalah aktivitas keagamaan itu sendiri, dan mempunyai makna keagamaan. Semua study agama hanya bermakna kalau ia memiliki makna keagamaan.
C. Pendekatan Historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut.menurut ilmu ini segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut.
Melalui pendekatan sejarah seorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarasan antar yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada di dalam alam empiris dan historis.
Pendekatan kesejarahan dibutuhkan dalam memahami agama karena agama turun dalam situasi yang konkrit bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.Kuntawijaya menyimpulkan bahwa pada dasarnya kandungan al-Qur’an terbagi menjadi dua bagian.Yang pertama berisi konsep-konsep dan yang kedua berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Melalui pendekatan ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena dapat menyesatkan orang yang memahaminya.
D. Pendekatan Kebudayaan
Kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan menyerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya.Di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya.kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan atau blue print oleh seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya.
Kebudayaan yang demikian dapat pula digunakan untuk memahami agama yang terdapat pada dataran empiriknya atau agama yang tampil dalam bentuk formal yang menggejala di masyarakat.Pengalaman agama yang terdapat dalam masyarakat tersebut diproses oleh penganutnya dari sumber agama, yaitu wahyu melalui penalaran.Dengan melalui pemahaman terhadap kebudayaan seseorang dapat mengamalkan ajaran agama.
E. Pendekatan Psikologis
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiyah Darajat, perilaku seseorang yang nampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketika berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada kedua orang tua, kepada guru, menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran dan sebagainya adalah merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama mementingkan bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya.
Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan memahami tingkat keagamaan yang dihayati, difahami dan diamalkan seseorang, juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkat usianya. Dengan ilmu ini agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk memahamkannya.
Kita misalnya dapat mengetahui pengaruh dari shalat, puasa, zakat, haji dan ibadah lainnya dengan melalui ilmu jiwa.Dengan pengetahuan ini, maka dapat disusun langkah-langkah baru yang lebih efisien dalam menanamkan ajaran agama.Itulah sebabnya ilmu jiwa ini banyak digunakan sebagai alat untuk menjelaskan gejala atau sikap keagamaan seseorang.
F. Pendekatan Teologi Normatif
Pendekatan teologi normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suetu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan yang lainnya. Amin Abdullah mengatakan, bahwa teologi sebagaimana kita ketahui, tidak bisa tidak pasti mengacu kepada agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen, dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagau pelaku bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis. Menurut informasi yang diberikan The Encyclopaedia of American Religion, di Amerika Serikat saja terdapat 1200 sekte keagamaan. Ada sebuah pemikiranbahwa pendekatan teologi dalam sebuah pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar sedangkan yang lainnya sebagai salah. Aliran teologi yang satu begitu yakin dan fanatik bahwa pahamnyalah yang benar sedangkan paham lainnya salah, sehingga memandang paham orang lain itu keliru, sesat, kafir, murtad, dan seterusnya. Demikian pula paham yang dituduh keliru, sesat, dan kafir itu pun menuduh kepada lawannya sebagai yang sesat dan kafir. Dalam keadaan demikian, maka terjadilah proses saling mengkafirka, salah menyalahkan dan seterusnya. Dengan demikian, antara satu aliran dengan aliran yang lain tidak terbuka dialog atau saling menghargai yang ada hanyalah ketertutupan (eksklusifisme), sehingga yang terjadi adalah pemisahan dan terkotak-kotak.
G. Pendekatan Antropologis
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula untuk memahami agama. Antropologi dalam kaitan ini sebagaimana dikatakan Dawam Rahardjo, lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan sifatnya partisipatif. Penelitian antropologis yang induktif dan grounded, yaitu turun ke lapangan tanpa berpijak pada , atau setidak-tidaknya dengan upaya membebaskan diri dari kungkungan teori-teori formal yang pada dasarnya sangat abstrak sebagaimana yang dilakukan di bidang sosiologidan lebih-lebih ekonomi yang mempergunakan model-model matematis, banyak juga memberi sumbangan kepada penelitian historis.
Melalui pendekatan antropologis fenomenologis ini kita juga dapat melihat hubungan antara agama dan Negara (state and religion).Topik ini juga tidak pernah kering dikupas oleh para peneliti.Akan selalu menarik melihat fenomena Negara agama, seperti Vatikan dalam bandingannya dengan negara-negara sekuler di sekelilingnya di Eropa Barat.Juga melihat kenyataan negara Turki modern yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tetapi konstitusi negaranya menyebut sekularisme sebagai prinsip dasar kenegaraan yang tidak dapat ditawar-tawar.Belum lagi meneliti dan membandingkan Kerajaan Saudi Arabia dan negara Republik Iran yang berdasarkan Islam. Orang akan bertanya apa sebenarnya yang menyebabkan kedua sistem pemerintahan tersebut sangat berbeda, yaitu kerajaandan republic, tetapi sama-sama menyatakan Islam sebagai asas tunggalnya. Belum lagi jika dibandingkan dengan negara kesatuan Republik Indonesia, yang mayoritas penduduknya beragama Islam, tetapi menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal.
Pendekatan antropologis seperti itu diperlukan adanya, sebab banyak berbagai hal yang dibicarakan agama hanya bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan antropologis. Dalam Alquran Al-Karim, sebagai sumber utama ajaran Islam misalnya kita memperoleh informasi tentang kapal Nabi Nuh di gunung Arafat, kisah Ashabul Kahfi yang dapat bertahanhidup dalam gua lebih dari tiga ratus lamanya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa agama dapat dipahami melalui berbagai pendekatan. Dengan pendekatan itu semua orang akan sampai pada agama. Seorang teolog, sosiolog, antropolog, sejarahwan, ahli ilmu jiwa dan budaya akan sampai pada pemahaman agama yang benar. Di sini kita melihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normatif belaka, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupan yang dimilikinya. Dari keadaan demikian seseorang akan memiliki kepuasan dari agama, karena seluruh persoalan hidupnya mendapat bimbingan dari agama.
Adapun berbagai pendekatan dalam memahami agama islam itu dapat melalui :
1. Pendekatan sosiologis adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu.
2. Pendekatan filosofis. Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo yang berarti cinta kepada kebenaran, ilmu dan hikmah. Dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia
3. Pendekatan Historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang di dalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, obyek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut.
4. Pendekatan Kebudayaan
Kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan menyerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya.Di dalam kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat dan sebagainya.kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan atau blue print oleh seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang dihadapinya.
5. Pendekatan Psikologis
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya.Seseorang ketika berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada kedua orang tua, kepada guru, menutup aurat, rela berkorban untuk kebenaran dan sebagainya adalah merupakan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama.
6. Pendekatan Teologi NormatifPendekatan teologi normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suetu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan yang lainnya.
7. Pendekatan Antropologis
Pendekatan antropologis dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Dr. H. Abuddin. 2011. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
http://kreativitasdircom.wordpress.com/2011/06/04/makalah-pendekatan-di-dalam-memahami-agama/
0 Response to "Makalah Tentang Metodologi Studi Islam (M.S.I)"
Post a Comment