Makalah Tentang Pengertian, Dasar Hukum, dan Ketentuan al-Istihsan
1. Pengertian Istihsan
Secara etimologis istihsan berarti “memperhitungkan
sesuatu lebih baik”, atau “adanya sesuatu itu lebih baik”, atau mengikuti
sesuatu yang lebih baik”, atau mencari yang lebih baik untuk diikuti, karena
memang disuruh untuk itu”.
Menurut isitilah ulama ushul adalah beralihnya
pemikiran seorang mujtahid dari tuntutan kias yang nyata kepada kias yang samar
atau dari hukum umum kepada perkecualian karena ada kesalahan pemikiran yang
kemudian memenangkan perpindahan itu.
2. Dasar Hukum Istihsan
Ulama menjelaskan bahwa lafazh istihsan terdapat dalam
tiga dasar hukum, yaitu Alqur’an, As-Sunnah, dan ijmak
Dasar-dasar istihsan dalam Alqur’an adalah firman
Allah dalam surat Az-Zumar (39):18 danAl-A’raaf (7 ):145
18. Yang mendengarkan Perkataan lalu mengikuti apa
yang paling baik di antaranya[1]. mereka Itulah orang-orang yang telah diberi
Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal.
[1] Maksudnya ialah mereka yang mendengarkan
ajaran-ajaran Al Quran dan ajaran-ajaran yang lain, tetapi yang diikutinya
ialah ajaran-ajaran Al Quran karena ia adalah yang paling baik
145. …dan suruhlah kaummu berpegang kepada
(perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya…
Adapun di antara As-Sunnah yang dijadikan dasar adalah
sabda Nabi SAW.
Sesuatu yang menurut umat Islam baik, adalah baik
disisi Allah.
Di antara ulama yang menjadikan isithsan sebagai
hujjah menjadikan ijmak sebagai dasar.Salah satunya ialah lupa makan tidak
membatalkan puasa Ramadhan.
3. Kehujjahan Istihsan
Pada hakikatnya istihsan bukanlah sumber hukum yang
berdiri sendiri, ada bentuk istihsan yang diterima semua pihak dan untuk
selanjutnya mempunyai kekuatan dalam ijtihad yaitu istihsan yang diartikan
dengan “mengamalkan yang terkuat di antara dua dalil” sebagaimana dikemukakan
al-Syathibi atau dalam arti, “beralih dari qiyas kepada qiyas yang lebih kuat”,
menurut rumusan ibn Subki
Adapun Istihsan dalam arti beralih dari dalil kepada
adat kebiasaan, merupakan masalah yang controversial, yang dengan sendirinya
menjadi kurang kekuatannya sebagai dalil secara umum.Imam Syafi’I termasuk
ulama yang paling keras menolak istihsan dalam bentuk ini.
Kalangan ulama Zhahiriyah menolak penggunaan qiyas
secara prinsip, demikian pula ulama Syi’ah dan sebagian ulama kalam Mu’tazilah.
Karena mereka tidak menerima qiyas, maka dengan sendirinya mereka pun menolak
istihsan karena kedudukannya yang lebih rendah dari qiyas.
Menurut Syarkhisi, ulama yang menggunakan istihsan
adalah dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah, meskipun mereka
berbeda dalam memberikan istilah dan rincian macamnya.
0 Response to "Makalah Tentang Pengertian, Dasar Hukum, dan Ketentuan al-Istihsan"
Post a Comment