Makalah Sejarah Kepemimpinan Khulafaurrosidin
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sejarah
adalah suatu rujukan saat kita akan membangun masa depan. Namun, kadang orang
malas untuk melihat sejarah.Sehingga orang cenderung berjalan tanpa tujuan dan
mungkin mengulangi kesalahan yang pernah ada dimasa lalu. Disnilah sejarah
berfungsi sebagai cerminan bahwa dimasa silam telah terjadi sebuah kisah yang
patut kita pelajari untuk merancang masa depan.
Khulafa al-Rasyidun sebagai sahabat-sahabat yang
meneruskan perjuangan Nabi Muhammad kiranya pantas untuk dijadikan sebagai
rujukan saat kita akan melaksanakan sesuatu dimasa depan. Karena peristiwa yang
terjadi sungguh beragam. Dari mulai cara pengaangkatan sebagai khalifah, sistem
pemerintahan, pengelolaan
administrasi, hubungan sosial kemasyaratan dan lain sebagainya[1]
administrasi, hubungan sosial kemasyaratan dan lain sebagainya[1]
Dalam memahami sejarah kita dituntut untuk dapat
berpikir kritis.Sebab, sejarah bukanlah sebuah barang mati yang tidak dapat
dirubah. Akan
tetapi sejarah bisa saja dirubah kisahnya oleh sang penulis sejarah. Nalar
kritis kita dituntut untuk mampu membaca sejarah dan membandingkan dengan
pendapat lain. Saat kita sudah mampu untuk menyibak tabir sejarah dari berbagai
sumber, barulah kita dapat melakukan rekonstruksi sejarah.
Rekonstruksi
sejarah perlu dilakukan agar kita dapat memisahkan antara peradaban Arab dan
peradaban islam. Sebab, kita sering memakan mentah-mentah peradaban yang datang
dari Arab sebab semuanya dianggap sebagai peradaban islam. Kita perlu memandang
peradaban dari berbagai aspeknya. Langkah ini agar kita tidak hanya sekedar
”bangga” dan larut dalam historisisme yang seringkali ”menjebak” pemikiran
progressif kita.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.
Apa yang di maksud
dengan khulafaurrosidin ?
2.
Siapa para pemimpin khulafaurrosidin
?
3.
Bagaimanakah sejarah
kepemimpinan khulafaurrosidin ?
4.
Bagaiman
sistem politik dan pemerintahan khulafaurrosidin ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Khulafaurrosidin
Khulafaurrasyidin adalah pecahan dari kata Khulafa’
dan Al – Rasyidin, Kata Khulafa’ mengandung pengertian : cerdik, pandai
dan pengganti. Sedangkan kata, Al – Rasyidin mengandung pengertian :
Lurus Benar dan Mendapat petunjuk.
Pengertian Khulafaurrasyidin adalah “ Pengganti yang
cerdik dan benar serta para pemimpin pengganti Rasulullah dalam urusan
kehidupan kaum muslimin, yang sangat adil dan bijaksana, pandai dan cerdik, dan
dalam menjalankan tugasnyasenantiasa pada jalur yang benar serta senantiasa mendapatkan
hidayah dari Allah SWT.
1. KHALIFAH ABU BAKAR ASH- SHIDDIQ ( TAHUN 11 H- 13 H)
Kelahiran Abu Bakar Ash- Shiddiq
Abu Bakar Ash- Shidddiq ( nama lengkapnya Abu Bakar
Abdullah bin Abi Quhafah bin Utsman bin Amr bin Masud bin Taim bin Murrah bin
Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr At- Taimi Al- Quraisy). Dilahirkan pada
tahun 573 M. Ayahnya bernama Utsman ( Abu Kuhafah) bin Amir bin Amr bin Ka’ab
bin Sa’ad bin Lu’ay, berasal dari suku Quraisy, sedangkan ibunya bernama Ummu
Al- Khair Salmah binti Sahr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taym bin Murrah. Garis
keturunannya bertemu pada neneknya, yaitu Ka’ab bin Sa’ad.[2]
Abu Bakar merupakan orang yang pertama masuk Islam
ketika Islam mulai didakwakan.Pengorbanan Abu Bakar terhadap Islam tidak
diragukan lagi.Abu Bakar juga merupakan seorang yang jernih tabi’atnya,
persahabatan dan kepercayaannya yang kekal kepada kenabian Nabi Muhammad SAW
menjadi sebuah tanda bukti ketulusan hatinya.[3]
Ia juga pernah ditunjuk Rasul sebagai penggantinya
untuk mengimami shalat ketika nabi sakit. Nabi Muhammad SAW pun wafat tak lama
setelah kejadian tersebut.Karena tidak ada pesan mengenai siapa penggantinya
dikemudian hari, pada saat jenazah Nabi belum dimakamkan di antara umat Islam,
ada yang mengusulkan untuk cepat- cepat memikirkan pengganti Nabi.Itulah
perselisihan pertama terjadi pasca Nabi wafat.Perselisihan tersebut berlanjut
ke perselisihan kedua di Saqifa Bani Sa’idah[4]
, pada saat kaum Anshar menuntut diadakannya pemilihan khalifah.Sikap kaum
Anshar ini menunujukkan bahwa kaum Anshar lebih memiliki rasa kepedulian dalam
hal berpolitik dibandingkan dengan kaum Muhajirin.
Dalam pertemuan tersebut, sebelum kaum Muhajirin
datang, golongan Khajraz telah sepakat mencalonkan Salad bin Ubadah, sebagai
pengganti Rasul. Akan tetapi suku Aus belum menjawab atas pandangan
tersebut sehingga terjadilah perdebatan
antara mereka dan pada akhirnya Salad bin Ubadah yang
tidak menginginkan adanya perpecahan mengatakan bahwa ini merupakan awal dari
perpecahan. Melihat situasi yang memanas, Abu Ubaidah mengajak kaum Anshar agar
bersikap tenang dan toleran, kemudian Basyir bin Sa’ad Abi An Nu’man bin Basyir
berpidato dengan mengatakan agar tidak memperpanjang masalah ini. Keadaan yang
sudah tenang ini, Abu Bakar berpidato , “ Ini Umar dan Abu Ubaidah, siapa yang
kamu kehendaki di antara mereka berdua, maka bai’atlah.
Baik Umar maupun Abu Ubaidah merasa keberatan atas
ucapan Abu Bakar dengan mempertimbangkan berbagai alasan, diantaranya adalah
ditunjukinya Abu Bakar sebagai pengganti rasul dalam imam shalat dan ini
membuat Abu bakar lebih berhak menjadi pengganti Rasulullah SAW. Sebelum
keduanya membai’at Abu Bakar, Basyir bin Sa’ad mendahuluinya, kemudian Umar dan
Abu Ubaidah dan diikuti secara serentak oleh semua hadirin.
Peran dan Fungsi Abu Bakar
Sepak terjang pola pemerintahan Abu Bakar dapat
dipahami dari pidato Abu Bakar ketika ia diangkat menjadi khalifah. Secara
lengkap isi pidatonya sebagai berikut :
“ Wahai manusia,
sungguh aku telah memangku jabatan yang kamu percayakan, padahal aku bukan
orang yang terbaik di antara kamu. Apabila aku melaksanakan tugasku dengan
baik, bantulah aku, dan jika aku salah, luruskanlah aku.Kebenaran adalah suatu
kepearcayaan, dan kedustaan adalah suatu pengkhianatan.Orang yang lemah di
antara kamu adalah orang kuat bagiku sampai aku memenuhi hak- haknya, dan orang
kuat di antara kamu adalah lemah bagiku hingga aku mengambil haknya, Insya
Allah.Janganlah salah seorang dari kamu meninggalkan Jihad. Sesungguhnya kaum
yang tidak memenuhi panggilan jihad maka Allah akan menimpakan atas mereka
suatu kehinaan. Patuhlah
kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasulnya, jika aku tidak menaati Allah dan Rasul Nya,
sekali- kali janganlah kamu menaatiku. Dirikanlah shalat, semoga Allah
merahmati kamu.”[5]
Ucapan
pertama ketika dibai’at menunjukkan garis besar politik dan kebijaksanaan Abu
Bakar dalam pemerintahan antara lain :
Kebijaksanaan pengurusan terhadap agama
Pada awal pemerintahannya ia diuji dengan adanya
ancaman yang datang dari umat Islam sendiri yang menentang kepemimpinannya. Di
antara perbuatan makar tersebut ialah timbulnya orang- orang yang murtad,
orang- orang yang tidak mau membayar zakat, orang- orang yang mengaku menjadi
nabi, dan pemberontakan dari beberapa kabilah
Kebijaksanaan Kenegaraan
Diantara
kebijakan Abu Bakar dalam pemerintahan atau kenegaraan antara lain :
Bidang Eksekutif
Untuk pelaksanaan tugas- tugas eksekutif, Abu Bakar
melakukan pembagian kekuasaan di kalangan sahabat senior, Abu Bakar mengangkat
tiga orang sahabat yaitu : Ali , Usman dan Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris
Negara (Katib) yang berkedudukan di kota Madinah. Untuk memegang
keuangan Negara, Abu Bakar menunjuk Abu Ubaidah sebagai Bendahara. Sedangkan
untuk jabatan hakim agung diserahkan kepada ‘Umar ibn Al Khattab, sementara
dalam membantu khalifah memutuskan urusan- urusan kenegaraan, Abu Bakar juga
membentuk Majelis Syura yang terdiri dari ‘Umar, Usman, Ali, Abd al – Rahman
ibn ‘Awf, Mu’adz ibn Jabal, Ubay ibn Ka’b dan Zaid bin Tsabit. [6]
Pertahanan dan Keamanan
Dengan mengorganisasikan pasukan- pasukan yang ada
untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan.Pasukan itu
disebarkan untuk memelihara stabilitas di dalam maupun di luar negeri. Di
antara panglima yang ada ialah Khalid bin Walid, Musanna bin Harisah,, Amr bin
‘Ash, Zaid bin Sufyan dan lain- lain.
Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar bin Khattab
dan selama masa pemerintahan Abu Bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang
berarti untuk dipecahkan, hal inni karena kemampuan dan sifat Umar sendiri dan
masyarakat pada waktu itu dikenal ‘alim
Sosial ekonomi
Sebuah lembaga mirip
Bait Al Mal. Di dalamnya dikelola harta benda yang di dapat dari zakat,
infak, shadaqah, ghanimah dan lain- lain. Penggunaan harta tersebut digunakan
untuk gaji pegawai Negara dan untuk kesejahteraan umat sesuai dengan aturan
yang ada.
Pada masa Abu Bakar ini, bagi orang yang enggan enggan
dan membangkang dalam membayar dapat dihukum dengan denda, bhkan dapat
diperangi dan dibunuh.Hal ini dilakukan oleh Abu Bakar sepeninggal Rasulullah
SAW, karena banyak suku Arab yang tidak mau membayar zakat dan hanya mau
mengerjakan shalat. Abu Bakar pernah menyatakan, “ Demi Allah, Saya akan
memerangi siapapun yang membeda- bedakan zakat dan shalat “.[7]
Penyebaran Islam pada Masa Abu Bakar
Setelah pergolakan dalam negeri berhasil dipadamkan
(terutama memerangi orang- orang murtad), khalifah Abu Bakar menghadapi
kekuatan Persia dan Romawi yang selalu berkeinginan menghancurkan eksistensi
Islam. Untuk menghadapi Persia, Abu Bakar mengirim tentara Islam di bawah
pimpinan Khalid bin walid dan Mutsanna bin Haritsah dan berhasil merebut
beberapa daerah penting Irak dari kekuasaan Persia. Adapun untukl menghadapi
Romawi, Abu Bakar memilih empat panglima Islam terbaik yaitu, Amr bin al Ash di
front palestina, Yazid bin Abi Sufyan di front damaskus, Abu Ubaidah di front
Hims dan Syurahbil bin Hasanah di front Yordania. Empat pasukan ini kemudian dibantu oleh Khalid bin Walidyang
bertempur di front Siria [8]
Faktor Keberhasilan Khalifah Abu Bakar
Faktor keberhasilan Abu Bakar yang lain adalahb dalam
membangun pranata social di bidang politik dan pertahanan keamanan.
Keberhasilan tersebut tidak lepas dari sikap keterbukaannya, yaitu memberikan
hak dan kesempatan yang sama kepada tokoh- tokoh sahabat untuk ikut membicarakan
berbagai masalah sebelum mengambil keputusan melalui forum musyawarah sebagai
lembaga legislative.
Peradaban
Pada Masa Abu Bakar
Bentuk peradaban yang paling besar pada masa Khalifah Abu Bakar antara
lain :
a. Penghimpunan Al Quran, Abu Bakar memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit
untuk menghimpun Al- Quran dari pelepah kurma, kulit binatang, dan dari hapalan
kaum muslimin
b. Dalam bidang pranata social ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan social rakyat dengan cara mengelola zakat, infak dan sedekah yang
berasal dari kaum muslimin
2. KHALIFAH UMAR IBN AL- KHATTAB
Kelahiran
Umar Ibn Al- Khattab (TAHUN 13 H- 23 H)
Umar ibn Al- Khattab (583-644) yang memiliki nama lengkap Umar bin
Khattab bin Nufail bin Abd Al Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin Razail
bin ‘adi bin Ka’ab bin lu’ay adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar
Ash- Shiddiq. Dia adalah salah seorang sahabat terbesar sepanjang sejarah sesudah
Nabi Muhammad SAW.
Kebesarannya terletak pada keberhasilannya, baik sebagai negarawan yang
bijaksana, maupun sebagai Mujtahid yang ahli dalam membangun Negara
besar yang ditegakkan atas prinsip- prinsip keadilan, persamaan, dan
persaudaraan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Latar Belakang Kehidupan Umar ibn Al- Khattab
Umar ibn Al- Khattab dilahirkan di Mekkah dari keturunan suku Quraisy
yang terpandang dan terhormat.Ia lahir empat tahun sebelum terjadinya perang
Fijar dan tiga belas tahun lebih muda dari Nabi Muhammad SAW.
Sebelum masuk Islam, Umar termasuk di antara kaum Kafir Quraisy yang
paling ditakuti oleh orang- orang yang sudah masuk Islam. Setelah Umar masuk
islam, dia menjadi salah seorang yang gigih dan setia membela Islam.
Pengangkatan Umar ibn Al- Khattab Sebagai Khalfah
Abu Bakar sebelum meninggal pada tahun 634 M/ 13 H, menunjuk Umar ibn Al
Khattab sebagai penggantinya. Kendatipun hal ini merupakan perbuatan yang belum
pernah terjadi sebelumnya, tapi nampaknya ada beberapa factor dalam penunjukan
ini antara lain :
a. Kehawatiran peristiwa yang sangat menegangkan di Tsaqifah Bani Sa’idah
yang nyaris menyeret ke perpecahan.
b. Kaum Anshar dan kaum Muhajirin saling mengklaim sebagai golongan yang
berhak menjadi Khalifah
Penunjukan Abu Bakar terhadap Umar yang dilakukan disaat ia mendadak
sakit pada masa jabatannya merupakan suatu yang baru, tetapi harus dicatat
bahwa penunujukan itu dilakukan dalam bentuk rekomendasi atau saran yang
diserahkan pada persetujuan umat.
Abu Bakar
telah memanggil Abdur-Rahman bin Auf dan
ia menanyakan tentang Umar. "Dialah yang mempunyai pandangan terbaik, tetapi dia terlalu
keras," kata Abdur-Rahman." Setelah Abdur-Rahman keluar ia memanggil Usman bin
Affan dan ditanyanya tentang Umar. "Semoga Allah telah memberi pengetahuan
kepada saya tentang dia," kata Usman, "bahwa isi hatinya lebih baik
dari lahirnya.Tak ada orang yang seperti dja di kalangan kita." Setelah
itu Abu Bakr meminta pendapat Sa'id bin
Zaid dan . Beberapa orang sahabat Nabi ketika mendengar saran-saran Abu Bakar
mengenai pe-nunjukan Umar sebagai khalifah
Merasa
tidak cukup hanya bermusyawarah dengan orang-orang bijaksana di kalangan
Muslimin, terutama setelah ada pihak yang menentang, dari dalam kamar di
rumahnya itu Abu Bakr menjenguk kepada orang-orang yang ada di Masjid, dan
berkata kepada mereka: "Setujukah kalian dengan orang yang dicalonkan
menjadi pemimpin kalian? Saya sudah berijtihad menurut pendapat saya dan tidak
saya mengangkat seorang kerabat. Yang saya tunjuk menjadi pengganti adalah Umar
bin Khattab. Patuhi dan taatilah dia!" Mereka menjawab: "Kami patuh
dan taat." Ketika itu ia mengangkat tangan ke atas seraya berkata:
"Ya Allah, yang kuinginkan untuk mereka hanyalah yang ter-baik untuk
mereka .[10]
Setelah dilantik menjadi khalifah, ‘Umar berpidato di hadapan umat Islam
untuk menjelaskan visi politik dan arah kebijakan yang akan dilaksanakan dalam
memimpin kaum muslimin, dalam pidatonya berbunyi :
“Aku telah dipilih menjadi Khalifah.Kerendahhatian Abu Bakar sejalan
dengan jiwanya yang terbaik di antara kalian dan lebih kuat terhadap kalian
serta juga lebih mampu memikul urusan- urusan kamu yang penting. Aku diangkat
untuk menjadi Khalifah tidak sama dengan beliau. Seandainya aku tahu ada orang
yang lebih kuat untuk memikul jabatan ini dari padaku, maka aku lebih suka memilih
memberikan leherku untuk dipenggal daripada memikul jabatan ini.[11]
Ekspansi Islam Masa Pemerintahan Kahalifah Umar ibn
Al- Khattab
Selama sepuluh tahun pemerintahan Umar (13 H/ 634 M- 23 H/ 644 M ),
sebagian besar ditandai oleh penaklukan- penaklukan untuk melebarkan Islam ke
luar Arab. Sejarah mencatat, Umar telah berhasil membebaskan negeri- negeri
jajahan Imperium Romawi dan Persia yang dimulai dari awal pemerintahannya,
bahkan sejak pemerintahan sebelumnya.Segala tindakan yang dilakukan untuk
menghadapi dua kekuatan itu jelas bukan hanya menyangkut kepentingan keagamaan
saja, namun juga untuk kepentingan politik.
Faktor- faktor yang melatarbelakangi timbulnya konflik antara umat Islam
dengan Romawi dan Persia antara lain :
a. Bangsa Romawi dan Persia tidak menaruh hormat terhadap maksud baik Islam
b. Semenjak Islam masih lemah, Romawi dan Persia selalu berusaha
menghancurkan Islam
c. Bangsa Romawi dan Persia sebagai Negara yang subur dan terkenal dengan
kemakmurannya, tidak berkenan menjalin hubungan perdagangan dengan negeri-
negeri Arab.
d. Bangsa Romawi dan Persia bersikap ceroboh menghasut suku- suku Badui
untuk menentang Islam.
e.
Letak
geografis kekuasaan Romawi dan Persia sangat strategis untuk kepentingan
keamanan dan pertahanan islam.
Umar ibn Khattab : Madinah Sebagai Negara Adikuasa
Semenjak penaklukan Persia dan romawi , pemerintahan Islam menjadi
adikuasa dunia yang memiliki wilayah kekuasaan luas meliputi, semenanjung
Arabia, palestina, Siria, Irak, Persia, dan Mesir.
Umar ibn Al- Khattab yang dikenal sebagai negarawan, administrator
terampil dan pandai, dan seorang pembaharu membuat berbagai kebijakan mengenai
pengelolaan wilayah kekuasaan yang luas, ia menata struktur kekuasaan dan
administrasi pemerintahan Negara Madinah berdasarkan semangat Demokrasi.
Peradaban pada masa Khalifah Umar
Peradaban yang paling signifikan pada masa Umar, selain pola
administrative pemerintahan, peperangan, dan sebagainya adalah pedoman dalam
peradilan. Pemikiran Khalifah Umar bin Khattab khususnya dalam peradilan yang
masih berlaku samapai sekarang adalah sebagai berikut :[12]
a. Kedudukan lembaga peradilan ( wajib di tengah- tengah masyarakat )
b. Memahami kasus persoalan, baru memutuskannya
c.
Samakan
pandangan anda kepada kedua belah pihak, dan berlaku adill
d.
Kewajiban
pembuktian
e.
Lembaga
damai
f.
Penundaan
persidangan
g. Kebenaran dan keadilan adalah masalah universal
h.
Kewajiban
menggali hokum yang hidup dan melakukan penalaran logis.
i. Orang Islam haruslah berlaku
j. Larangan bersidang ketika emosional.
Khalifah Umar bin Khattab menjalankankan roda
pemeriintahannya selama lebih kurang 10 Tahun.
3. KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN ( TAHUN
23 H- 35 )
Kelahiran Utsman Bin Affan
Nama beliau
adalah Utsman bin
'Affan bin Abil 'Ash
bin Umayyah bin
Abdisy Syams bin
Abdi Manaf bin Qusyai
bin Kilab. Beliau
menisbatkan dirinya kepada bani
Umayyah, salah satu
kabilah Quraisy. Beliau
dilahirkan pada tahun 576 M di Mekah
enam tahun setelah tahun ga jah,
menurut pendapat yang
shahih. Beliau tumbuh diatas
akhlak yang mulia
dan perangai yang
baik. Beliau sangat pemalu,
bersih jiwa dan
suci lisannya, sangat sopan
santun, pendiam dan
tidak pernah menyakiti orang
lain. Beliau suka
ketenangan dan tidak suka
keramaian/kegaduhan, perselisihan,
teriakan keras. Dan beliau
rela mengorbankan nya wanya demi
untuk menjauhi hal-hal tersebut.
Dan karena kebaikan akhlak
dan mu'amalahnya, beliau dicintai oleh
Quraisy, hingga merekapun menjadikannya sebagai
perumpamaan. Dari sini Imam Asy-S
ya'bi mengatakan :
"Dahulu Utsman sangat dicintai oleh
orang-orang Quraisy, mereka menjadikannya sebagai
suri taudalan, mereka memuliakannya. Sampai-sampai
para ibu dari kalangan
orang-orang Arab, jika
menghibur anaknya, dia mengatakan
: Demi Allah yang Maha Penyayang, aku
mencintaimu seperti kecintaan Quraisy kepada Utsman . [13]
Ibu Khalifah Utsman bin Affan adalah Urwy bin Kuriz
bin Rabiah. Utsman bin Affan masuk Islam pada usia 30 tahun atas ajakan Abu
Bakar. Sesaat setelah masuk Islam, ia sempat mendapatkan siksaan dari pamannya,
Hakam bin Abil Ash. Ia dijuluki dzun nurain, karena menikahi dua putrid
Rasulullah SAW secara berurutan setelah
yang satu meninggal, yakni Ruqayyah dan Ummu Kalsum.
Pengangkatan Khalifah Usman bin Affan
Panitia pemilihan Khalifah, memilih Usman menjadi
Khalifah ketiga menggantikan Umar bin Khattab. Pemerintahan Usman bi Affan ini
berlangsung dari tahun 644 sampai 656 M. ketika Usman dipilih, Usman telah tua
( 70 tahun) dengan kepribadian yang agak lemah.
Dalam Pidato pelantikan (inaugural speech) dari
khalifah terpilih Utsman bin Affan ra, setelah beliau dibai’at adalah sebagai
berikut :
“ Amma ba’du, sesungguhnya, tugas ini telah dipikulkan
kepadaku dan aku telah menerimanya, dan sesungguhnya aku adalah muttabi’
(pengikut sunnah Rasulullah SAW) dan bukannya seorang mubtadi’ (seorang yang berbuat bid’ah). Ketahuilah
bahwa kalian berhak menuntut aku mengenai selain Kitab Allah dan Sunnah Nabi
Nya, yaitu mengikuti apa yang telah dilakukan oleh orang- orang sebelumku dalam
hal- hal yang kamu sekalian telah bersepakat dan telah kamu jadikan sebagai
kebiasaan, membuat kebiasaan baru yang layak bagi ahli kebajukan dalam hal- hal
yang belum kamu jadikan sebagai kebiasaan, dan mencegah diriku dari bertindak
atas kamu kecuali dalam hal- hal yang kamu sendiri telah menyebabkannya. “[14][13]
Kelemahan ini dipergunakan oleh orang- orang di
sekitarnya untk mengejar keuntungan pribadi, kemewahan dan kekayaan.Hal ini
dimanfaatkan terutama oleh keluarganya sendiri dari golongan Umayyah.Banyak
pangkat- pangkat tinggi dan jabatan- jabatn penting dikuasai oleh familinya.
Pelaksanaan pemerintahan seperti ini, dalam bahasa orang sekarang disebut
nepotisme (kecenderungan untuk mengutamakan atau menguntungkan sanak saudara
(keluarga sendiri ).
Visi dan Misi Khalifah Utsman bin Affan
Dalam pidato pelantikan Utsman bin Affan tergambar
bahwa beliau adalah sebagai seorang Sufi, dan citra pemerintahannya lebih
bercorak agama ketimbang corak politik, dalam pidato itu Usman mengingatkan
beberapa hal penting :[15][14]
a. Agar umat Islam selalu berbuat baik sebagai bekal ke hari akhira
b. Agar umat Islam tidak terpedaya dengan kemewahan dunia.
c. Agar umat Islam mau mengambil iktibar dari masa lalu, mengambil yang
baik dan menjauhkan yang buruk.
d.
Sebagai
Khalifah ia akan menjalankan perintah Al Quran dan Sunnah
e.
Ia
akan melakukan apa yang telah dilakukan pendahulunya
f.
Umat
Islam boleh mengkritiknya jika ia menyimpang dari ketetntuan hokum.
Penyebaran Islam pada Masa Khalifah Utsman Bin Affan
Pada masa pemerintahannya perluasan daerah Islam
diteruskan ke Barat sampai Maroko, ke timur menuju India dan ke Utara bergerak
ke arah konstantinopel.Pada umumnya perluasan wilayah Islam ini dilakukan
karena memenuhi kehendak jenderal- jenderalnya.
Namun pada saat Utsman bin Affan menjabat sebagai
Khalifah Utsman dituduh oleh sebahagian sahabat telah mengangkat familinya
untuk menduduki jabatan- jabatan istana. Pemberontakan dimulai di Mesir,
kemudian orang- orang yang sudah terbakar emosinya datang ke Madinah, tempat
tinggal Khalifah.Ia dikepung di rumahnya, karena menolak untuk menyerah maka ia
dibunuh oleh salah seorang pengacau, peristiwa itu terjadi pada tahun 656 H,
kemudian dipilihlah penggantinya yang akhirnya dipegang oleh Ali bin Abi
Thalib. [16][15]
Peradaban pada masa Khalifah Utsman bin Affan
Di antara jasa- jasa Usman Bin Affan yang lain adalah
tindakannya untuk menyalin dan membuat Al- Quran standar, yang di dalam
kepustakaan disebut dengan kodifikasi al Quran.[17][16]
Standarisasi Al Quran perlu diadakan, karena pada masa
pemerintahannya wilayah Islam telah sangat luas dan didiami oleh berbagai suku
bangsa dengan berbagai bahasa dan dialek yang tidak sama. Karena itu, di
kalangan pemeluk agama Islam terjadi perbedaan ungkapan dan ucapan tentang ayat- ayat al quran yang
disebarkan melalui hafalan. Perbedaan cara mengucapkan itu menimbulkan
perbedaan arti. Berita tentang ini sampai pada Usman.Ia lalu membentuk Panitia
yang kembali dipimpin oleh Zaid bin Tsabit untuk menyalin naskah Al- Quran yang
telah dihimpun di masa Khalifah Abu Bakar dahulu, disimpan oleh Hafsah, janda
Nabi Muhammad SAW. Panitia ini bekerja dengan satu disiplin tertentu, menyalin
naskah Al Quran ke dalam lima Mushaf (kumpulan lembaran- lembaran yang ditulis,
dan Al Quran itu sendiri disebut pula Mushaf ), untuk dijadikan standar dalam
penulisan dan bacaan Quran di wilayah kekuasaan Islam pada waktu itu. Semua
naskah yang dikirim ke ibukota Propinsi ( Makkah, Kairo, Damaskus, Baghdad) itu
disimpan dalam masjid. Satu naskah tinggal di Madinah untuk mengenang jasa
Usman, naskah yang disalin di masa pemerintahnnya itu disebut Mushaf Usmany
atau al- Imam karena ia menajadi standar bagi Quran yang lain. Kemudian disalin dan diberi tanda- tanda bacaan di
Mesir seperti yang kita lihat sekarang ini.[18][17]
Khalifah
Utsman bin Affan menjalankankan roda pemeriintahannya selama lebih kurang 12
Tahun.
4. KHALIFAH ALI BIN
ABI THALIB ( TAHUN 35 H- 40 H)
Kelahiran Khalifah Ali Bin Abi Thalib
Imam Ali r.a dilahirkan hari Jum'at, 13 bulan Rajab, 12 tahun sebelum
Nabi Muhammad s.a.w. mendapat risalah,
Sepanjang ingatan orang, inilah untuk pertama kali seorang wanita melahirkan
puteranya dalam Ka'bah. Kelahiran bayi ini hanya disaksikan oleh ayah bundanya
saja.Kejadian yang luar biasa ini, beritanya segera tersiar ke berbagai
penjuru.Berbondong- bondonglah mereka, terutama keluarga Bani Hasyim, datang ke
Ka'bah, guna menyaksikan bayi yang baru lahir.Di antara yang datang ialah Nabi
Muhammad s.a.w. Bayi ini saudara misan beliau sendiri.Beliau menggendong bayi
tersebut, kemudian bersama ayah-ibunya pulang ke rumah Abu Thalib.
Pemuka-pemuka Qureiys diundang mengunjungi pesta itu,
sebagai penghormatan atas kelahiran puteranya. Pada kesempatan itulah Abu
Thalib mengumumkan pemberian nama "Ali" kepada puteranya yang baru
lahir. "Ali" berarti "luhur". Sesungguhnya, sebelum
berlangsung pesta walimah, di mana Abu Thalib mengumumkan nama "Ali"
bagi puteranya yang keempat itu, Fatimah telah memberi nama
"Haidarah", yang berarti "Singa". Satu nama yang diambil
persamaannya dari nama Asad, nama datuknya dari pihak ibu, yang juga berarti
"Singa". Sementara orang
mengatakan, bahwa yang memberi nama "Haidarah" ialah orang-orang
Qureiys. Tetapi sejarah membuktikan, bahwa nama "Haidarah" itu sesungguhnya
pemberian ibunya sendiri.
Bukti sejarah ini dapat diketahui dari peristiwa
perang-tanding, seorang lawan seorang, antara Imam Ali r.a. melawan Marhaban.
Dalam perang-tanding itu Marhaban mengagul-agulkan diri engan bait syairnya:
"Aku inilah yang diberi nama Marhaban oleh ibuku!" Imam Ali r.a.
segera menukas dan melanjutkan bait syair itu dengan kata-katanya: "Aku
inilah yang diberi nama Haidarah oleh ibuku!" Hanya saja nama yang
diberikan ibunya menjadi tenggelam sesudah pengumuman ayahnya dalam pesta
walimah, yaitu "Ali". Ia lebih
terkenal dengan nama Ali bin Abi Thalib.
Ketika di bawah asuhan Rasul Allah s.a.w., Imam Ali
r.a. pernah diberi julukan "Abu Turab", yang artinya "Si
Tanah". Pemberian julukan itu erat kaitannya dengan peristiwa ditemuinya
Imam Ali r.a. di satu hari sedang tidur berbaring di atas tanah. Yang
menemuinya Nabi Muhammad s.a.w. sendiri.Beliau menghampirinya dan duduk dekat
kepalanya sambil mengusap-usap punggungnya guna membuang debu-tanah. Kemudian
Nabi Muhammad s.a.w. membangunkannya seraya berkata: "Duduklah, engkau hai
Abu Turab!" Nama Abu Turab ini
paling disukai oleh Imam Ali r.a. Ia sangat bangga bila dipanggil dengan nama
itu. [19][18]
Proses Pengangkatan Ali Bin abi Thalib
Menurut
penuturan Abu Mihnaf, sebagaimana tercantum dalam Syarh Nahjil Balaghah, jilid
IV, halaman 8, dikatakan, bahwa ketika itu kaum Muhajirin dan Anshar berkumpul
di masjid Rasul Allah s.a.w. Dengan harap-harap cemas mereka menunggu berita
tentang siapa yang akan menjadi Khalifah baru. Masjid yang menurut ukuran masa
itu sudah cukup besar, penuh sesak dibanjiri orang. Di antara tokoh-tokoh
muslimin yang menonjol tampak hadir Ammar bin Yasir, Abul Haitsam bin At
Thaihan, Malik bin 'Ijlan dan Abu Ayub bin Yazid. Mereka bulat berpendapat,
bahwa hanya Ali bin Abi Thalib r.a. lah tokoh yang paling mustahak
dibai'at. Diantara mereka yang paling
gigih berjuang agar Imam Ali r.a. dibai'at ialah Ammar bin Yasir. Dalam
mengutarakan usulnya, pertama-tama Ammar mengemukakan rasa syukur karena kaum
Muhajirin tidak terlibat dalam pembunuhan Khalifah Utsman r.a. Kepada kaum Anshar, Ammar menyatakan, jika
kaum Anshar hendak mengkesampingkan kepentingan mereka sendiri, maka yang
paling baik ialah membai'at Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah. Ali bin Abi
Thalib, kata Ammar, mempunyai keutamaan dan ia pun orang yang paling dini
memeluk Islam. Kepada kaum Muhajirin, Ammar mengatakan: kalian sudah mengenal
betul siapa Ali bin Abi Thalib. Oleh karena itu aku tak perlu menguraikan
kelebihan-kelebihannya lebih panjang lebar lagi. Kita tidak melihat ada orang
lain yang lebih tepat dan lebih baik untuk diserahi tugas itu! Usul Ammar secara spontan disambut hangat dan
didukung oleh yang hadir. Malahan kaum Muhajirin mengatakan: "Bagi kami, ia
memang satu-satunya orang yang paling afdhal!" Setelah tercapai kata
sepakat, semua yang hadir berdiri
serentak, kemudian berangkat bersama-sama ke rumah Imam Ali r.a.
Di depan rumahnya mereka beramai-ramai minta dan
mendesak agar Imam Ali r.a. keluar. Setelah Imam Ali r.a. keluar, semua orang
berteriak agar ia bersedia mengulurkan tangan
sebagai tanda persetujuan dibai'at menjadi Amirul Mukminin. Pada mulanya
Imam Ali r.a. menolak dibai'at sebagai Khalifah. Dengan terus terang ia
menyatakan : "Aku lebih baik menjadi wazir yang membantu daripada menjadi
seorang Amir yang berkuasa. Siapa pun yang kalian bai'at sebagai Khalifah, akan
kuterima dengan rela. Ingatlah, kita akan menghadapi banyak hal yang
menggoncangkan hati dan fikiran." Jawaban Imam Ali r.a. yang seperti itu
tak dapat diterima sebagai alasan oleh banyak kaum muslimin yang waktu itu
datang berkerumun di rumahnya. Mereka tetap mendesak atau setengah memaksa,
supaya Imam Ali r.a. bersedia dibai'at oleh mereka sebagai Khalifah. Dengan
mantap mereka menegaskan pendirian: "Tidak ada orang lain yang dapat
menegakkan pemerintahan dan hukum-hukum Islam selain anda. Kami khawatir
terhadap ummat Islam, jika kekhalifahan jatuh ketangan orang lain…"
Beberapa saat lamanya terjadi saling-tolak dan saling
tukar pendapat antara Imam Ali r.a. dengan mereka. Para sahabat Nabi Muhammad
s.a.w. dan para pemuka kaum Muhajirin dan Anshar mengemukakan alasannya
masing-masing tentang apa sebabnya mereka mempercayakan kepemimpinan tertinggi
kepada Imam Ali r.a. Betapapun kuat dan benarnya alasan yang mereka ajukan Imam
Ali r.a. tetap menyadari, jika ia menerima pembai'atan mereka pasti akan
menghadapi berbagai macam tantangan dan kesulitan gawat. Baru setelah Imam Ali
r.a. yakin benar, bahwa kaum muslimin memang sangat menginginkan pimpinannya,
dengan perasaaan berat ia menyatakan
kesediaannya untuk menerima pembai'atan mereka. Satu-satunya alasan yang
mendorong Imam Ali r.a. bersedia dibai'at, ialah demi kejayaan Islam, keutuhan
persatuan dan kepentingan kaum muslimin. Rasa tanggung jawabnya yang besar atas
terpeliharanya nilai-nilai peninggalan Rasul Allah s.a.w., membuatnya siap
menerima tanggung jawab berat di atas pundaknya. Sungguh pun demikian, ia tidak
pernah lengah, bahwa situasi yang ditinggalkan oleh Khalifah Utsman r.a.
benar-benar merupakan tantangan besar yang harus ditanggulangi.
Keputusan Imam Ali r.a. untuk bersedia dibai'at
sebagai Amirul Mukminin disambut dengan perasaan lega dan gembira oleh sebagian
besar kaum muslimin. Kepada mereka Imam Ali r.a. meminta supaya pembai'atan
dilakukan di masjid agar dapat disaksikan oleh umum. Kemudian Imam Ali r.a.
juga memperingatkan, jika sampai ada seorang saja yang menyatakan terus terang
tidak menyukai dirinya, maka ia tidak akan bersedia dibai'at. Mereka dapat
menyetujui permintaan Imam Ali r.a., lalu ramai-ramai pergi menuju masjid.
Setibanya di Masjid, ternyata orang pertama yang menyatakan bai'atnya ialah
Thalhah bin
Ubaidillah.
Menyaksikan kesigapan Thalhah itu, seorang bernama Qubaisah bin Dzuaib Al
Asadiy menanggapi: "Aku Khawatir, jangan-jangan pembai'atan Thalhah itu
tidak sempurna!" Ia mengucapkan tanggapannya itu karena tangan Thalhah
memang lumpuh sebelah. Orang lain membiarkan komentar itu lewat begitu saja.
Zubair bin Al-'Awwam segera mengikuti jejak Thalhah menyatakan bai'at kepada Imam
Ali r.a. Sesudah itu barulah kaum Muhajirin dan Anshar menyatakan bai'atnya
masing-masing. Yang tidak ikut menyatakan bai'at ialah Muhammad bin Maslamah,
Hasan bin Tsabit, Abdullah bin Salam, Abdullah bin Umar, Usamah bin Zaid, Saad
bin Abi Waqqash, dan Ka'ab bin Malik. Tata cara pembai'atan dilakukan menurut
prosedur sebagaimana yang lazim berlaku atas diri Khalifah-khalifah sebelumnya.
Sesuai dengan tradisi pada masa itu, sesaat setelah dibai'at
Amirul Mukminin Imam Ali r.a. menyampaikan amanatnya yang
pertama. Antara lain mengatakan:
"Sebenarnya aku ini
adalah seorang yang sama saja seperti kalian.Tidak ada perbedaan dengan kalian
dalam masalah hak dan kewajiban.Hendaknya kalian menyadari, bahwa ujian telah
datang dari Allah s.w.t. Berbagai cobaan dan fitnah telah datang mendekati kita
seperti datangnya malam yang gelap-gulita.Tidak ada seorang pun yang sanggup
mengelak dan menahan datangnya cobaan dan fitnah itu, kecuali mereka yang sabar
dan berpandangan jauh.Semoga Allah memberikan bantuan dan perlindungan."Hati-hatilah
kalian sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah s.w.t. kepada kalian,
dan berhentilah pada apa yang menjadi larangan-Nya. Dalam hal itu janganlah kalian bertindak
tergesa-gesa, sebelum
kalian menerima penjelasan yang akan kuberikan. "Ketahuilah bahwa Allah
s.w.t. di atas 'Arsy-Nya Maha Mengetahui, bahwa sebenarnya aku ini tidak merasa
senang dengan kedudukan yang kalian berikan kepadaku. Sebab aku pernah mendengar
sendiri Rasul Allah s.a.w. berkata: "Setiap waliy (penguasa atau pimpinan)
sesudahku, yang diserahi pimpinan atas kaum muslimin, pada hari kiyamat kelak
akan diberdirikan pada ujung jembatan dan para Malaikat akan membawa lembaran
riwayat hidupnya. Jika waliy itu seorang yang adil, Allah akan menyelamatkannya
karena keadilannya. Jika waliy itu seorang yang dzalim, jembatan itu akan
goncang, lemah dan kemudian lenyaplah kekuatannya. Akhirnya orang itu akan
jatuh ke dalam api neraka…" [20][19]
Peristiwa
tahkim Pada Masa Ali Bin Abi Thalib
Konflik politik antara Ali Bin Abi Thalib dengan Muawwiyah Ibn Abi
Sufyan diakhiri dengan Tahkim.Dari pihak Ali Ibn Abi Thalib diutus
seorang ulama yang terkenal sangat jujur dan tidak “ cerdik” dalam politik
yaitu Abu Musa Al Asyari. Sebaliknya dari pihak Muawiyah Ibn Abi Sufyan diutus
seorang yang sangat terkenal sangat “cerdik” dalam berpolitik yaitu Amr ibn
Ash.
Dalam tahkim tersebut, pihak Ali Ibn Abi Thalib dirugikan oleh pihak
Muawiyah Ibn Abi Sufyan karena kecerdikan Amr Ibn Ash yang dapat mengalahkan
Abu Musa Al Asyari. Pendukung Ali Ibn Abi Thalib, kemudian terpecah menjadi
dua, yaitu kelompok pertama adalah mereka yang secara terpaksa menghadapi hasil
Tahkim dan mereka tetap setia kepada Ali Ibn Abi Thalib, sedangkan kelompok
yang kedua adalah kelompok yang menolak hasil Tahkim dan kecewa terhadap
kepemimpinan Ali Ibn Abi Thalib yang kemudian melakukan gerakan perlawanan
terhadap semua pihak yang terlibat dalam Tahkim, termasuk Ali Ibn Abi Thalib. [21][20]
Khalifah Ali bin Abi Thalib menjalankankan roda
pemeriintahannya selama lebih kurang 5 Tahun.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Bentuk peradaban yang paling besar pada masa
Khalifah Abu Bakar antara lain : Penghimpunan Al Quran, mengelola zakat, infak
dan sedekah yang berasal dari kaum muslimin, sedangkan dalam Praktik
pemerintahan Khalifah Abu Bakar terpenting lainnya adalah mengenai suksesi
kepemimpinan atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk Umar bin Khattab untuk
menggantikannya.
2. Peradaban yang paling
signifikan pada masa Umar, selain pola administratif pemerintahan, peperangan,
dan sebagainya adalah pedoman dalam peradilan. Pemikiran Khalifah Umar bin
Khattab khususnya dalam peradilan yang masih berlaku sampai sekarang
3. Di antara jasa- jasa
Usman Bin Affan adalah tindakannya untuk menyalin dan membuat Al- Quran
standar, yang di dalam kepustakaan disebut dengan kodifikasi al
Quran
4. Yang
paling terkenal pada msa Ali ini adalah terjadinya Tahkim antara Ali Bin Abi Thalib dengan Muawwiyah Ibn Abi Sufyan .Dari pihak
Ali Ibn Abi Thalib diutus seorang ulama yang terkenal sangat jujur dan tidak “
cerdik” dalam politik yaitu Abu Musa Al Asyari. Sebaliknya dari pihak Muawiyah
Ibn Abi Sufyan diutus seorang yang sangat terkenal sangat “cerdik” dalam
berpolitik yaitu Amr ibn Ash.
Dalam tahkim tersebut,
pihak Ali Ibn Abi Thalib dirugikan oleh pihak Muawiyah Ibn Abi Sufyan karena
kecerdikan Amr Ibn Ash yang dapat mengalahkan Abu Musa Al Asyari. Pendukung Ali
Ibn Abi Thalib, kemudian terpecah menjadi dua, yaitu kelompok pertama adalah
mereka yang secara terpaksa menghadapi hasil Tahkim dan mereka tetap setia
kepada Ali Ibn Abi Thalib, sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok yang
menolak hasil Tahkim dan kecewa terhadap kepemimpinan Ali Ibn Abi Thalib yang
kemudian melakukan gerakan perlawanan terhadap semua pihak yang terlibat dalam
Tahkim, termasuk Ali Ibn Abi Thalib.
[1]Siti Maryam, dkk.2004 :
45
[2]
Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung : CV Pustaka
Setia, 2008 ), h. 67
[3] H.O.S. Tjokroaminoto, Islam dan Sosialisme,
(Jakarta : Tride, Cetakan I, 2003), h. 68
[4]Suatu
tempat yang biasa digunakan untuk berkumpul dan membahas masalah- masalah
umat.Pertemuan kali ini khusus diselenggarakan untuk menimbang siapa yang harus
memegang tumpuk pemerintahan di kalangan mereka setelah Rasulullah SAW
meninggal dunia.Ketika Sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar ibn Al Khattab dan
Abu ‘Ubaidah diberitahu akan hal ini, beliau segera menyatakan kesediaannya
berpartisipasi dalam pertemuan ini.
[6]
Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Konstekstualisasi Doktrin Politik Islam
, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2000), h. 51
[8]
Dedi Supriyadi, Op. cit. h. 71
[10] Muhammad Husain Haikal , Al-
Faruq ‘Umar, diterjemahkan oleh Ali Audah, Umar Bin Khattab (Bogor :
Pustaka Litera AntarNusa, cetakan ke- 3, 2002), h. 133- 135
[11]
Muhammad Iqbal, Op.cit. h. 55
[12]
Dedi Supriyadi, Op.cit. h. 82-83
[13] Abdurrahman At Tamimi, Utsman Bin
Affan Radiyallahu ‘Anhu Khalifah Yang Terzalimi, ( Maktabah Abu Salma Al
Atsari, 2008), h. 6
[14] Inu Kencana Syafi’ie, Ilmu Pemerintahan dan Al- Quran,
( Jakarta : PT Bumi Aksara, Cetakan I, 2004), h. 152-153
[15]
Dedi Supriyadi, Op. cit, h. 90-91
[16]
Habib Boulares, Islam Biang Ketakutan atau Tumpuan Harapan ?, ( Bandung
: Pustaka Hidayah, Cetakan I, 2003), h. 123
[17]Muhammad
Daud Ali, Hukum Islam (Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia, ( Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2006), h. 178-179
[18]ibid
[19] H.M.H. Al Hamid Al Husaini,
Sejarah Hidup Ali Bin Abi Thalib ra, (Jakarta : Lembaga Penyelidikan Islam,
1981), h. 6-7
[21] Dedi Supriyadi, Loc.cit
0 Response to "Makalah Sejarah Kepemimpinan Khulafaurrosidin"
Post a Comment