Resume Filsafat Umum
FILSAFAT UMUM
A. Pengertian filsafat
Kata falsafah berasal dari bahasa yunani kuno,yaitu dari kata philos dan shopia. Philos artinya cinta yang sangat mendalam, dan shopia artinya kearifan atau kebijakan. Jadi arti filsafat secara harfiah adalah cinta yang sangat mendalam terhadap kearifan atau kebijakan. Orang arab memindahkan kata yunani philosopia ke dalam bahasa mereka dengan menyesuaikan dengan tabiat susunan kata-kata arab, yaitu: falsafa dengan pola fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Dengan demikian kata benda dari kata kerja falsafah seharusnya menjadi falsafah atau filsaf.
Selanjutnya kata filsafat yang banyak terpakai dalam bahasa indonesia, menurut prof. Dr. Harun nasution bukan berasal dari kata arab falsafah dan bukan juga dari kata barat philosophy. Di sini dipertanyakan apakah fil diambil dari kata barat dan safah diambil dari kata arab, sehingga terjadi gabungan antara keduanya dan menimbulkan kata filsafat?
Dari pengertian secara etimologi prof. Dr. Harun nasution memberikan definisi filsafat sebagai berikut:
• Pengetahuan tentang hikmah,
• Pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar,
• Mencari kebenaran,
• Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas.
Dengan demikian ia berpendapat bahwa intisari dari filsafat ialah “berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya”[ ].
Sedangkan beberapa para ahli memberikan pengertian filsafat, antara lain.
Plato, mengatakan bahwa filsafat tidaklah lain daripada pengetahuan tentang segala yang ada.
Aristoteles, berpendapat bahwa kewajiban filsafat ialah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu yang umum sekali.
Kant, mengatakan bahwa filsafat adalah pokok dan pangkal segala pengetahuan dan pekerjaan.
Fichte, menyebut filsafat sebagai wissenschaftslehre: ilmu dari ilmu-ilmu, yakni ilmu yang umum, yang menjadi dasar segala ilmu
Al kindi, membagi filsafat itu dalam tiga lapangan yakni: ilmu fisika (al ilmu al thobiiyyat) merupakan tingkatan terendah, ilmu matematika (al ilmu al riyadi) tingkatan tengah, dan ilmu ketuhanan (al ilmu al rububiyyat) tingkatan tertinggi.
Al farobi, mengatakan bahwa filsafat ialah mengetahui semua yang ujud karena ia ujud(al ilmu bi al maujudat bima hiya maujudah). Dari sini ia membagi lapangan filsafat menjadi dua yaitu: filsafat teori dan filsafat praktek.
Ibnu sina, juga membagi filsafat dalam dua bagian, yaitu teori dan praktek, yang keduanya berhubungan dengan agama, di mana dasarnya terdapat dalam syari’at tuhan, yang penjelasan dan kelengkapannya diperoleh dengan tenaga akal manusia.
Pythagoras, orang yang mula-mula menggunakan kata filsafat memberikan definisi filsafat sebagai the love for wisdom (manusia pecinta kebijakan adalah manusia yang paling tinggi nilainya).
B. Tiga pilar utama filsafat
Butler (1957) mengemukakan beberapa persoalan yang dibahas dalam filsafat yaitu:
• Metafisika, membahas: teologi, kosmologi, dan antropologi.
• Epistemologi, membahas: hakikat pengetahuan, sumber pengetahuan dan metode pengetahuan.
• Aksiologi, membahas: etika dan estetika.
Metafisika/ontologi yang membahas hal-hal yang ingin diketahui, yang merupakan pengkajian teori tentang keberadaan (eksistensi ilmu); epistemologi yaitu teori tentang pengetahuan merupakan bagian, merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mencari cara atau metode untuk dapat menemukan kebenaran secara sah; dan aksiologi yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan nilai pengetahuan tersebut[ ]
1. Metafisika
Secara etimologi, metafisika berasal dari bahasa yunani kuno yang terdiri dari dua kata: meta dan fisika. Meta berarti sesudah, dibelakang atau melampaui, fisika berarti alam nyata. Meta fisika mempersoalkan tentang hakikat yang tersimpul di belakang dunia fenomena, membahas tentang keberadaan (being) eksistensi (exsistence).
2. Epistemologi
Istilah epistemologi juga berasal dari bahasa yunani kuno, dengan asal kata episteme yang berarti pengetahuan, dan logos yang berarti teori. Secara etimologi epistemologi berarti teori pengetahuan, cara memperoleh pengetahuan. Masalah yang dikaji adalah asal-usul pengetahuan, peran, akal, kebenaran, dan jenis-jenis pengetahuan.
3. Aksiologi
Secara etimologi aksiologi berasal dari bahasa Yunani kuno, terdiri dari kata aksios yang berarti nilai dan kata logos yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai “guna pengetahuan”
C. Manfaat dan cara mempelajari filsafat
1. Manfaat mempelajari filsafat
a) Menurut Socrates: menjadi filsuf, sebagai ikhtiar membeningkan cara pandang dimulai dengan pengakuan akan kekebalan, dikemukakan Socrates “saya tahu bahwa saya tidak tahu apa-apa”. Lewat kesadaran inilah kemudian kita berusaha untuk memahami kata-kata, memahami kembali peristiwa-peristiwa dan kebiasaan-kebiasaan yang sudah dianggap lazim.
b) Pengakuan akan “kekebalan” secara otomatis akan menggiring kita pada kesadaran cinta kearifan. Suatu kecintaan yang akan mengarahkan kita untuk tidak sekedar menjadi anak-anak yang terus bertanya dengan sedikit tanggung rasa jawab.
2. Cara mempelajari filsafat
a) Pada prinsipnya substansi filsafat adalah pada hasil pemikiran para filosof.
b) Obyek penelitian (obyek material) sangat luas “segala yang ada dan mungkin ada”, metode yang dipakai adalah:
• Metode sistematis: dengan epistemologi dan aksiologi
• Metode historis: pendekatan sejarah
• Metode kritis: mempelajari secara intensif.
D. Filsafat dan agama
1. Pengertian agama
Istilah agama, memiliki pengertian yang sama dengan istilah “religion” dalam bahasa Inggris bozman (Anshari, 1979) mengemukakan bahwa agama dalam arti luas merupakan satu penerimaan terhadap aturan-aturan dari satu kekuatan yang lebih tinggi, dengan jalan melakukan hubungan yang harmonis dengan realitas yang lebih agung dari dirinya sendiri, yang memerintahkan untuk mengadakan kebaktian, pengabdian, dan pelayanan yang setia.
Agama bertolak dari adanya satu kepercayaan terhadap sesuatu yang lebih berkuasa, lebih agung, lebih mulia dari manusia, dan dianggap sebagai pencipta manusia dari jagat raya ini. Agama berhubungan dengan masalah ketuhanan, Di mana manusia yang mempercayainya harus menyerahkan diri kepadanya, mengabdikan diri sepenuhnya, karena manusia mempercayai keabadiannya dalam hidup ini.
Randal dan Buchler (1942) mengemukakan bahwa ada dua bentuk agama, yaitu: 1) Religion identified with belief The supernatural (Agama diidentifikasikan dengan kepercayaan supernatural), dan 2) Religion identified with faith (Agama diidentifikasikan dengan kepercayaan atau keyakinan).
2. Ciri-ciri agama
Dalam agama sekurang-kurangnya terdapat empat ciri antara lain:
a) Adanya kepercayaan terhadap hal yang maha gaib, maha suci, maha agung, sebagai pecinta alam semesta.
b) Melakukan hubungan dengan yang di atas, dengan berbagai cara. Seperti sholat dan lain-lain.
c) Ada satu ajaran (doktrin) yang harus dijalankan oleh setiap penganutnya. Dalam islam doktrin itu terdiri dari tiga aspek yaitu: iman, islam dan ihsan.
d) Menurut pandangan islam, bahwa doktrin tersebut diturunkan oleh Arab tidak langsung pada manusia, melainkan melalui nabi-nabi dan rasulnya sebagai orang suci. Maka menurut pandangan islam, adanya rasul dan kitab suci merupakan syarat mutlak adanya agama.
3. Manfaat agama bagi manusia
Menurut Hocking (1946), agama merupakan obat dari kesulitan dan kekhawatiran yang dihadapi manusia, sekurang-kurangnya meringankan manusia dari kesulitan. Agama merupakan pernyataan pengharapan manusia dalam dunia yang besar (jagat raya), karena ada jalan hidup yang benar yang perlu ditemukan. Agama menjadi satu lembaga yang bersemangat untuk memperoleh kehidupan yang baik, dan merenungkannya sebagai satu tuntutan kosmis.
Agama dan filsafat adalah dua kekuatan yang mewarnai dunia. Barang siapa yang hendak memahami dunia, ia harus mempelajari kedua kekuatan itu.
E. Hakikat manusia
Berbicara mengenai apa manusia itu, ada 4 aliran yaitu aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme dan aliran eksistensialisme.
Aliran serba zat mengatakan bahwa yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau materi. Zat atau materi itulah hakikat dari sesuatu. Alam ini ada zat atau materi, dan manusia andalah unsur dari alam. Maka hakikat dari manusia itu adalah zat atau materi.
Aliran serba ruh berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini adalah ruh. Juga hakikat manusia adalah ruh, adapun zat itu adalah manifestasi daripada ruh di atas dunia ini.
Aliran dualisme mencoba untuk mengawinkan kedua aliran tersebut di atas. Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri dari dua substansi yaitu jasmani dan rohani. Kedua substansi ini masing-masing merupakan unsur asal yang adanya tidak bergantung satu sama lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh juga sebaliknya ruh tidak berasal badan. Hanya dalam pewujudannya, manusia itu serba dua, jasad dan ruh yang keduanya berintegrasi membentuk yang disebut manusia.
Aliran eksistensialisme mencari inti hakikat manusia yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Dengan demikian aliran ini memandang manusia tidak dari sudut serba zat atau serba ruh atau dualisme, tapi memandang dari segi eksistensi manusia itu sendiri, yaitu cara beradanya manusia itu sendiri.
Ada 8 hal yang dapat membentuk struktur pemikiran manusia:
a) Mengamati
b) Menyelidiki
c) Percaya
d) Hasrat e) Maksud
f) Mengatur
g) Menyesuaikan
h) Menikmati
1. Pengetahuan
Pengetahuan atau teori mengisyaratkan ciri-ciri tertentu dari kehidupan manusia yang membedakan daripada kehidupan binatang-binatang lainnya. Ciri dasarnya adalah manusia mampu mengubah lingkungannya, berkesinambungan dan secara sistematis, manusia telah mengubah wajah bumi sementara binatang lebih banyak mengikuti kehidupan hariannya dari satu abad ke abad yang lain dan tidak memiliki dampak tertentu.
Struktur pengetahuan yaitu penalaran:
a) Kemampuan menalar menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan, dan hidup berbekal pengetahuan,
b) Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang mudah dan mana yang jelek,
c) Secara terus menerus manusia harus memilih hal-hal di atas,
d) Dalam melakukan pilihan ini manusia berbekal pengetahuan,
e) Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh.
2. Pengetahuan menuju wujud
Menurut Ibn rusyd, sesuatu bisa bermaujud (muncul sebagai wujud) jika memenuhi empat syarat( ):
a) Adanya subjek yang paling dekat,
b) Sifatnya,
c) Adanya sebab-sebab pendorong atau penggerak,
d) Tidak adanya sebab-sebab yang menghalangi.
3. Pengetahuan menuju tuhan
Berdasarkan penafsirannya atas ayat-ayat al-qur’an, Ibn Rusyd kemudian menawarkan dua cara yang tepat untuk mencapai tuhan, dan cara ini bisa diikuti masyarakat awam maupun pelajar. Yang pertama bersifat teologis yang disebut dalil ikhtira’, yang kedua bersifat kosmologis yang disebut dalil ‘inayah. Dalil ikhtira’ menyatakan bahwa semesta yang rapi dan teratur ini tidak mungkin muncul dengan sendirinya tapi pasti ada yang menciptakan. Begitu seterusnya sampai pada pencipta terakhir yang tidak tercipta. Hal ini tidak berbeda dengan apa yang terjadi pada diri manusia, bahwa ia tidak bisa mengatur proses kehidupannya sendiri, dari lahir, dewasa, tua dan akhirnya mati. Artinya di sini ada kekuatan besar, sang maha pencipta, tuhan yang mengatur jalan hidup manusia dan segenap alam semesta.
Dalil inayah menyatakan bahwa tata kehidupan semesta ini, pergantian siang dan malam, adanya binatang dan tumbuhan, ternyata sesuai dengan kebutuhan dan kehidupan manusia. Ini tentu tidak terjadi secara kebetulan karena tidak terjadi hanya beberapa kali tapi secara konstan, sehingga pasti ada yang mengendalikan dan mengaturnya, ada yang merencanakan secara detail dan mewujudkannya demi kepentingan manusia.( )
Rerensi:
1. Dr. Hj. Siti Hidajatul Hidajah, M.Si, Filsafat Umum, Samarinda, 2012
2. Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alvabeta, cv, 2011
3. Harun Nasution Dr, Filsafat Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1973
4. Dra. Zuhairini, dik, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008
5. Drs. Elvinaro Ardianto, M.Si, Bambang Q-Anees, M.Ag, Filsafat Ilmu Komuniikasi, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007
6. A.Khudori Soleh, M.Ag, Wacana Baru Filsafat Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004
7. Ian Craib, Teori-teori Sosial Modern, Jakarta: Cv. Rajawali, 1986
A. Pengertian filsafat
Kata falsafah berasal dari bahasa yunani kuno,yaitu dari kata philos dan shopia. Philos artinya cinta yang sangat mendalam, dan shopia artinya kearifan atau kebijakan. Jadi arti filsafat secara harfiah adalah cinta yang sangat mendalam terhadap kearifan atau kebijakan. Orang arab memindahkan kata yunani philosopia ke dalam bahasa mereka dengan menyesuaikan dengan tabiat susunan kata-kata arab, yaitu: falsafa dengan pola fa’lala, fa’lalah dan fi’lal. Dengan demikian kata benda dari kata kerja falsafah seharusnya menjadi falsafah atau filsaf.
Selanjutnya kata filsafat yang banyak terpakai dalam bahasa indonesia, menurut prof. Dr. Harun nasution bukan berasal dari kata arab falsafah dan bukan juga dari kata barat philosophy. Di sini dipertanyakan apakah fil diambil dari kata barat dan safah diambil dari kata arab, sehingga terjadi gabungan antara keduanya dan menimbulkan kata filsafat?
Dari pengertian secara etimologi prof. Dr. Harun nasution memberikan definisi filsafat sebagai berikut:
• Pengetahuan tentang hikmah,
• Pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar,
• Mencari kebenaran,
• Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas.
Dengan demikian ia berpendapat bahwa intisari dari filsafat ialah “berfikir menurut tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalannya”[ ].
Sedangkan beberapa para ahli memberikan pengertian filsafat, antara lain.
Plato, mengatakan bahwa filsafat tidaklah lain daripada pengetahuan tentang segala yang ada.
Aristoteles, berpendapat bahwa kewajiban filsafat ialah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu yang umum sekali.
Kant, mengatakan bahwa filsafat adalah pokok dan pangkal segala pengetahuan dan pekerjaan.
Fichte, menyebut filsafat sebagai wissenschaftslehre: ilmu dari ilmu-ilmu, yakni ilmu yang umum, yang menjadi dasar segala ilmu
Al kindi, membagi filsafat itu dalam tiga lapangan yakni: ilmu fisika (al ilmu al thobiiyyat) merupakan tingkatan terendah, ilmu matematika (al ilmu al riyadi) tingkatan tengah, dan ilmu ketuhanan (al ilmu al rububiyyat) tingkatan tertinggi.
Al farobi, mengatakan bahwa filsafat ialah mengetahui semua yang ujud karena ia ujud(al ilmu bi al maujudat bima hiya maujudah). Dari sini ia membagi lapangan filsafat menjadi dua yaitu: filsafat teori dan filsafat praktek.
Ibnu sina, juga membagi filsafat dalam dua bagian, yaitu teori dan praktek, yang keduanya berhubungan dengan agama, di mana dasarnya terdapat dalam syari’at tuhan, yang penjelasan dan kelengkapannya diperoleh dengan tenaga akal manusia.
Pythagoras, orang yang mula-mula menggunakan kata filsafat memberikan definisi filsafat sebagai the love for wisdom (manusia pecinta kebijakan adalah manusia yang paling tinggi nilainya).
B. Tiga pilar utama filsafat
Butler (1957) mengemukakan beberapa persoalan yang dibahas dalam filsafat yaitu:
• Metafisika, membahas: teologi, kosmologi, dan antropologi.
• Epistemologi, membahas: hakikat pengetahuan, sumber pengetahuan dan metode pengetahuan.
• Aksiologi, membahas: etika dan estetika.
Metafisika/ontologi yang membahas hal-hal yang ingin diketahui, yang merupakan pengkajian teori tentang keberadaan (eksistensi ilmu); epistemologi yaitu teori tentang pengetahuan merupakan bagian, merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mencari cara atau metode untuk dapat menemukan kebenaran secara sah; dan aksiologi yang membahas hal-hal yang berhubungan dengan nilai pengetahuan tersebut[ ]
1. Metafisika
Secara etimologi, metafisika berasal dari bahasa yunani kuno yang terdiri dari dua kata: meta dan fisika. Meta berarti sesudah, dibelakang atau melampaui, fisika berarti alam nyata. Meta fisika mempersoalkan tentang hakikat yang tersimpul di belakang dunia fenomena, membahas tentang keberadaan (being) eksistensi (exsistence).
2. Epistemologi
Istilah epistemologi juga berasal dari bahasa yunani kuno, dengan asal kata episteme yang berarti pengetahuan, dan logos yang berarti teori. Secara etimologi epistemologi berarti teori pengetahuan, cara memperoleh pengetahuan. Masalah yang dikaji adalah asal-usul pengetahuan, peran, akal, kebenaran, dan jenis-jenis pengetahuan.
3. Aksiologi
Secara etimologi aksiologi berasal dari bahasa Yunani kuno, terdiri dari kata aksios yang berarti nilai dan kata logos yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai “guna pengetahuan”
C. Manfaat dan cara mempelajari filsafat
1. Manfaat mempelajari filsafat
a) Menurut Socrates: menjadi filsuf, sebagai ikhtiar membeningkan cara pandang dimulai dengan pengakuan akan kekebalan, dikemukakan Socrates “saya tahu bahwa saya tidak tahu apa-apa”. Lewat kesadaran inilah kemudian kita berusaha untuk memahami kata-kata, memahami kembali peristiwa-peristiwa dan kebiasaan-kebiasaan yang sudah dianggap lazim.
b) Pengakuan akan “kekebalan” secara otomatis akan menggiring kita pada kesadaran cinta kearifan. Suatu kecintaan yang akan mengarahkan kita untuk tidak sekedar menjadi anak-anak yang terus bertanya dengan sedikit tanggung rasa jawab.
2. Cara mempelajari filsafat
a) Pada prinsipnya substansi filsafat adalah pada hasil pemikiran para filosof.
b) Obyek penelitian (obyek material) sangat luas “segala yang ada dan mungkin ada”, metode yang dipakai adalah:
• Metode sistematis: dengan epistemologi dan aksiologi
• Metode historis: pendekatan sejarah
• Metode kritis: mempelajari secara intensif.
D. Filsafat dan agama
1. Pengertian agama
Istilah agama, memiliki pengertian yang sama dengan istilah “religion” dalam bahasa Inggris bozman (Anshari, 1979) mengemukakan bahwa agama dalam arti luas merupakan satu penerimaan terhadap aturan-aturan dari satu kekuatan yang lebih tinggi, dengan jalan melakukan hubungan yang harmonis dengan realitas yang lebih agung dari dirinya sendiri, yang memerintahkan untuk mengadakan kebaktian, pengabdian, dan pelayanan yang setia.
Agama bertolak dari adanya satu kepercayaan terhadap sesuatu yang lebih berkuasa, lebih agung, lebih mulia dari manusia, dan dianggap sebagai pencipta manusia dari jagat raya ini. Agama berhubungan dengan masalah ketuhanan, Di mana manusia yang mempercayainya harus menyerahkan diri kepadanya, mengabdikan diri sepenuhnya, karena manusia mempercayai keabadiannya dalam hidup ini.
Randal dan Buchler (1942) mengemukakan bahwa ada dua bentuk agama, yaitu: 1) Religion identified with belief The supernatural (Agama diidentifikasikan dengan kepercayaan supernatural), dan 2) Religion identified with faith (Agama diidentifikasikan dengan kepercayaan atau keyakinan).
2. Ciri-ciri agama
Dalam agama sekurang-kurangnya terdapat empat ciri antara lain:
a) Adanya kepercayaan terhadap hal yang maha gaib, maha suci, maha agung, sebagai pecinta alam semesta.
b) Melakukan hubungan dengan yang di atas, dengan berbagai cara. Seperti sholat dan lain-lain.
c) Ada satu ajaran (doktrin) yang harus dijalankan oleh setiap penganutnya. Dalam islam doktrin itu terdiri dari tiga aspek yaitu: iman, islam dan ihsan.
d) Menurut pandangan islam, bahwa doktrin tersebut diturunkan oleh Arab tidak langsung pada manusia, melainkan melalui nabi-nabi dan rasulnya sebagai orang suci. Maka menurut pandangan islam, adanya rasul dan kitab suci merupakan syarat mutlak adanya agama.
3. Manfaat agama bagi manusia
Menurut Hocking (1946), agama merupakan obat dari kesulitan dan kekhawatiran yang dihadapi manusia, sekurang-kurangnya meringankan manusia dari kesulitan. Agama merupakan pernyataan pengharapan manusia dalam dunia yang besar (jagat raya), karena ada jalan hidup yang benar yang perlu ditemukan. Agama menjadi satu lembaga yang bersemangat untuk memperoleh kehidupan yang baik, dan merenungkannya sebagai satu tuntutan kosmis.
Agama dan filsafat adalah dua kekuatan yang mewarnai dunia. Barang siapa yang hendak memahami dunia, ia harus mempelajari kedua kekuatan itu.
E. Hakikat manusia
Berbicara mengenai apa manusia itu, ada 4 aliran yaitu aliran serba zat, aliran serba ruh, aliran dualisme dan aliran eksistensialisme.
Aliran serba zat mengatakan bahwa yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau materi. Zat atau materi itulah hakikat dari sesuatu. Alam ini ada zat atau materi, dan manusia andalah unsur dari alam. Maka hakikat dari manusia itu adalah zat atau materi.
Aliran serba ruh berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini adalah ruh. Juga hakikat manusia adalah ruh, adapun zat itu adalah manifestasi daripada ruh di atas dunia ini.
Aliran dualisme mencoba untuk mengawinkan kedua aliran tersebut di atas. Aliran ini menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri dari dua substansi yaitu jasmani dan rohani. Kedua substansi ini masing-masing merupakan unsur asal yang adanya tidak bergantung satu sama lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh juga sebaliknya ruh tidak berasal badan. Hanya dalam pewujudannya, manusia itu serba dua, jasad dan ruh yang keduanya berintegrasi membentuk yang disebut manusia.
Aliran eksistensialisme mencari inti hakikat manusia yaitu apa yang menguasai manusia secara menyeluruh. Dengan demikian aliran ini memandang manusia tidak dari sudut serba zat atau serba ruh atau dualisme, tapi memandang dari segi eksistensi manusia itu sendiri, yaitu cara beradanya manusia itu sendiri.
Ada 8 hal yang dapat membentuk struktur pemikiran manusia:
a) Mengamati
b) Menyelidiki
c) Percaya
d) Hasrat e) Maksud
f) Mengatur
g) Menyesuaikan
h) Menikmati
1. Pengetahuan
Pengetahuan atau teori mengisyaratkan ciri-ciri tertentu dari kehidupan manusia yang membedakan daripada kehidupan binatang-binatang lainnya. Ciri dasarnya adalah manusia mampu mengubah lingkungannya, berkesinambungan dan secara sistematis, manusia telah mengubah wajah bumi sementara binatang lebih banyak mengikuti kehidupan hariannya dari satu abad ke abad yang lain dan tidak memiliki dampak tertentu.
Struktur pengetahuan yaitu penalaran:
a) Kemampuan menalar menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuan, dan hidup berbekal pengetahuan,
b) Dia mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang mudah dan mana yang jelek,
c) Secara terus menerus manusia harus memilih hal-hal di atas,
d) Dalam melakukan pilihan ini manusia berbekal pengetahuan,
e) Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh.
2. Pengetahuan menuju wujud
Menurut Ibn rusyd, sesuatu bisa bermaujud (muncul sebagai wujud) jika memenuhi empat syarat( ):
a) Adanya subjek yang paling dekat,
b) Sifatnya,
c) Adanya sebab-sebab pendorong atau penggerak,
d) Tidak adanya sebab-sebab yang menghalangi.
3. Pengetahuan menuju tuhan
Berdasarkan penafsirannya atas ayat-ayat al-qur’an, Ibn Rusyd kemudian menawarkan dua cara yang tepat untuk mencapai tuhan, dan cara ini bisa diikuti masyarakat awam maupun pelajar. Yang pertama bersifat teologis yang disebut dalil ikhtira’, yang kedua bersifat kosmologis yang disebut dalil ‘inayah. Dalil ikhtira’ menyatakan bahwa semesta yang rapi dan teratur ini tidak mungkin muncul dengan sendirinya tapi pasti ada yang menciptakan. Begitu seterusnya sampai pada pencipta terakhir yang tidak tercipta. Hal ini tidak berbeda dengan apa yang terjadi pada diri manusia, bahwa ia tidak bisa mengatur proses kehidupannya sendiri, dari lahir, dewasa, tua dan akhirnya mati. Artinya di sini ada kekuatan besar, sang maha pencipta, tuhan yang mengatur jalan hidup manusia dan segenap alam semesta.
Dalil inayah menyatakan bahwa tata kehidupan semesta ini, pergantian siang dan malam, adanya binatang dan tumbuhan, ternyata sesuai dengan kebutuhan dan kehidupan manusia. Ini tentu tidak terjadi secara kebetulan karena tidak terjadi hanya beberapa kali tapi secara konstan, sehingga pasti ada yang mengendalikan dan mengaturnya, ada yang merencanakan secara detail dan mewujudkannya demi kepentingan manusia.( )
Rerensi:
1. Dr. Hj. Siti Hidajatul Hidajah, M.Si, Filsafat Umum, Samarinda, 2012
2. Drs. Uyoh Sadulloh, M.Pd, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alvabeta, cv, 2011
3. Harun Nasution Dr, Filsafat Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1973
4. Dra. Zuhairini, dik, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2008
5. Drs. Elvinaro Ardianto, M.Si, Bambang Q-Anees, M.Ag, Filsafat Ilmu Komuniikasi, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007
6. A.Khudori Soleh, M.Ag, Wacana Baru Filsafat Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004
7. Ian Craib, Teori-teori Sosial Modern, Jakarta: Cv. Rajawali, 1986
0 Response to "Resume Filsafat Umum"
Post a Comment