Resume Tentang Pengertian dan Jenis Pembiyaan
Pengertian dan Jenis Pembiayaan
Pembiayaan bank syariah adalah bentuk penyaluran dana atau pembiayaan yang dilakukan Bank Syariah dalam melaksanakan operasinya secara garis besar dapat dibedakan ke dalam empat kelompok, yaitu:
Prinsip Jual Beli (Bai’)
Dalam penerapan prinsip syariah terdapat tiga jenis prinsip jual beli (bai’) yang banyak dikembangkan oleh perbankan syariah dalam kegiatan pembiayaan modal kerja dan produksi, yaitu sebagai berikut:
Bai’ al Murabahah
Bai’ al-Murabahah pada dasarnya adalah transaksi jual beli barang dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Untuk memenuhi kebutuhan barang oleh nasabahnya, bank membeli barang dari supplier sesuai dengan spesifikasi barang yang dipesan atau dibutuhkan nasabah, kemudian bank menjual kembali barang tersebut kepada nasabah dengan memperoleh marjin keuntungan yang disepakati. Nasabah sebagai pembeli dalam hal ini dapat memilih jenis transaksi tunai, cicilan, atau tangguhan. Umumnya, nasabah memilih metode pembayaran secara cicilan.
Bai’ as-Salam
Bai’ as-salam adalah pembelian suatu barang yang penyerahannya (delivery) dilakukan kemudian hari sedangkan pembayarannya dilaksanakan di muka secara tunai. Bai’ as-salam dalam perbankan biasanya diaplikasikan pada pembiayaan berjangka pendek untuk produksi agribisnis atau hasil pertanian atau industri lainnya. Barang yang dibeli harus diketahui secara jelas jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang disepakati harus dicantumkan dalam akad dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad.
Bai’ al-Istishna
Bai’ al-istishna pada dasarnya merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang dengan pembayaran di muka, baik dilakukan dengan cara tunai, cicilan, atau ditangguhkan. Prinsip bai’ al-istishna ini menyerupai bai’ as-salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan dimuka, dicicil atau ditangguhkan. Sementara dalam bai’ as-salam dilakukan secara tunai.
Prinsip Bagi Hasil
Prinsip kedua dalam penyaluran dana adalah prinsip Bagi Hasil. Bagi hasil atau profit sharing dalam perbankan berdasarkan prinsip syariah terdiri dari al-Mudharabah dan al-Musyarakah.
Al-Mudharabah
Mudharabah adalah kerja sama antara dua belah pihak atau lebih di mana satu pihak menyediakan dana seluruhnya dan pihak yang lain menjadi pengelola dan apabila terjadi kerugian bukan kelalaian atau sengaja oleh pengelola.
“dari abbas bin abdul mutholib jika memberikan dana ke mitra ushanya secara Mudharabah ia mensyaratkan agar dana tidak di bawa mengarungi lautan, manuruni lembah yang berbahaya, atau membeli tenak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas sana tersebut, di sampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulallah SAW dan rasulallah membolehkan (HR. Tabrani)
Prinsip bagi hasil merupakan karakteristik umum dan landasan dasar operasional bank syariah secara keseluruhan. Secara syariah prinsip bagi hasil berdasarkan pada kaidah mudharabah. Berdasarkan prinsip ini bank syariah akan berfungsi sebagai mitra baik dengan penabung demikian juga dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan menabung, bank akan bertindak sebagai mudharib sementara penabung sebagai penyandang dana (shahibul mal).
Di sisi lain dengan pengusaha/ peminjam dana, bank islam akan akan bertindak sebagai shahibul mal yang berasal dari tabungan/deposito/giro maupun dana bank sendiri merupa modal pemegang saham. Sementara itu, pengusaha atau peminjam akan berfungsi sebagai pengelola, karena melakukan usaha dengan memutar dan mengelola dana bank.
Al-Musyarakah
Al-Musyarakah secara singkat namun jelas yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau keahlian dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
Prinsip Sewa Menyewa
Al-Ijarah
Al-ijarah adalah perjanjian pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang atau jasa dengan membayar sewa untuk jangka waktu tertentu tanpa diikuti pemindahan hak kepemilikan atas barang tersebut. Bank Indonesia mendefinisikan ijarah sebagai perjanjian sewa menyewa suatu baranag dalam kurun waktu tertentu melalui pembayarann sewa.
Al-Ijarah Al-Muntahiya Bit-tamlik
Ijarah Muntahiya Bit-tamlik adalah akad atau perjanjian yang merupakan kombinasi antara jual beli dan sewa menyewa suatu barang antara bank dengan nasabah di mana nasabah (penyewa) diberi hak untuk membeli obyek sewa pada akhir akad.
Prisip Pinjam Meminjam Berdasarkan Al-Qardh
Prinsip keempat dalam penyaluran dana Bank Syariah yaitu prinsip pinjam meminjam berdasarkan qardh. Bank Indonesia mendefinisikan Al-Qardh sebagai penyediaan dana atau tagihan antara Bank Syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau secara cicilan dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain, qardh berarti meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.
Setelah mengetahui jenis-jenis pembiayaan pada bank Syariah maka selanjutnya akan dibahas mengenai cara bank memperoleh pendapatan dari pembiayaan-pembiayaan yang dijalankan atau dilaksanakan.
Penetapan Harga dan Profit Margin
Harga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan memegang peranan penting dalam menetapkan profit margin pembiayaan Murabahah pada perbankan syari’ah. Karena Murabahah merupakan akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Sehingga tingkat margin keuntungan yang ditetapkan perusahaan akan berpengaruh pada harga sebuah produk yang ditawarkan kepada nasabah.
Metode-Metode Penentuan Harga Jual dan Profit Margin
Menurut Muhammad, ada beberapa metode penentuan profit margin yang dapat diterapkan dalam pembiayaan di bank syariah di antaranya:
Penerapan Mark-up Pricing untuk Pembiayaan Syariah
Jika bank syariah hendak menerapkan metode mark-up pricing, metode ini hanya tepat jika digunakan untuk pembiayaan yang sumber dananya dari Restricted Investment Account (RIA) atau Mudharabah Muqayyadah sebab akad mudharabah muqayyadah adalah akad di mana pemilik dana menuntut adanya kepastian hasil dari modal yang diinvestasikan.
Penerapan Target Return Pricing untuk Pembiayaan Syariah
Bank syariah beroperasi dengan tidak menggunakan bunga. Mekanisme operasional dalam memperoleh pendapatan dapat dihasilkan berdasarkan klasifikasi akad, yaitu akad yang menghasilkan keuntungan secara pasti, disebut natural certainty contract, dan akad yang menghasilkan keuntungan yang tidak pasti, disebut natural uncertainty contract.
Jika pembiayaan dilakukan dengan akad natural certainty contract, maka metode yang digunakan adalah required profit rate (rpr):
required profit rate (rpr) = n x v
Di mana n: tingkat keuntungan dalam transaksi tunai
v: jumlah transaksi dalam satu periode
Jika pembiayaan dilakukan dengan akad natural uncertainty contract, maka metode yang digunakan adalah expected profit rate (epr), epr diperoleh berdasarkan:
Tingkat keuntungan rata-rata pada industri sejenis
Pertumbuhan ekonomi
Dihitung dari nilai rpr yang berlaku di bank yang bersangkutan
Perhitungannya:
Nisbah bank=epr/(expected return bisnis yang dibiayai) X 100%
Actual return bank = nisbah bank + actual return bisnis
Penetapan Margin Keuntungan Bank Syariah
Bank syariah menerapkan margin keuntungan terhadap produk-produk pembiayaan yang berbasis Natural Certainty Contracts (NCC), yakni akad bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amount), maupun waktu (timing), seperti pembiayaan Murabahah , ijarah, salam dan istishna’. Referensi margin keuntungan pada bank syari’ah adalah margin keuntungan yang ditetapkan dalam rapat ALCO Bank Syari’ah.
Asset/ Liability Management Committee (ALCO). Organisasi dari fungsi ALCO di bank yang kecil dapat terdiri dari Direktur Utama dan beberapa manajer kunci yang aktif dalam keputusan-keputusan kredit, investasi dan pasar uang. Di dalam bank yang lebih besar, ALCO dapat terdiri dari para manajer pos-pos utama dari neraca, Direktur Utama, Kepala Bagian Keuangan dan Akunting, Kepala Divisi Kredit, Manajer Investasi, Kepala Bagian Deposit dan fungsi liabilitas, ekonom dan supervisi kebijakan kredit. Tanggung jawab ALCO biasanya meliputi pemberian arahan umum mengenai penguasaan dan pengalokasian dana-dana untuk memaksimumkan pendapatan, dan memastikan permintaan dan sumber dana.
Dengan demikian ALCO mempunyai akses kepada liabilitas dan strategi pricing atas pinjaman, membangun praktek penguasaan dana-dana dan pilihan untuk pengalokasian pinjaman, memantau spread, distribusi asset/ liabilitas, jangka waktu, bagaimana dealing dengan secondary reserve untuk kegiatan Pasar Uang, me-review variasi anggaran, dan yang paling penting adalah menyusun action plan berdasarkan sebab-sebab terjadinya variasi. Secara umum, tanggung jawab ALCO adalah mengelola posisi dan alokasi dana-dana bank agar tersedia likuiditas yang cukup, memaksimalkan profitabilitas dan meminimalkan resiko. Penetapan margin keuntungan pembiayaan berdasarkan rekomendasi, usul dan saran dari Tim ALCO Bank Syari’ah, dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut:
Direct Competitor’s Market Rate (DCMR)
Yang dimaksudkan dengan Direct Competitor’s Market Rate (DCMR) adalah tingkat margin keuntungan rata-rata perbankan syari’ah, atau tingkat margin keuntungan rata-rata beberapa bank syari’ah yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai kelompok competitor langsung, atau tingkat margin keuntungan bank syari’ah tertentu yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai Competitor langsung terdekat.
Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR)
Yang dimaksud dengan Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR) adalah tingkat suku bunga rata-rata perbankan konvensional, atau tingkat rata-rata suku bunga beberapa bank konvensional yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai kelompok competitor tidak langsung, atau tingkat rata-rata suku bunga bank konvensional tertentu yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai competitor tidak langsung yang terdekat.
Expected Competitive Return for Investors (ECRI)
Yang dimaksud Expected Competitive Return for Investors (ECRI) adalah target bagi hasil competitive yang diharapkan dapat diberikan kepada dana pihak ketiga.
Acquiring Cost
Yang dimaksud Acquiring Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
Overhead Cost
Yang dimaksud Overhead Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang tidak langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
Overhead Cost=(Total biaya (di luar biaya dana))/(Total earningassets (total aktiva produktif)) X 100%
Penetapan Harga Jual Produk Pembiayaan Syariah
Setelah memperoleh referensi margin keuntungan, bank melakukan penetapan harga jual. Harga jual adalah penjumlahan harga beli/ harga pokok/ harga perolehan bank dan margin keuntungan.
Margin Keuntungan + Harga Beli Bank = Harga Jual
Perlu diketahui, bahwa harga jual produk pembiayaan Murabahah ini tidak fixed, tetapi bisa dinegosiasikan dengan debitur yaitu dengan melihat kemampuan dari debitur itu sendiri.
Penetapan Harga Jual Murabahah yang Efisien
Bank-bank syariah pada umumnya pada telah menggunakan Murabahah sebagai model pembiayaan yang utama. Praktik pada bank syariah Indonesia, portofolio pembiayaan Murabahah mencapai 70-80%. Kondisi demikian ini tidak hanya di Indonesia, namun juga terjadi pada bank-bank syariah, seperti di Malaysia dan Pakistan.
Dengan penetapan margin keuntungan Murabahah yang tinggi, secara tidak langsung akan dapat menyebabkan inflasi yang lebih besar daripada yang disebabkan oleh suku bunga. Oleh karena itu, perlu dicari format atau formula yang tepat, agar nilai penjualan dengan Murabahah tidak mengacu pada sikap mengantisipasi kenaikan suku bunga selama masa pembayaran cicilan. Karena, mengkaitkan margin keuntungan Murabahah dengan perbankan konvensional, baik di atasnya maupun dibawahnya, tetaplah bukan cara yang baik.
Sebaiknya, penetapan harga jual Murabahah dapat dilakukan dengan cara Rasulullah ketika berdagang. Dalam menentukan harga penjualan, Rasul secara transparan menjelaskan berapa harga belinya, berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk setiap komoditas dan berapa keuntungan wajar yang diingankan. Cara yang dilakukan oleh Rasulullah ini dapat dipakai sebagi salah satu metode bank syariah dalam menetukan harga jual produk Murabahah . Dengan demikian, secara matematis harga jual barang oleh bank kepada calon nasabah pembiayaan Murabahah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Harga Jual Bank = Harga Beli Bank + Cost Recovery + Keuntungan
Cost Recovery=(Proyeksi Biaya Operasi)/(Target Volume Pembiayaan)
Margin dalam Persentase=(Cost Recovery+Keuntungan)/(Harga Beli Bank) X 100%
Setelah angka-angka tersebut didapat, barulah prosentase margin ini dibandingkan dengan suku bunga. Jadi, suku bunga hanya dijadikan benchmark. Agar pembiayaan Murabahah kompetitif, margin Murabahah tadi harus lebih kecil dari bunga pinjaman. Jika masih lebih besar, maka yang harus dimainkan adalah dengan memperkecil cost recovery dan keuntungan yang diharapkan.
Contoh kasus pembiayaan dengan akad jual beli mudarabah. Seorang nasabah bernama fulan mengajukan pembiayaan di Bank Syariah “ALAM AKHIRAT” untuk pembelian sepeda motor “honda supra”. Harga sepeda motor sebesar Rp 6.000.000, karena dengan sistem angsuran untuk pihak bank pembiayaan tersebut disepakati selama 12 bulan. Dengan demikian pembiayaan yang ditanggung oleh Pak Ahmad sebesar Rp 6.000.000 ditambah dengan margin keuntungan Rp 500.000 = Rp 6.500.000. Hitung angsuran setiap bulannya untuk pembiayaan Murabahah !
Jawab:
Modal Pinjaman = Rp 6.000.000
Margn Keuntungan = Rp 500.000
Waktu Penyelesaian Kredit = 12 bulan
Maka angsuran perbulan = Rp 6.000.000 + Rp 500.000 : 12 bulan
= Rp 541.666.67
Jadi, angsuran perbulannya adalah sebesar Rp 541.666,67 terdiri atas = angsuran modal sebesar Rp 500.000 dan angsuran margin keuntungan sebesar Rp 41.666,67.
Penetapan Nisbah Bagi Hasil
Sistem perekonomian islam merupakan masalah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha yang harus di tentukan pada awal yang terjadinya kontrak kerja sama (akad), yang di tentukan porsinya masing-masing pihak, misalnya 20:80 yang berarti bahwa atas hasil usaha yang di peroleh akan didistribusikan sebesar 20% bagi pemilik dana (shahibul maal) dan 80% bagi pengelola dana (mudharib).
Bank syariah berdasarkan pada prinsip profit sharing tidak membebankan bunga, melainkan mengajak partisipasi dalam bidang usaha yang di danai. Para deposan juga sama-sama mendapatkan bagian dari keuntungan bank sesuai dengan rasio yang telah di tetapkan sebelumnya. Dengan demikian ada kemitraan antara bank syariah dengan para deposan di satu pihak dan bank dan para nasabah investasi sebagai pengelola sumber dana para deposan dalam berbagai usaha produktif di pihak lain.
Sistem ini berbeda dengan konvensional yang pada intinya meminjam dana dengan membayar bunga pada satu sisi neraca dan memberi pinjaman dana dengan menarik bunga pada sisi lain. Kompleksitas perbankan islam tampak dari keragaman dan penamaan instrumen-instrumen yang di gunakan serta pemahaman dalil-dalil hukum islamnya.
Mekanisme lembaga keuangan syariah pada pendapatan bagi hasil ini berlaku untuk produk penyertaan atau bentuk bisnis korporasi (kerja sama). Pihak-pihak yang terlibat dalam kepentingan bisnis ini harus melakukan transparansi dan kemitraan secara baik dan ideal. Sebab semua pengeluaran dan pemasukan rutin yang berkaitan dengan bisnis penyertaan, bukan untuk kepentingan pribadi yang menjalankan proyek.
Prinsip bagi hasil (profit sering) merupakan karakteristik umum dan landasan operasional dan bank syariah secara keseluruhan secara prinsip dalam perbankan syariah yang paling banyak di pakai adalah akad mudharabah dan musyarakah, sedangkan muzara’ah dan musaqah di pergunakan khusus untuk plantation financing atau pembiayaan oleh beberapa bank islam. Produk bank yang menggunakan prinsip bagi hasil adalah musyarakat dan mudharabah.
Kegiatan dalam mengelola dana dalam akad mudharabah terdapat dua jenis yang akan di tanggung resiko jika terjadi kerugian. Yaitu karena kelalaian pengelola dan kerugian karena bukan kelalaian pengelola.
Kerugian di sebabkan bukan kelalaian pengelola
Berdasarkan PSAK 105 paragraf 21, di sebutkan bahwa kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir bukan di akui sebagai kerugian dalam bentuk penyisihan kerugian investasi. Misalnya untuk bagi hasil bulan april, di laporkan pada tanggal 10 mei 20xb di laporkan bahwa PT. X mengalami kerugian Rp.40,- juta akibat berencana alam longsor yang mengenai pom bensin yang di kelola.
Penyisihan kerugian sebesar Rp.40,- juta tersebut menunjukkan bahwa bank syariah menanggung 100% kerugian tersebut. Implikasi dari adanya penyisihan kerugian tersebut adalah berkurangnya pengembalian modal investasi mudharabah yang di tanggung bank syariah.
Kerugian di sebabkan karena kelalaian pengelola
Berdasarkan PSAK 105 paragraf 23, di sebutkan bahwa kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah. Menurut PSAK 105 paragraf 18, kelalaian atas kesalahan pengelola dana antara lain di tunjukkan oleh:
Persyaratan di dalam akad tidak di penuhi
Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan yang lazim dan atau yang telah di tentukan dalam akad
Hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
Dalam praktik perbankan, kerugian yang terjadi pada nasabah yang lalai, sangat mungkin menyebabkan nasabah tidak mampu lagi melanjutkan usaha atau mengalami bangkrut. Dalam hal ini, bank syariah juga dapat mengikuti perlakuan kebijakan kolektabilitas bank syariah.
Kontrak Mudharabah adalah suatu kontrak yang dilakukan oleh minimal dua pihak. Tujuan utama kontrak ini adalah memperoleh investasi. Besar kecilnya investasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi dampak tersebut ada yang berdampak langsung dan yang berdampak tidak langsung:
Faktor langsung
Di antara faktor-faktor langsung (ditrect factors) yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah investment rate, jumlah dan yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio).
Investment rate merupakan persentase aktual dana yang di investasikan dari total dana. Jika bank menentukan investment rate sebasar 80 persen, hal ini berarti 20 persen dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.
Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan salah satu metode yaitu perhitungan rata-rata saldo minimum per bulan atau rata-rata total saldo seharian
Nisbah (profit sharing ratio), Salah satu ciri al-mudharabah adalah nisbah yang harus di tentukan dan di setujui pada awal perjanjian. Nisbah antara satu bank dengan bank yang lainnya dapat berbeda, nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank, misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan 12 bulan dan juga dapat berbeda antara satu account dengan account lainnya dengan besarnya dana dan jatuhnya tempo.
Faktor tidak langsung
Faktor tidak langsung yang mempengaruhi bagi hasil adalah Pertama, Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah. Kedua, Kebijakan akunting, Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.
Cara Menentukan Nisbah Bagi Hasil
Nisbah bagi hasil merupakan faktor penting dalam menentukan bagi hasil di bank syariah. Sebab aspek nisbah merupakan aspek yang disepakati bersama antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi. Untuk menentukan nisbah bagi hasil, perlu diperhatikan aspek-aspek: data usaha, kemampuan angsuran, hasil usaha yang dijalankan, nisbah pembiayaan dan distribusi pembagian hasil.
Kasus Perhitungan Nisbah Bagi Hasil
Contoh penentuan nisbah:
Jumlah pembiayaan Rp 200.000
Jangka waktu pembiayaan (T) 50 hari
Hasil yang diharapkan lembaga Rp 12.000
Total pengembalian Rp 200.000 + 12.000
Angsuran pokok per Hari Rp 200.000/50 = 4.000
Bagi Hasil Rp 12.000/50 = 240
Tabungan wajib (jika mungkin) Rp 500 per Hari (misal)
Kewajiban nasabah Per Hari Rp 4000 + 240 + 500 = 4.740
Pendapatan Aktual Rp 40.000
Hasil analisis usaha penjabatan bank:
Omset usaha perhari atau bulan Rp 100.000
Nisbah Pembiayaan
Nisbah Bagi Bank 4.740/100.000×100% = 4,74%
Nisbah Bagi Nasabah 100% - 4,74% = 95,26%
Distribusi Bagi Hasil 4,74% : 95,26%
Jika keuntungan per hari nasabah sebesar Rp 40.000, maka bagi hasil untuk :
Bank = 4,74 % x Rp 40.000 = Rp 1.896
Nasabah = 95,26 % x 40.000 = Rp 38.104
Pembiayaan bank syariah adalah bentuk penyaluran dana atau pembiayaan yang dilakukan Bank Syariah dalam melaksanakan operasinya secara garis besar dapat dibedakan ke dalam empat kelompok, yaitu:
Prinsip Jual Beli (Bai’)
Dalam penerapan prinsip syariah terdapat tiga jenis prinsip jual beli (bai’) yang banyak dikembangkan oleh perbankan syariah dalam kegiatan pembiayaan modal kerja dan produksi, yaitu sebagai berikut:
Bai’ al Murabahah
Bai’ al-Murabahah pada dasarnya adalah transaksi jual beli barang dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Untuk memenuhi kebutuhan barang oleh nasabahnya, bank membeli barang dari supplier sesuai dengan spesifikasi barang yang dipesan atau dibutuhkan nasabah, kemudian bank menjual kembali barang tersebut kepada nasabah dengan memperoleh marjin keuntungan yang disepakati. Nasabah sebagai pembeli dalam hal ini dapat memilih jenis transaksi tunai, cicilan, atau tangguhan. Umumnya, nasabah memilih metode pembayaran secara cicilan.
Bai’ as-Salam
Bai’ as-salam adalah pembelian suatu barang yang penyerahannya (delivery) dilakukan kemudian hari sedangkan pembayarannya dilaksanakan di muka secara tunai. Bai’ as-salam dalam perbankan biasanya diaplikasikan pada pembiayaan berjangka pendek untuk produksi agribisnis atau hasil pertanian atau industri lainnya. Barang yang dibeli harus diketahui secara jelas jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Harga jual yang disepakati harus dicantumkan dalam akad dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad.
Bai’ al-Istishna
Bai’ al-istishna pada dasarnya merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang dengan pembayaran di muka, baik dilakukan dengan cara tunai, cicilan, atau ditangguhkan. Prinsip bai’ al-istishna ini menyerupai bai’ as-salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan dimuka, dicicil atau ditangguhkan. Sementara dalam bai’ as-salam dilakukan secara tunai.
Prinsip Bagi Hasil
Prinsip kedua dalam penyaluran dana adalah prinsip Bagi Hasil. Bagi hasil atau profit sharing dalam perbankan berdasarkan prinsip syariah terdiri dari al-Mudharabah dan al-Musyarakah.
Al-Mudharabah
Mudharabah adalah kerja sama antara dua belah pihak atau lebih di mana satu pihak menyediakan dana seluruhnya dan pihak yang lain menjadi pengelola dan apabila terjadi kerugian bukan kelalaian atau sengaja oleh pengelola.
“dari abbas bin abdul mutholib jika memberikan dana ke mitra ushanya secara Mudharabah ia mensyaratkan agar dana tidak di bawa mengarungi lautan, manuruni lembah yang berbahaya, atau membeli tenak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas sana tersebut, di sampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulallah SAW dan rasulallah membolehkan (HR. Tabrani)
Prinsip bagi hasil merupakan karakteristik umum dan landasan dasar operasional bank syariah secara keseluruhan. Secara syariah prinsip bagi hasil berdasarkan pada kaidah mudharabah. Berdasarkan prinsip ini bank syariah akan berfungsi sebagai mitra baik dengan penabung demikian juga dengan pengusaha yang meminjam dana. Dengan menabung, bank akan bertindak sebagai mudharib sementara penabung sebagai penyandang dana (shahibul mal).
Di sisi lain dengan pengusaha/ peminjam dana, bank islam akan akan bertindak sebagai shahibul mal yang berasal dari tabungan/deposito/giro maupun dana bank sendiri merupa modal pemegang saham. Sementara itu, pengusaha atau peminjam akan berfungsi sebagai pengelola, karena melakukan usaha dengan memutar dan mengelola dana bank.
Al-Musyarakah
Al-Musyarakah secara singkat namun jelas yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau keahlian dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
Prinsip Sewa Menyewa
Al-Ijarah
Al-ijarah adalah perjanjian pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang atau jasa dengan membayar sewa untuk jangka waktu tertentu tanpa diikuti pemindahan hak kepemilikan atas barang tersebut. Bank Indonesia mendefinisikan ijarah sebagai perjanjian sewa menyewa suatu baranag dalam kurun waktu tertentu melalui pembayarann sewa.
Al-Ijarah Al-Muntahiya Bit-tamlik
Ijarah Muntahiya Bit-tamlik adalah akad atau perjanjian yang merupakan kombinasi antara jual beli dan sewa menyewa suatu barang antara bank dengan nasabah di mana nasabah (penyewa) diberi hak untuk membeli obyek sewa pada akhir akad.
Prisip Pinjam Meminjam Berdasarkan Al-Qardh
Prinsip keempat dalam penyaluran dana Bank Syariah yaitu prinsip pinjam meminjam berdasarkan qardh. Bank Indonesia mendefinisikan Al-Qardh sebagai penyediaan dana atau tagihan antara Bank Syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau secara cicilan dalam jangka waktu tertentu. Dengan kata lain, qardh berarti meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.
Setelah mengetahui jenis-jenis pembiayaan pada bank Syariah maka selanjutnya akan dibahas mengenai cara bank memperoleh pendapatan dari pembiayaan-pembiayaan yang dijalankan atau dilaksanakan.
Penetapan Harga dan Profit Margin
Harga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan memegang peranan penting dalam menetapkan profit margin pembiayaan Murabahah pada perbankan syari’ah. Karena Murabahah merupakan akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Sehingga tingkat margin keuntungan yang ditetapkan perusahaan akan berpengaruh pada harga sebuah produk yang ditawarkan kepada nasabah.
Metode-Metode Penentuan Harga Jual dan Profit Margin
Menurut Muhammad, ada beberapa metode penentuan profit margin yang dapat diterapkan dalam pembiayaan di bank syariah di antaranya:
Penerapan Mark-up Pricing untuk Pembiayaan Syariah
Jika bank syariah hendak menerapkan metode mark-up pricing, metode ini hanya tepat jika digunakan untuk pembiayaan yang sumber dananya dari Restricted Investment Account (RIA) atau Mudharabah Muqayyadah sebab akad mudharabah muqayyadah adalah akad di mana pemilik dana menuntut adanya kepastian hasil dari modal yang diinvestasikan.
Penerapan Target Return Pricing untuk Pembiayaan Syariah
Bank syariah beroperasi dengan tidak menggunakan bunga. Mekanisme operasional dalam memperoleh pendapatan dapat dihasilkan berdasarkan klasifikasi akad, yaitu akad yang menghasilkan keuntungan secara pasti, disebut natural certainty contract, dan akad yang menghasilkan keuntungan yang tidak pasti, disebut natural uncertainty contract.
Jika pembiayaan dilakukan dengan akad natural certainty contract, maka metode yang digunakan adalah required profit rate (rpr):
required profit rate (rpr) = n x v
Di mana n: tingkat keuntungan dalam transaksi tunai
v: jumlah transaksi dalam satu periode
Jika pembiayaan dilakukan dengan akad natural uncertainty contract, maka metode yang digunakan adalah expected profit rate (epr), epr diperoleh berdasarkan:
Tingkat keuntungan rata-rata pada industri sejenis
Pertumbuhan ekonomi
Dihitung dari nilai rpr yang berlaku di bank yang bersangkutan
Perhitungannya:
Nisbah bank=epr/(expected return bisnis yang dibiayai) X 100%
Actual return bank = nisbah bank + actual return bisnis
Penetapan Margin Keuntungan Bank Syariah
Bank syariah menerapkan margin keuntungan terhadap produk-produk pembiayaan yang berbasis Natural Certainty Contracts (NCC), yakni akad bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amount), maupun waktu (timing), seperti pembiayaan Murabahah , ijarah, salam dan istishna’. Referensi margin keuntungan pada bank syari’ah adalah margin keuntungan yang ditetapkan dalam rapat ALCO Bank Syari’ah.
Asset/ Liability Management Committee (ALCO). Organisasi dari fungsi ALCO di bank yang kecil dapat terdiri dari Direktur Utama dan beberapa manajer kunci yang aktif dalam keputusan-keputusan kredit, investasi dan pasar uang. Di dalam bank yang lebih besar, ALCO dapat terdiri dari para manajer pos-pos utama dari neraca, Direktur Utama, Kepala Bagian Keuangan dan Akunting, Kepala Divisi Kredit, Manajer Investasi, Kepala Bagian Deposit dan fungsi liabilitas, ekonom dan supervisi kebijakan kredit. Tanggung jawab ALCO biasanya meliputi pemberian arahan umum mengenai penguasaan dan pengalokasian dana-dana untuk memaksimumkan pendapatan, dan memastikan permintaan dan sumber dana.
Dengan demikian ALCO mempunyai akses kepada liabilitas dan strategi pricing atas pinjaman, membangun praktek penguasaan dana-dana dan pilihan untuk pengalokasian pinjaman, memantau spread, distribusi asset/ liabilitas, jangka waktu, bagaimana dealing dengan secondary reserve untuk kegiatan Pasar Uang, me-review variasi anggaran, dan yang paling penting adalah menyusun action plan berdasarkan sebab-sebab terjadinya variasi. Secara umum, tanggung jawab ALCO adalah mengelola posisi dan alokasi dana-dana bank agar tersedia likuiditas yang cukup, memaksimalkan profitabilitas dan meminimalkan resiko. Penetapan margin keuntungan pembiayaan berdasarkan rekomendasi, usul dan saran dari Tim ALCO Bank Syari’ah, dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut:
Direct Competitor’s Market Rate (DCMR)
Yang dimaksudkan dengan Direct Competitor’s Market Rate (DCMR) adalah tingkat margin keuntungan rata-rata perbankan syari’ah, atau tingkat margin keuntungan rata-rata beberapa bank syari’ah yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai kelompok competitor langsung, atau tingkat margin keuntungan bank syari’ah tertentu yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai Competitor langsung terdekat.
Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR)
Yang dimaksud dengan Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR) adalah tingkat suku bunga rata-rata perbankan konvensional, atau tingkat rata-rata suku bunga beberapa bank konvensional yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai kelompok competitor tidak langsung, atau tingkat rata-rata suku bunga bank konvensional tertentu yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai competitor tidak langsung yang terdekat.
Expected Competitive Return for Investors (ECRI)
Yang dimaksud Expected Competitive Return for Investors (ECRI) adalah target bagi hasil competitive yang diharapkan dapat diberikan kepada dana pihak ketiga.
Acquiring Cost
Yang dimaksud Acquiring Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
Overhead Cost
Yang dimaksud Overhead Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang tidak langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.
Overhead Cost=(Total biaya (di luar biaya dana))/(Total earningassets (total aktiva produktif)) X 100%
Penetapan Harga Jual Produk Pembiayaan Syariah
Setelah memperoleh referensi margin keuntungan, bank melakukan penetapan harga jual. Harga jual adalah penjumlahan harga beli/ harga pokok/ harga perolehan bank dan margin keuntungan.
Margin Keuntungan + Harga Beli Bank = Harga Jual
Perlu diketahui, bahwa harga jual produk pembiayaan Murabahah ini tidak fixed, tetapi bisa dinegosiasikan dengan debitur yaitu dengan melihat kemampuan dari debitur itu sendiri.
Penetapan Harga Jual Murabahah yang Efisien
Bank-bank syariah pada umumnya pada telah menggunakan Murabahah sebagai model pembiayaan yang utama. Praktik pada bank syariah Indonesia, portofolio pembiayaan Murabahah mencapai 70-80%. Kondisi demikian ini tidak hanya di Indonesia, namun juga terjadi pada bank-bank syariah, seperti di Malaysia dan Pakistan.
Dengan penetapan margin keuntungan Murabahah yang tinggi, secara tidak langsung akan dapat menyebabkan inflasi yang lebih besar daripada yang disebabkan oleh suku bunga. Oleh karena itu, perlu dicari format atau formula yang tepat, agar nilai penjualan dengan Murabahah tidak mengacu pada sikap mengantisipasi kenaikan suku bunga selama masa pembayaran cicilan. Karena, mengkaitkan margin keuntungan Murabahah dengan perbankan konvensional, baik di atasnya maupun dibawahnya, tetaplah bukan cara yang baik.
Sebaiknya, penetapan harga jual Murabahah dapat dilakukan dengan cara Rasulullah ketika berdagang. Dalam menentukan harga penjualan, Rasul secara transparan menjelaskan berapa harga belinya, berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk setiap komoditas dan berapa keuntungan wajar yang diingankan. Cara yang dilakukan oleh Rasulullah ini dapat dipakai sebagi salah satu metode bank syariah dalam menetukan harga jual produk Murabahah . Dengan demikian, secara matematis harga jual barang oleh bank kepada calon nasabah pembiayaan Murabahah dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Harga Jual Bank = Harga Beli Bank + Cost Recovery + Keuntungan
Cost Recovery=(Proyeksi Biaya Operasi)/(Target Volume Pembiayaan)
Margin dalam Persentase=(Cost Recovery+Keuntungan)/(Harga Beli Bank) X 100%
Setelah angka-angka tersebut didapat, barulah prosentase margin ini dibandingkan dengan suku bunga. Jadi, suku bunga hanya dijadikan benchmark. Agar pembiayaan Murabahah kompetitif, margin Murabahah tadi harus lebih kecil dari bunga pinjaman. Jika masih lebih besar, maka yang harus dimainkan adalah dengan memperkecil cost recovery dan keuntungan yang diharapkan.
Contoh kasus pembiayaan dengan akad jual beli mudarabah. Seorang nasabah bernama fulan mengajukan pembiayaan di Bank Syariah “ALAM AKHIRAT” untuk pembelian sepeda motor “honda supra”. Harga sepeda motor sebesar Rp 6.000.000, karena dengan sistem angsuran untuk pihak bank pembiayaan tersebut disepakati selama 12 bulan. Dengan demikian pembiayaan yang ditanggung oleh Pak Ahmad sebesar Rp 6.000.000 ditambah dengan margin keuntungan Rp 500.000 = Rp 6.500.000. Hitung angsuran setiap bulannya untuk pembiayaan Murabahah !
Jawab:
Modal Pinjaman = Rp 6.000.000
Margn Keuntungan = Rp 500.000
Waktu Penyelesaian Kredit = 12 bulan
Maka angsuran perbulan = Rp 6.000.000 + Rp 500.000 : 12 bulan
= Rp 541.666.67
Jadi, angsuran perbulannya adalah sebesar Rp 541.666,67 terdiri atas = angsuran modal sebesar Rp 500.000 dan angsuran margin keuntungan sebesar Rp 41.666,67.
Penetapan Nisbah Bagi Hasil
Sistem perekonomian islam merupakan masalah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha yang harus di tentukan pada awal yang terjadinya kontrak kerja sama (akad), yang di tentukan porsinya masing-masing pihak, misalnya 20:80 yang berarti bahwa atas hasil usaha yang di peroleh akan didistribusikan sebesar 20% bagi pemilik dana (shahibul maal) dan 80% bagi pengelola dana (mudharib).
Bank syariah berdasarkan pada prinsip profit sharing tidak membebankan bunga, melainkan mengajak partisipasi dalam bidang usaha yang di danai. Para deposan juga sama-sama mendapatkan bagian dari keuntungan bank sesuai dengan rasio yang telah di tetapkan sebelumnya. Dengan demikian ada kemitraan antara bank syariah dengan para deposan di satu pihak dan bank dan para nasabah investasi sebagai pengelola sumber dana para deposan dalam berbagai usaha produktif di pihak lain.
Sistem ini berbeda dengan konvensional yang pada intinya meminjam dana dengan membayar bunga pada satu sisi neraca dan memberi pinjaman dana dengan menarik bunga pada sisi lain. Kompleksitas perbankan islam tampak dari keragaman dan penamaan instrumen-instrumen yang di gunakan serta pemahaman dalil-dalil hukum islamnya.
Mekanisme lembaga keuangan syariah pada pendapatan bagi hasil ini berlaku untuk produk penyertaan atau bentuk bisnis korporasi (kerja sama). Pihak-pihak yang terlibat dalam kepentingan bisnis ini harus melakukan transparansi dan kemitraan secara baik dan ideal. Sebab semua pengeluaran dan pemasukan rutin yang berkaitan dengan bisnis penyertaan, bukan untuk kepentingan pribadi yang menjalankan proyek.
Prinsip bagi hasil (profit sering) merupakan karakteristik umum dan landasan operasional dan bank syariah secara keseluruhan secara prinsip dalam perbankan syariah yang paling banyak di pakai adalah akad mudharabah dan musyarakah, sedangkan muzara’ah dan musaqah di pergunakan khusus untuk plantation financing atau pembiayaan oleh beberapa bank islam. Produk bank yang menggunakan prinsip bagi hasil adalah musyarakat dan mudharabah.
Kegiatan dalam mengelola dana dalam akad mudharabah terdapat dua jenis yang akan di tanggung resiko jika terjadi kerugian. Yaitu karena kelalaian pengelola dan kerugian karena bukan kelalaian pengelola.
Kerugian di sebabkan bukan kelalaian pengelola
Berdasarkan PSAK 105 paragraf 21, di sebutkan bahwa kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir bukan di akui sebagai kerugian dalam bentuk penyisihan kerugian investasi. Misalnya untuk bagi hasil bulan april, di laporkan pada tanggal 10 mei 20xb di laporkan bahwa PT. X mengalami kerugian Rp.40,- juta akibat berencana alam longsor yang mengenai pom bensin yang di kelola.
Penyisihan kerugian sebesar Rp.40,- juta tersebut menunjukkan bahwa bank syariah menanggung 100% kerugian tersebut. Implikasi dari adanya penyisihan kerugian tersebut adalah berkurangnya pengembalian modal investasi mudharabah yang di tanggung bank syariah.
Kerugian di sebabkan karena kelalaian pengelola
Berdasarkan PSAK 105 paragraf 23, di sebutkan bahwa kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah. Menurut PSAK 105 paragraf 18, kelalaian atas kesalahan pengelola dana antara lain di tunjukkan oleh:
Persyaratan di dalam akad tidak di penuhi
Tidak terdapat kondisi di luar kemampuan yang lazim dan atau yang telah di tentukan dalam akad
Hasil keputusan dari institusi yang berwenang.
Dalam praktik perbankan, kerugian yang terjadi pada nasabah yang lalai, sangat mungkin menyebabkan nasabah tidak mampu lagi melanjutkan usaha atau mengalami bangkrut. Dalam hal ini, bank syariah juga dapat mengikuti perlakuan kebijakan kolektabilitas bank syariah.
Kontrak Mudharabah adalah suatu kontrak yang dilakukan oleh minimal dua pihak. Tujuan utama kontrak ini adalah memperoleh investasi. Besar kecilnya investasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi dampak tersebut ada yang berdampak langsung dan yang berdampak tidak langsung:
Faktor langsung
Di antara faktor-faktor langsung (ditrect factors) yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah investment rate, jumlah dan yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (profit sharing ratio).
Investment rate merupakan persentase aktual dana yang di investasikan dari total dana. Jika bank menentukan investment rate sebasar 80 persen, hal ini berarti 20 persen dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.
Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan salah satu metode yaitu perhitungan rata-rata saldo minimum per bulan atau rata-rata total saldo seharian
Nisbah (profit sharing ratio), Salah satu ciri al-mudharabah adalah nisbah yang harus di tentukan dan di setujui pada awal perjanjian. Nisbah antara satu bank dengan bank yang lainnya dapat berbeda, nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu bank, misalnya deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan 12 bulan dan juga dapat berbeda antara satu account dengan account lainnya dengan besarnya dana dan jatuhnya tempo.
Faktor tidak langsung
Faktor tidak langsung yang mempengaruhi bagi hasil adalah Pertama, Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah. Kedua, Kebijakan akunting, Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.
Cara Menentukan Nisbah Bagi Hasil
Nisbah bagi hasil merupakan faktor penting dalam menentukan bagi hasil di bank syariah. Sebab aspek nisbah merupakan aspek yang disepakati bersama antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi. Untuk menentukan nisbah bagi hasil, perlu diperhatikan aspek-aspek: data usaha, kemampuan angsuran, hasil usaha yang dijalankan, nisbah pembiayaan dan distribusi pembagian hasil.
Kasus Perhitungan Nisbah Bagi Hasil
Contoh penentuan nisbah:
Jumlah pembiayaan Rp 200.000
Jangka waktu pembiayaan (T) 50 hari
Hasil yang diharapkan lembaga Rp 12.000
Total pengembalian Rp 200.000 + 12.000
Angsuran pokok per Hari Rp 200.000/50 = 4.000
Bagi Hasil Rp 12.000/50 = 240
Tabungan wajib (jika mungkin) Rp 500 per Hari (misal)
Kewajiban nasabah Per Hari Rp 4000 + 240 + 500 = 4.740
Pendapatan Aktual Rp 40.000
Hasil analisis usaha penjabatan bank:
Omset usaha perhari atau bulan Rp 100.000
Nisbah Pembiayaan
Nisbah Bagi Bank 4.740/100.000×100% = 4,74%
Nisbah Bagi Nasabah 100% - 4,74% = 95,26%
Distribusi Bagi Hasil 4,74% : 95,26%
Jika keuntungan per hari nasabah sebesar Rp 40.000, maka bagi hasil untuk :
Bank = 4,74 % x Rp 40.000 = Rp 1.896
Nasabah = 95,26 % x 40.000 = Rp 38.104
0 Response to "Resume Tentang Pengertian dan Jenis Pembiyaan"
Post a Comment