Makalah Pergaulan Dalam Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai makhluk
sosial, manusia tak bisa lepas dari masyarakat. Begitu pula dengan remaja, ia memerlukan interaksi dengan orang lain
untuk mencapai kedewasaannya. Yang perlu dicermati adalah bagaimana seorang
remaja itu bergaul, dengan siapa, dan apa saja dampak pergaulannya itu bagi
dirinya, orang lain, dan lingkungannya. Untuk itu kita lihat terlebih dahulu
pengertian pergaulan. Pergaulan berasal dari kata gaul. Pergaulan itu sendiri
maksudnya kehidupan sehari-hari dalam persahabatan ataupun masyarakat. Namun
tidak demikian dikalangan kebanyakan remaja saat ini. Gaul menurut dimensi
remaja-remaja yang katanya modern itu adalah ikut dalam trend, mode, dan hal
lain yang behubungan dengan keglamoran hidup. Harus masuk kedalam geng-geng,
sering nongkrong dan berpergian diberbagai tempat seperti mall, tempat wisata, game center dan lain-lain. Pada akhirnya, gaul dimensi remaja akan menimbulkan budaya konsumtif.
Patut disayangkan pula dari “gaul” kebanyakan remaja saat ini adalah
standar nilainya diambil dari tradisi budaya ataupun cara hidup masyarakat
nonmuslim. Contoh, baju yang dipakai itu modelnya harus sesuai dengan mode-mode
yang berkembang di dunia internasional saat ini. Dan bisa kita lihat
pakaian-pakaian tersebut jarang sekali ada yang cocok dengan kriteria pakaian
yang pantas secara Islam.
Solidaritas dan kesetiakawanan sering dijadikan landasan untuk terjun
kedunia hura-hura. Dengan “setia kawan” itu pula kebanyakan remaja mulai
merokok, minum minuman keras, mengonsumsi narkoba, dan bahkan sex bebas. Kalau
tidak ikut kegiatan-kegiatan geng ataupun teman nongkrong bisa dianggap tidak
“setia kawan”. Paradigma seperti itulah yang menggerayangi pikiran sebagian
remaja masa kini. Sebenarnya dengan tindakan itu mereka telah merusak kemurnian
makna dari solidaritas dan kesetiakawanan itu sendiri.
Jika ditinjau lebih dalam “gaul” tidak akan menimbulkan banyak dampak
negatif jika standar nilai yang dipakai untuk mendefinisikan gaul itu, standar
nilai yang sesuai dengan syariat Islam dan juga budaya timur yang penuh dengan tata karma dan kesopanan. Hanya
saja, merubah sesuatu yang sudah mendarah daging disebagian remaja saat ini
tidaklah mudah. Semua itu memerlukan sinergi dari semua pihak, baik orang tua,
keluarga, pemuka masyarakat, pemerintah, dan yang tak kalah pentingnya adalah
peran kita sendiri sebagai remaja yang akan menjalani kehidupan dalam bingkai
kata “gaul” itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dari tema yang diangkat berdasarkan
bahan kajian yang diperoleh diantaranya pengertian pergaulan menurut Islam,
adab atau tata cara bergaul dan hikmah bergaul dengan tatacara Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Pergaulan
Pergaulan
adalah proses interaksi yang dilakukan oleh individu dengan individu, dapat
juga oleh individu dengan kelompok. Juga, pergaulan
merupakan salah satu cara seseorang untuk berinteraksi dengan alam sekitarnya.
Pergaulan merupakan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang tak mungkin bisa
hidup sendirian. Manusia juga memiliki sifat tolong-menolong dan saling
membutuhkan satu sama lain. Interaksi dengan sesama manusia juga menciptakan
kemaslahatan besar bagi manusia itu sendiri dan juga lingkungannya.
Berorganisasi, bersekolah, dan bekerja merupakan contoh-contoh aktivitas
bermanfaat besar yang melibatkan pergaulan antar manusia. Namun, pergaulan
tanpa dibentengi iman yang kokoh akan mudah membuat seorang muslim terjerumus
dalam pergaulan yang salah. Kita lihat di zaman sekarang, banyak kejadian yang
dapat membuat kita mengelus dada. Pergaulan bebas, video mesum, perkosaan, dan
berbagai bentuk perilaku penyimpangan lainnya. Semua itu bersumber dari
pergaulan yang salah dan tidak dilandaskan pada kepatuhan terhadap ajaran al-Qur’an.
Oleh karenanya, adalah suatu
hal yang sangat penting mengetahui dan memahami pergaulan-pergaulan dalam
islam. Bagi sebagian orang yang tidak terbiasa dengan tata cara pergaulan dalam
islam, mereka akan merasa canggung atau barangkali malah merasa tertekan karena
pergaulan dalam islam itu terlihat begitu kaku dan tidak seperti pergaulan yang
umum ditemui di masyarakat.
Islam adalah agama yang syamil
(menyeluruh) dan mutakamil (sempurna). Agama mulia ini diturunkan dari Allah
Sang Maha Pencipta, Yang Maha Mengetahui tentang seluk beluk ciptaan-Nya. Dia
turunkan ketetapan syariat agar manusia hidup tenteram dan teratur. Diantara
aturan yang ditetapkan Allah SWT bagi manusia adalah aturan mengenai tata cara
pergaulan antara pria dan wanita. Seperti ungkapan terdahulu bahwa adanya tata
cara pergaulan dalam islam itu sebenarnya bukan untuk membatasi namun untuk
menjaga harkat dan martabat manusia itu sendiri agar tidak sama dengan tata
cara dan tatanan para hewan dalam bergaul. Bila satu tuntunan itu diambil
dengan kerendahan hati dan keinginan untuk berbakti kepada Ilahi, maka tak ada
hal sulit untuk mengikuti tuntunan yang baik itu. Terkesan sulit karena melihatnya dari sisi nafsu dan kepentingan duniawi.
Bila memang belum mampu menjalankan tuntunan yang sebenarnya, jangan ditantang
tuntunan itu. Cukup camkan dalam hati bahwa diri akan selalu berusaha sekuat
tenaga mengikuti aturan yang sesungguhnya. Kalau menentang atau bahkan
menantang, itulah tanda kesombongan diri terhadap Sang Maha Kuasa.
B. Adab Pergaulan dalam Islam
a)
Pergaulan
Seorang Muslim dengan Non Muslim
Dalam perkara-perkara umum (sosial) kita
tetap menjalin hubungan yang baik dengan non muslim sekalipun. Contoh, Nabi
berdiri ketika iring-iringan jenazah non muslim melewati Beliau. Sahabat
Anas Ra berkata, "Kami disuruh oleh Rasulullah Saw agar jawaban kami tidak
lebih daripada "wa'alaikum". (HR. Ad-Dainuri).
Penjelasan:
Yakni ketika orang
non muslim (Yahudi, Nasrani, dan lain-lain) memberi salam kepada seorang muslim
maka jawabannya tidak boleh lebih dari: "Wa'alaikum," artinya:
"Dan juga bagimu". Namun jika yang mengucapkan salam tersebut orang
Islam, maka kita harus membalasnya dengan ucapan yang lebih baik, atau minimal
sama.[1]
b)
Pergaulan
Sesama Muslim
Sesama muslim adalah bersaudara,
seperti tubuh yang satu dan seperti satu bangunan yang kokoh dan saling
mendukung antar bagiannya. Pergaulan sesama muslim dibalut dengan ukhuwah Islamiyah.
Ada banyak hak saudara kita atas diri kita, diantaranya sebagaimana dalam
hadits Nabi:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( حَقُّ
اَلْمُسْلِمِ عَلَى اَلْمُسْلِمِ سِتٌّ: إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ,
وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ, وَإِذَا اِسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْهُ, وَإِذَا عَطَسَ
فَحَمِدَ اَللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ, وَإِذَا مَاتَ
فَاتْبَعْهُ ) رَوَاهُ مُسْلِمٌ
1) Jika diberi salam hendaknya
menjawab
2) Jika ada yang bersin hendaknya
kita doakan
3) Jika diundang hendaknya
menghadirinya
4) Jika ada yang sakit hendaknya
kita jenguk
5) Jika ada yang meninggal hendaknya kita sholatkan dan kita antar ke
pemakamannya
6) Jika dimintai nasihat hendaknya kita memberikannya.Juga, tidak
meng-ghibah saudara kita, tidak memfitnahnya, tidak menyebarkan aibnya,
berusaha membantu dan meringankan bebannya, dan sebagainya.[2]
d) Pergaulan
Antar Generasi
Yang tua menyayangi yang lebih muda. Yang
muda menghormati yang lebih tua.
Dari Abu Musa Al Asy’ari berkata,
إن من إجلال الله
إكرام ذي الشيبة المسلم وحامل القرآن غير الغالى فيه ولا الجافى عنه وإكرام ذي
السلطان المقسط
"Sesungguhnya termasuk mengagungkan Allah adalah
memuliakan orang yang sudah tua, orang yang membaca Al Qur'an yang tidak
berlebihan dan tidak meninggalkannya, serta memuliakan pemimpin yang
adil."
Hasan, di dalam kitab Takhrijul-Misykati (4972), At-Ta'liqu Ar-Raghib (1/66). Abu
Daud dengan riwayat yang marfu'.[3]
e) Pergaulan dengan Orang yang
Dihormati
Hormatilah orang yang dihormati oleh kaumnya. Bagi orang-orang yang biasa
dihormati, jangan gila hormat, penghormatan harus tetap dalam bingkai syariat
Islam. Contoh orang-orang yang bisa dihormati: tokoh masyarakat, pejabat atau
penguasa, orang-orang yang mengajari kita, dan sebagainya.
f) Pergaulan dengan Orangtua dan
Keluarga
Bersikap santun dan lemah lembut kepada ibu dan bapak, terutama jika
telah lanjut usianya. Terhadap keluarga, hendaknya kita senantiasa saling
mengingatkan untuk tetap taat kepada ajaran Islam. Sebagaimana Nabi telah
melakukannya kepada Ahlul Bait. Dan Allah berfirman:
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR...
‘’Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.’’(at-Tahriim: 6).[4]
g) Pergaulan dengan Tetangga
Tetangga harus kita hormati.
Misalnya dengan tidak menzhalimi, menyakiti dan mengganggunya, dengan
membantunya, dengan meminjaminya sesuatu yang dibutuhkan, memberinya bagian
jika kita sedang memasak. Dari Abu Dzarr,
dia berkata.
٨٣/١١٣ - أَوْصَانِى خَلِيْلِي صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلاَثٍ إِسْمَعْ وَأَطِعْ وَلَوْ لِعَبْدِ مُجَدَّعِ
اْلأَطْرَافِ وَإِذَا صَنَعْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا ثُمَّ انْظُرْ أَهْلَ
بَيْتٍ مِنْ جِيَْرانِكَ فَاَصِبْهُمْ مِنْهُ بِمَعْرُوْفٍ
"Kekasihku
(Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam)
berwasiat kepadaku dengan tiga hal, 'Dengarkanlah dan taatilah
sekalipun kepada seorang hamba yang terpotong jari-jarinya. Apabila engkau
membuat sayur maka perbanyaklah airnya, kemudian lihatlah jumlah keluarga dari
tetanggamu lalu berikanlah kepada mereka air itu dengan baik.” [5]
h) Pergaulan Antar Jenis
Sudah menjadi fithrah, laki-laki tertarik kepada wanita dan demikian pula
sebaliknya. Islam telah mengatur bagaimana rasa tertarik dan rasa cinta
diantara dua jenis manusia itu dapat disalurkan. Bukan dengan pacaran dan
pergaulan bebas. Tetapi dengan ikatan yang kuat (mitsaq ghaalizh) yaitu pernikahan.
Jadi, ada batasan-batasan pergaulan antara laki-laki dan perempuan diluar
pernikahan.
i) Rambu-rambu Islam tentang Pergaulan
Islam adalah agama yang syamil
(menyeluruh) dan mutakamil (sempurna). Agama mulia ini diturunkan dari Allah
Sang Maha Pencipta, Yang Maha Mengetahui tentang seluk beluk ciptaan-Nya.
Dia turunkan ketetapan syariat agar manusia hidup tenteram dan teratur.
Diantara aturan yang ditetapkan
Allah SWT bagi manusia adalah aturan mengenai tata cara pergaulan antara pria
dan wanita. Berikut rambu-rambu yang harus diperhatikan oleh setiap muslim agar
mereka terhindar dari perbuatan zina.
Pertama, hendaknya setiap muslim menjaga pandangan matanya
dari melihat lawan jenis secara berlebihan. Dengan kata lain hendaknya
dihindarkan berpandangan mata secara bebas. Perhatikanlah firman Allah berikut
ini, “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman; hendaklah mereka menahan
pandangannya dan menjaga kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih baik bagi
mereka…katakanlah kepada wanita-wanita yang beriman; hendaklah mereka menahan
pandangannya dan menjaga kemaluannya…” (QS. 24: 30-31).[6]
Awal dorongan syahwat adalah
dengan melihat. Karena itu jagalah mata agar terhindar dari tipu daya syaithan.
Tentang hal ini Rasulullah bersabda, “Wahai Ali, janganlah engkau iringkan satu
pandangan (kepada wanita yang bukan mahram) dengan pandangan lain, karena
pandangan yang pertama itu (halal) bagimu, tetapi tidak yang kedua!” (HR. Abu
Daud). [7]
Kedua, hendaknya setiap muslim menjaga auratnya
masing-masing dengan cara berbusana Islami. Secara khusus bagi wanita Allah SWT
berfirman, “…dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa
nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya…”
(QS. 24: 31).
Dalam ayat lain Allah SWT
berfirman, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu
dan juga kepada istri-istri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbab
mereka ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah
untuk dikenal, sehingga tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyanyang.” (QS. 33: 59) [8]
Dalam hal menjaga aurat, Nabi
menegaskan sebuah tata krama yang harus diperhatikan, Beliau bersabda: “Tidak
dibolehkan laki-laki melihat aurat (kemaluan) laki-laki lain, begitu juga
perempuan tidak boleh melihat kemaluan perempuan lain. Dan tidak boleh
laki-laki berkumul dengan laki-laki lain dalam satu kain, begitu juga seorang
perempuan tidak boleh berkemul dengan sesama perempuan dalam satu kain.” (HR.
Muslim).[9]
Ketiga, tidak berbuat sesuatu yang dapat mendekatkan diri
pada perbuatan zina (QS. 17: 32) misalnya berkhalwat (berdua-duaan) dengan
lawan jenis yang bukan mahram. Nabi bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah
dan hari akhir, maka janganlah berkhalwat dengan seorang wanita (tanpa disertai
mahramnya) karena sesungguhnya yang ketiganya adalah syaithan (HR. Ahmad). [10]
Keempat, menjauhi pembicaraan atau cara berbicara yang bisa
‘membangkitkan selera’. Arahan
mengenai hal ini kita temukan dalam firman Allah, “Hai para istri Nabi, kamu
sekalian tidaklah seperti perempuan lain jika kamu bertaqwa. Maka janganlah
kamu tunduk dalam berbicara hingga berkeinginan orang yang ada penyakit dalam
hatinya. Dan ucapkanlah perkataan yang ma’ruf.” (QS. 33: 31) Berkaitan dengan
suara perempuan Ibnu Katsir menyatakan, “Perempuan dilarang berbicara dengan
laki-laki asing (non mahram) dengan ucapan lunak sebagaimana dia berbicara
dengan suaminya.” (Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3)
Kelima, hindarilah bersentuhan kulit dengan lawan jenis, termasuk berjabatan
tangan sebagaimana dicontohkan Nabi saw, “Sesungguhnya aku tidak berjabatan
tangan dengan wanita.” (HR. Malik, Tirmizi dan Nasa’i). Dalam keterangan lain
disebutkan, “Tak pernah tangan Rasulullah menyentuh wanita yang tidak halal
baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hal ini dilakukan Nabi tentu saja untuk
memberikan teladan kepada umatnya agar melakukan tindakan preventif
(pencegahan) sebagai upaya penjagaan hati dari bisikan syaithan. Wallahu a’lam.
Selain dua hadits di atas ada pernyataan Nabi yang demikian tegas dalam hal
ini, Beliau bersabda: “Seseorang dari kamu lebih baik ditikam kepalanya dengan
jarum dari besi daripada menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya.”
(HR. Thabrani).[11]
Keenam, hendaknya tidak melakukan ikhtilat, yakni berbaur antara pria dengan
wanita dalam satu tempat. Hal ini diungkapkan Abu Asied, “Rasulullah saw pernah
keluar dari masjid dan pada saat itu bercampur baur laki-laki dan wanita di
jalan, maka beliau berkata: “Mundurlah kalian (kaum wanita), bukan untuk kalian
bagian tengah jalan; bagian kalian adalah pinggir jalan (HR. Abu Dawud). Selain
itu Ibnu Umar berkata, “Rasulullah melarang laki-laki berjalan diantara dua
wanita.” (HR. Abu Daud).
C. Manfaat Pergaulan
Telah di
jelaskan dalam sabdanya bahwa , Rasulullah bersabda, “Seseorang itu menurut
agama temannya, karena itu hendaknya seseorang diantara kalian melihat dengan
siapa dia bergaul.” ( HR. Adu Dawud dan Tirmidzi dari abu Hurairah ).
Karena
itu tidak heran apabila seseorang itu merupakann guru bagi orang lain di
sekitarnya. Kepribadian seseorang itu dapat menular atau tertular orang lain.
Demikian halnya dalam etika, pergaulan dan hubungannya dengan orang lain.
Penularan itu disebabkan oleh pengaruh kedekatan dan pengaruh cinta. Dia tidak
berdiam diri kecuali dia adalah sebuah duplikasi, yang mengulang-ngulang
perkataannya, yang menampakkan perilakunya dalam perbuatan-perbuatannya yang
tanpa disadari.
Imam
Ali RA berkata, “bergaullah dengan orang yang bertakwa dan berilmu, niscaya
kalian bisa mengambil manfaatnya, karena bergaul dengan orang yang suka berbuat
baik bisa diharapkan (kebaikannya). Jauhilah kerusakan, sungguh jangan bergaul
dengan orang-orang yang rusak moralnya, karena bergaul dengan mereka akan
menular kepada Anda. Janganlah menjalin hubungan dengan orang yang hina (rendah
akhlaknya) karena itu akan menular kepadamu. Pilihlah temanmu. Adapun manfaat bergaul, yaitu:
a)
Ajang
memastikan identitas diri
Anak bisa melihat apakah dirinya
populer di lingkungan teman-temannya atau tidak. Sebab, yang terlibat jalan bareng teman adalah anak-anak
yang sudah terpilih di dalam peer group-nya. Untuk terpilih di dalam
peer group biasanya harus memiliki persyaratan tertentu. Jika anak terpilih
berarti ia sudah diterima di lingkungan peer group-nya dan ini bisa membuat
anak lebih percaya diri, ia pun akan lebih memahami identitas dirinya.
b)
Meningkatkan kemampuan berinteraksi dan
ikatan pertemanan
Banyak hal yang bisa dilakukan saat
jalan bareng teman, mereka bisa tukar pikiran, sharing, saling membantu, saling
mengingatkan, dan lainnya. Secara langsung hal ini akan meningkatkan kemampuan
anak dalam berinteraksi sosial. Kegiatan ini pun akan meningkatkan kemampuan
anak dalam ikatan pertemanannya.
c)
Memenuhi
kebutuhan otonomi
Saat jalan bareng teman, anak bisa dan
bebas menentukan sendiri apa yang ia mau. Hal ini membuatnya senang karena
otonominya saat itu digunakan dengan lebih leluasa, bebas dari aturan yang
mungkin menurutnya mengekang. Selama
hal tersebut wajar, dan sesuai dengan syariah Islam.
d)
Memperkaya
pengalaman
Pengalaman anak terhadap dunia luar
akan meningkat. Misalnya, ketika menonton film di bioskop, ia tahu banyak
informasi yang di sajikan di film tersebut; ketika makan di restoran, ia jadi
tahu bahwa makanan di restoran berbeda dari masakan di rumah; ketika bermain di
game zone, ia tahu situasi dan kondisinya yang begitu ramai dan riuh; ia
juga bisa bertemu dengan berbagai karakter orang beserta gaya dan model
berbusananya; ia tahu apa saja yang sedang tren pada saat itu, dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian di atas jelaslah bagi kita bahwa pria dan wanita memang harus
menjaga batasan dalam pergaulan. Dengan begitu akan terhindarlah hal-hal yang
tidak diharapkan. Tapi nampaknya rambu-rambu pergaulan ini belum sepenuhnya
difahami oleh sebagian orang. Karena itu
menjadi tanggung jawab kita menasehati mereka dengan baik. Tentu saja ini harus
kita awali dari diri kita masing-masing. Semoga Allah senantiasa membimbing
kita dan menjauhkannya dari perbuatan tercela dan perbuatan yang tidak terpuji.
Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI. Al-Quran dan Terjemahan. Bandung: PT.
Syamil Cipta Media. cet. 11.2005.
Hassan, A. Terjemah Bulughul Maram. Bandung: CV. Diponegoro.1999.
[2] . A. Hassan, Terjemah Bulughul Maram, 1999, Bandung: CV. Diponegoro, hlm. 659.
[3] . Http, Op. Cit., diunduh tanggal 8 April 2013 di Sangatta.
[4] . Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahan, PT. Syamil Cipta Media, Bandung, cet. 11,
2005, hlm. 560.
[6] . Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 353.
[8] . Departemen Agama RI, Op. Cit., hlm. 426.
[10] .
Ibid.
[11] .
Ibid.
0 Response to "Makalah Pergaulan Dalam Islam"
Post a Comment