FAKTOR, NILAI DAN MORAL KONSUMSI DALAM ISLAM
Dasar filosofis di atas melatar belakangi analisis mengenai prilaku konsumen dalam teori ekonomi konvensional, Beberapa prinsip dasar dalam analisis perilaku konsumen adalah:
1. Kelangkaan dan terbatsnya pendapatan. Adanya kelangkaan dan terbatasnya pendapatan memaksa orang menentuka pilihan, aga pengeluaran tetap berada pada anggaran yang telah ditetapkan.
2. Konsumen mapu membandingkan biaya dengan manfaat. Jika dua barang memberi manfaat yang sama,konsumen akanmemilih yang biayanya lebih kecil, bila untuk memperoleh dua jenis barang dibutuhkan biaya yang sama,maka konsumen akan memilih barang yang memberi manfaat lebih besar.
3. Tidak semua konsumen dapat memperkirakan manfaat dengan tepat. Saat membeli barang, bisa jadi manfaat yang diperoleh tidak sesuai dengan harga yang harus dibayarkan.
4. Setiap barang dapat disubstitusi dengan barang lain. Dengan demikian konsumen dapat memperoleh kepuasan dengan berbagai cara.
5. Konsumen tunduk kepada hukum berkurangnya tambahan kepuasan (The Law of Diminishing Marginal Utility). Semakin banyak jumlah barang dikonsumsi, semakin kecil tambahan kepuasan yang dihasilkan.
Konsumsi adalah suatu aktifitas memakai atau menggunakan suatu produk barang atau jasa yang dihasilkan oleh para produsen. Perusahaan atau perseorangan yang melakukan kegiatan konsumsi disebut konsumen. Contoh konsumsi dalam kehidupan kita sehari-hari seperti membeli jamu tolak angin di toko jamu, pergi ke dokter hewan ketika iguana kita sakit keras, makan di mc d, main dingdong, dan sebagainya.
Menurut Islam, anugerah-anugerah Allah adalah milik semua manusia. Suasana yang menyebabkan sebagian diantara anugerah-augerah itu berada di tangan orang-orang tertentu tidak berarti bahwa mereka dapat memanfaatkan anugerah-anugerah itu untuk mereka sendiri. Orang lain masih berhak atas anugerah-anugerah tersebut walaupun mereka tidak memperolehnya. Dalam Al-Qur’an Allah SWT mengutuk dan membatalkan argumen yang dikemukakan oleh orang kaya yang kikir karena ketidaksediaan mereka memberikan bagian atau miliknya ini (Kahf, 1995; 27)
“Bila dikatakan kepada mereka, “Belanjakanlah sebagian rizqi Allah yang diberikan-Nya kepadamu,”orang-orang kafir itu berkata,”Apakah kami harus memberi makan orang-orang yang jika Allah menghendaki akan diberi-Nya makan ? Sebenarnya kamu benar-benar tersesat.”(QS 36:37)
Perbuatan untuk memanfaatkan atau mengonsumsi barang-barang yang baik itu sendiri dianggap sebagai kebaikan dalam Islam. Sebab kenikmatan yang diciptakan oleh Allah untuk manusia adalah ketaatan kepada-Nya yang berfirman kepada nenek moyang manusia, yaitu Adam dan Hawa, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an (QS 2:35);
“……..dan makanlah barang-barang yang penuh nikmat didalamnya (surga) sesuai dengan kehendakmu…….,”
Dalam ekonomi Islam konsumsi dikendalikan oleh 5 prinsip dasar sebagai berikut :
A. Prinsip Keadilan
Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari rezeki secara halal dan tidak dilarang hukum. Dalam soal makanan dan minuman, ada hal yang terlarang dicantumkan dalam Al-Qur’an Larangan terakhir berkaitan langsung dengan membahayakannya moral dan spiritual, Kelonggaran diberikan bagi orang-orang yang terpaksa, dan bagi orang yang pada suatu ketika tidak mempunyai makanan untuk dimakan. Ia boleh makan makanan yang terlarang itu sekedar yang dianggap perlu untuk kebutuhannya ketika itu saja.
B. Prinsip Kebersihan
Syarat yang kedua ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an maupun Sunnah tentang makanan. Harus baik atau cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera. Karena itu, tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan diminum dalam semua keadaan. Dari semua yang diperbolehkan makan dan minumlah yang bersih dan bermanfaat.
C. Prinsip kesederhanaan
Prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makanan dan minuman adalah sikap tidak berlebih-lebihan, yang berarti janganlah makan secara berlebih.
Dalam Al-Qur’an dikatakan :
“…..makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS : Al-A’raaf (7):31)
Arti penting ayat-ayat ini adalah kenyataan bahwa kurang makan dapat mempengaruhi pembangunan jiwa dan tubuh, demikian pula bila perut diisi secara berlebih-lebihan tentu akan ada pengaruhnya pada perut. Praktik memantangkan jenis makanan tertentu dengan tegas tidak dibolehkan dalam Islam.
D. Prinsip Kemurahan Hati
Dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun dosa ketika kita memakan dan meminum makanan halal yang disediakan Tuhan karena kemurahan hati-Nya. Selama maksudnya adalah untuk kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik dengan tujuan menunaikan perintah Tuhan dengan keimanan yang kuat dalam tuntunan-Nya, dan perbuatan adil sesuai dengan itu, yang menjamin persesuaian bagi semua perintah-Nya.
E. Prinsip Moralitas
Bukan hanya mengenai makan dan minuman tetapi untuk peningkatan atau kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual. Seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terima kasih kepada-Nya setelah makan. Dengan demikian ia akan merasakan kehadiran Ilahi pada waktu memenuhi keinginan-keinginan fisiknya.
Nilai ekonomi tertinggi dalam Islam adalah falah atau kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat yang meliputi material, spritual, individual dan sosial. Kesejahteraan itu menurut Al Ghazali adalah mashlaha (kebaikan). Karena itu, falah adalah manfaat yang diperoleh dalam memenuhi kebutuhan ditambah dengan berkah (falah = manfaat + berkah). Jadi yang menjadi tujuan dari ekonomi Islam adalah tercapainya atau didapatkannya falah oleh setiap individu dalam suatu masyarakat. Ini artinya dalam suatu masyarakat seharusnya tidak ada seorangpun yang hidupnya dalam keadaan miskin.
Dalam upaya mencapai atau mendapatkan falah tersebut, manusia menghadapi banyak permasalahan. Permasalahan yang dihadapi untuk mendapatkan atau upaya mencapai falah menjadi masalah dasar dalam ekonomi Islam. Mendapatkan falah dapat dilakukan melalui konsumsi, produksi dan distribusi berdasarkan syariat Islam. Hal itu berarti bahwa setiap aktivitas yang berhubungan dengan konsumsi, produksi dan distribusi harus selalu mengacu pada fiqih Islam, mana yang boleh, mana yang diharamkan dan mana yang dihalalkan. Eksistensi keimanan dalam prilaku ekonomi Islam manusia menjadi titik krusial termasuk dalam konsumsi, produksi maupun distribusi.
1. Kelangkaan dan terbatsnya pendapatan. Adanya kelangkaan dan terbatasnya pendapatan memaksa orang menentuka pilihan, aga pengeluaran tetap berada pada anggaran yang telah ditetapkan.
2. Konsumen mapu membandingkan biaya dengan manfaat. Jika dua barang memberi manfaat yang sama,konsumen akanmemilih yang biayanya lebih kecil, bila untuk memperoleh dua jenis barang dibutuhkan biaya yang sama,maka konsumen akan memilih barang yang memberi manfaat lebih besar.
3. Tidak semua konsumen dapat memperkirakan manfaat dengan tepat. Saat membeli barang, bisa jadi manfaat yang diperoleh tidak sesuai dengan harga yang harus dibayarkan.
4. Setiap barang dapat disubstitusi dengan barang lain. Dengan demikian konsumen dapat memperoleh kepuasan dengan berbagai cara.
5. Konsumen tunduk kepada hukum berkurangnya tambahan kepuasan (The Law of Diminishing Marginal Utility). Semakin banyak jumlah barang dikonsumsi, semakin kecil tambahan kepuasan yang dihasilkan.
Konsumsi adalah suatu aktifitas memakai atau menggunakan suatu produk barang atau jasa yang dihasilkan oleh para produsen. Perusahaan atau perseorangan yang melakukan kegiatan konsumsi disebut konsumen. Contoh konsumsi dalam kehidupan kita sehari-hari seperti membeli jamu tolak angin di toko jamu, pergi ke dokter hewan ketika iguana kita sakit keras, makan di mc d, main dingdong, dan sebagainya.
Menurut Islam, anugerah-anugerah Allah adalah milik semua manusia. Suasana yang menyebabkan sebagian diantara anugerah-augerah itu berada di tangan orang-orang tertentu tidak berarti bahwa mereka dapat memanfaatkan anugerah-anugerah itu untuk mereka sendiri. Orang lain masih berhak atas anugerah-anugerah tersebut walaupun mereka tidak memperolehnya. Dalam Al-Qur’an Allah SWT mengutuk dan membatalkan argumen yang dikemukakan oleh orang kaya yang kikir karena ketidaksediaan mereka memberikan bagian atau miliknya ini (Kahf, 1995; 27)
“Bila dikatakan kepada mereka, “Belanjakanlah sebagian rizqi Allah yang diberikan-Nya kepadamu,”orang-orang kafir itu berkata,”Apakah kami harus memberi makan orang-orang yang jika Allah menghendaki akan diberi-Nya makan ? Sebenarnya kamu benar-benar tersesat.”(QS 36:37)
Perbuatan untuk memanfaatkan atau mengonsumsi barang-barang yang baik itu sendiri dianggap sebagai kebaikan dalam Islam. Sebab kenikmatan yang diciptakan oleh Allah untuk manusia adalah ketaatan kepada-Nya yang berfirman kepada nenek moyang manusia, yaitu Adam dan Hawa, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an (QS 2:35);
“……..dan makanlah barang-barang yang penuh nikmat didalamnya (surga) sesuai dengan kehendakmu…….,”
Dalam ekonomi Islam konsumsi dikendalikan oleh 5 prinsip dasar sebagai berikut :
A. Prinsip Keadilan
Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari rezeki secara halal dan tidak dilarang hukum. Dalam soal makanan dan minuman, ada hal yang terlarang dicantumkan dalam Al-Qur’an Larangan terakhir berkaitan langsung dengan membahayakannya moral dan spiritual, Kelonggaran diberikan bagi orang-orang yang terpaksa, dan bagi orang yang pada suatu ketika tidak mempunyai makanan untuk dimakan. Ia boleh makan makanan yang terlarang itu sekedar yang dianggap perlu untuk kebutuhannya ketika itu saja.
B. Prinsip Kebersihan
Syarat yang kedua ini tercantum dalam kitab suci Al-Qur’an maupun Sunnah tentang makanan. Harus baik atau cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera. Karena itu, tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan diminum dalam semua keadaan. Dari semua yang diperbolehkan makan dan minumlah yang bersih dan bermanfaat.
C. Prinsip kesederhanaan
Prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makanan dan minuman adalah sikap tidak berlebih-lebihan, yang berarti janganlah makan secara berlebih.
Dalam Al-Qur’an dikatakan :
“…..makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS : Al-A’raaf (7):31)
Arti penting ayat-ayat ini adalah kenyataan bahwa kurang makan dapat mempengaruhi pembangunan jiwa dan tubuh, demikian pula bila perut diisi secara berlebih-lebihan tentu akan ada pengaruhnya pada perut. Praktik memantangkan jenis makanan tertentu dengan tegas tidak dibolehkan dalam Islam.
D. Prinsip Kemurahan Hati
Dengan mentaati perintah Islam tidak ada bahaya maupun dosa ketika kita memakan dan meminum makanan halal yang disediakan Tuhan karena kemurahan hati-Nya. Selama maksudnya adalah untuk kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik dengan tujuan menunaikan perintah Tuhan dengan keimanan yang kuat dalam tuntunan-Nya, dan perbuatan adil sesuai dengan itu, yang menjamin persesuaian bagi semua perintah-Nya.
E. Prinsip Moralitas
Bukan hanya mengenai makan dan minuman tetapi untuk peningkatan atau kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual. Seorang muslim diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terima kasih kepada-Nya setelah makan. Dengan demikian ia akan merasakan kehadiran Ilahi pada waktu memenuhi keinginan-keinginan fisiknya.
Nilai ekonomi tertinggi dalam Islam adalah falah atau kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat yang meliputi material, spritual, individual dan sosial. Kesejahteraan itu menurut Al Ghazali adalah mashlaha (kebaikan). Karena itu, falah adalah manfaat yang diperoleh dalam memenuhi kebutuhan ditambah dengan berkah (falah = manfaat + berkah). Jadi yang menjadi tujuan dari ekonomi Islam adalah tercapainya atau didapatkannya falah oleh setiap individu dalam suatu masyarakat. Ini artinya dalam suatu masyarakat seharusnya tidak ada seorangpun yang hidupnya dalam keadaan miskin.
Dalam upaya mencapai atau mendapatkan falah tersebut, manusia menghadapi banyak permasalahan. Permasalahan yang dihadapi untuk mendapatkan atau upaya mencapai falah menjadi masalah dasar dalam ekonomi Islam. Mendapatkan falah dapat dilakukan melalui konsumsi, produksi dan distribusi berdasarkan syariat Islam. Hal itu berarti bahwa setiap aktivitas yang berhubungan dengan konsumsi, produksi dan distribusi harus selalu mengacu pada fiqih Islam, mana yang boleh, mana yang diharamkan dan mana yang dihalalkan. Eksistensi keimanan dalam prilaku ekonomi Islam manusia menjadi titik krusial termasuk dalam konsumsi, produksi maupun distribusi.
0 Response to "FAKTOR, NILAI DAN MORAL KONSUMSI DALAM ISLAM"
Post a Comment