Resume Filosofis Kurikulum

FILOSOFIS TENTANG KURIKULUM
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu sistem pendidikan. Oleh karena itu, kurikulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua jenis dan tingkat pendidikan.
Tujuan pendidikan di suatu bangsa atau negara ditentukan oleh falsafah dan pandangan hidup bangsa atau negara tersebut. Berbedanya falsafah dan pandangan hidup suatu bangsa atau negara menyebabkan berbeda pula tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan tersebut dan sekaligus akan berpengaruh pada negara tersebut. Untuk itu, perubahan politik pemerintahan suatu negara secara signifikan ikut mempengaruhi pendidikan yang dilaksanakan dan berimbas pada pola kurikulum yang berlaku. Oleh karena itu, kurikulum senantiasa bersifat dinamis guna lebih menyesuaikan dengan berbagai perkembangan yang terjadi, tanpa harus terlepas dari filosofi asas Negara dan agama masyarakat.
Menurut Hasan Langgulung, paling tidak ada empat aspek utama yang menjadi ciri-ciri ideal sebuah kurikulum, yaitu
1.    Memuat tujuan pendidikan yang ingin dicapai
2.    Memuat sejumlah pengetahuan (knowledge) dan keterampilan yang memperkaya aktivitas-aktivitas dan pengalaman peserta didik, sesuai dengan perkembangan peserta didik dan dinamika masyarakat.
3.    Memuat metode, cara-cara mengajar dan bimbingan yang dapat diikuti peserta didik untuk mendorongnya ke arah yang dikehendaki dan tercapainya tujuan pendidikan yang dirumuskan.
4.    Memuat metode dan cara penilaian yang digunakan untuk mengukur dan menilai hasil proses pendidikan, baik aspek jasmani, akal, dan al-qalb.
Beranjak dari keempat aspek utama kurikulum tersebut di atas,maka jika dikaitkan dengan falsafah pendidikan yang dikembangkan oleh pendidikan Islam, tentu semua aspek tersebut menyatu dan terpadu dengan ajaran Islam itu sendiri. Tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh kurikulum dalam pendidikan Islam adalah sejalan dengan tujuan pendidikan yaitu membentuk akhlak yang mulai dalam kaitannya dengan tujuan penciptaan manusia yiatu mengabdi kepada Allah SWT dan menjadi khalifah fi al-ardh. Untuk mencapai tujuan akhir tersebut, pelaksanaan pendidikan tidak dapat dilakukan sekaligus melainkan harus melalui tahap-tahap tertentu yang setiap tahap harus menuju ke sasaran yang sama, yaitu tercapainya tujuan akhir pendidikan Islam.
A.  PENGERTIAN KURIKULUM
Perkataan kurikulum telah dikenal dalam dunia pendidikan dan merupakans istilah yang tidak asing lagi. Secara etimologis, kurikulum berasal dan bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang berarti tempat berpacu. Jadi, istilah kurikulum berasal dan dunia oleh raga pda zaman Romawi Kuno yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish.
Dalam bahasa Arab, kata kurikulurn bisa diungkapkan dengan manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan. Sedangkan arti "manhaj"/kurikulurn dalam pen¬didikan Islam sebagaimana yang terdapa!'- dalam kamus al-Tarbiyah adalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.
Definisi-definisi tentang kurikulum telah banyak dirumuskan oleh para ahli pendidikan. Di antaranya definsi yang dikemukakan oleh M Arifin yang memandang kurikulum sebagai "seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan pada proses kependidikan dalam suatu sistem institusional pendidikan". Nampaknya, pengertian ini masih terlalu sederhana dan lebih menitikberatkan pada materi pelajaran semata. Sementara Zakiah Daradjat memandang kurikulum sebagai "suatu program yang di¬rencanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu Pengertian kurikulum yang dirumuskan Zakiah Daradjat tersebut nampaknya lebih luas disbanding rumusan M. Arifin. Di sini, kurikulum tidak hanya dipandang dalam artian materi pelajaran, namun juga mencakup seluruh program pembelajaran dalam kegiatan pendidikan. Nampaknya definisi kedua mempunyai kesamaan pandangan dengan definisi yang dikemukakan oleh Addamardasyi Sarhan dan Munir Kamil yang disitir oleh al-Syaibany, bahwa kurikulum adalah "sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olah raga dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi peserta didiknya di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolong untuk berkembang secara menyeluruh dalam segala segi dan dapat mengantar¬kan adanya perubahan tingkah laku pada peserta didik sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditetapkan".
Dari defenisi di atas, terlihat bahwa konsep dasar kurikulum tidak hanya sebatas makna kata, akan tetapi juga hams menekankan pada aspek fungsinya yang ideal. Di antaranya adalah :
1.    Kurikulum sebagai program studi, yaitu seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari oleh anak didik di sekolah atau di instansi pendidikan lainnya.
2.    Kurikulum sebagai content, yaitu memuat sejumlah data atau informasi yang tertera dalam buku-buku teks atau informasi lainnya yang memungkinkan timbulnya proses pembelajaran.
3.    Kurikulum sebagai kegiatan berencana, yaitu memuat kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan diajarkan dan dengan cara bagaimana hal tersebut dapat diajarkan secara efektif dan efisien.
4.    Kurikulum sebagai hasil belajar, yaitu memuat seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu, tanpa menspesifikasikan cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil-hasil yang dimaksud. Dalam makna lain, memuat seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.
5.    Kurikulum sebagai reproduksi cultural, yaitu proses transformasi dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat agar dimiliki dan dipahami peserta didik sebagai bagian dari masyarakat tersebut.
6.    Kurikulum sebagai pengalaman belajar, yaitu keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah.
7.    Kurikulum sebagai produksi, yaitu seperangkat tugas yang harus dilakukan untuk mencapai basil yang ditetapkan terlebih dahulu.
Dari beberapa definisi di. atas, baik dilihat dari fungsi maupun tujuan, terlihat bahwa kurikulum dirumuskan sebagai sejumlah kegiatan yang mencakup berbagai rencana strategi belajar mengajar, pengaturan¬pengaturan program agar dapat diterapkan, dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam sistem pendidikan, eksistensi kurikulum merupakan salah satu komponen. Namun demikian, dalam kurikulum itu sendiri juga mempunyai beberapa komponen. Dalarn hal ini, Hasan Langgulung memandang bahwa paling tidak ada empat komponen utama dalam kurikulum, yaitu :
1.    Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh suatu jenjang pendidikan. Dengan lebih tegas lagi orang yang bagaimana yang ingin dibentuk dengan kurikulum tersebut.
2.    Pengetahuan (knowledge), informasi, data-data, aktifitas dan pengalaman dari mana dan bagaimana yang dimuat oleh suatu kurikulum. Dengan acuan ini akan dapat dirumuskan mata pelajaran mana yang dibutuhkan, mata pelajaran mana yang bisa digabungkan, dan mata pelajaran mana yang tidak diperlukan.
3.    Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh peserta didik-peserta didik untuk mengajar dan memotivasi peserta didik untuk membawa mereka ke arah yang dikehendaki kurikulum.
4.    Metode dan cara penilaian yang dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan hasil proses pendidikan yang direncanakan kurikulum tersebut.
B.  DASAR KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan sangat berperan dalam mengantarkan pada tujuan pendidikan yang diharapkan. Untuk itu, kurikulum merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk proses pembelajaran. Kesalahan dalam penyusunan kurikulum akan menyebabkan kegagalan suatu pendidikan dan pen¬zoliman terhadap peserta didik.
Herman H. Horne memberikan dasar bagi penyusunan kurikulum atas tiga macam, yaitu :
1.    Dasar Psikologis ; digunakan untuk memenuhi dan mengetahui kemampuan yang diperoleh dan kebutuhan peserta didik (the ability and needs of Dasar Sosiologis ; digunakan untuk mengetahui tuntutan masyarakat (the legitimate demands of society) terhadap pendidikan.
2.    Dasar Filosofis ; digunakan untuk mengetahui nilai yang akan dicapai (the kind of universe in which we live).")
Bila di analisa Iebih jauh, dasar kurikulum yang ditawarkan di atas belum lengkap untuk dijadikan dasar kurikulum pendidikan Islam. Sebab, dalam pendidikan Islam ada usaha-usaha untuk mentransfer dan menanamkan nilai-nilai agama (Ilahiah) sebagai titik central tujuan dan proses pendidikan Islam. Oleh karena itu, al-Syaibany memberikan kerangka dasar yang jelas tentang kurikulum Islam, yaitu :
1.    Dasar agama. Dasar ini hendaknya menjadi ruh dan target tertinggi dalam kurikulum. Dasar agama dalam kurikulum pendidikan Islam jelas harus didasarkan pada al-Qur'an, al-Sunnah dan sumber-sumber Yang bersifat furu' lainnya.
2.    Dasar Falsafah. Dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan pendidikan Islam secara filosofis, sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran, baik ditinjau dari segi ontologi, epistimologi maupun eksiologi.
2.    Dasar Psikologis. Dasar ini memberikan landasan dalam perumusan kurikulum yang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan psikis peserta didik, sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya, memperhatikan kecakapan pemikiran dan perbedaan perorangan antara satu peserta didik dengan lainnya.
3.    Dasar Sosial. Dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan Islam yang tercermin pada dasar sosial yang mengandung ciri-ciri masyarakat Islam dan kebudayaannya, baik dari segi pengetahuan, nilai-nilai ideal, cara berfikir dan adat kebiasaan, seni dan sebagainya. Sebab, tidak ada suatu masyarakat yang tidak berbudaya dan tidak ada suatu kebudayaan yang tidal berada pada masyarakat. Kaitannya dengan kurikulum pendidikan Islam sudah tentu kurikulum harus mengakar terhadap masyarakat dan perubahan dan perkembangannya.
Dasar-dasar utama di atas seyogyanya menjadi landasan dasar utama pendidikan Islam. Dengan berlandaskan kepada dasar-dasar tersebut, diharapkan kurikulum pendidikan Islam akan dapat mengantarkan
pendiciKan Islam pada tujuan yang ditiarapkan. Harapan ini tidak berlebihan kiranya, karena keempat dasar tersebut berpadu dan saling melengkapi satu sama lainnya, sehingga dasar ini merupakan syarat utama bagi penyusunan kurikulum pendidikan Islam.
C.  PRINSIP-PRINSIP KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Kurikulum pendidikan Islam, selain harus berlandaskan pada dasar¬dasar yang telah dikemukakan di alas, juga harus menganut prinsip¬prinsip yang akan mewarnai sebuah kurikulum. Untuk mencapai tujuan pendidikan Islam yang diharapkan, maka sudah barang tentu kurikulum yang diformulasikannyapun harus mengacu pada dasar pemikiran yang Islami, pandangan hidup tentang manusia (pandangan anthropologis), dan diarahkan pada tujuan pendidikan yang dilandasi oleh kaidah-kaidah Islami. Di samping itu, penyusunan kurikulum harus mampu meramalkan dinamika masyarakat ke depan. Dengan prinsip ini, kurikulum pendidikan akan dapat menjadikan institusi pendidikan sebagai "lokomotif dan memproduksi" budaya. Bila muatan kurikulum hanya mengacu pada budaya dan persoalan kemanudiaan yang lalu dan sedang terjadi, maka institusi pendidikan hanya akan menjadi "pengekor dan konsumen" budaya.
Menurut al-Syaibany, prinsip-prinsip yang hams menjadi acuan kurikulum pendidikan Islam, meliputi :
1.    Berorientasi pada Islam, termasuk ajaran dan nilai-nilainya. Untuk itu,m kurikulum yang dirumuskan, baik yang berkaitan falsafah, tujuan, kandungan, metode mengajar, maupun cara-cara perlakuan dan hubungan-hubungan yang berlaku dalam lembaga-lembaga pendidikan harus berdasarkan pada agama dan akhlak IslaM
2.    Prinsip menyeluruh (universal), yaitu muatan kurikulum hendaknya berlaku secara menyeluruh, tanpa terbatasi oleh sekat wilayah.
3.    Prinsip keseimbangan, yaitu muatan kurikulum hendaknya memuat ilmu dan aktivitas belajar secara berkesinambungan pada jenjang pendidikan yang ditawarkan. Upaya ini dilakukan untuk mengantisipasi agar tidak terjadi pengulangan yang akan membuat peserta didik jenuh dan kesimpangsiuran makna kebenaran yang membuat peserta didik bingung.
4.    Prinsip-priiisip interaksi antara kebutuhan pesertadidik, pendidik, dan masyarakat.
5.    Prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual antar peserta didik, baik perbedaan dari segi bakat, minat, kemampuan, kebutuhan dan sebagainya.
6.    Prinsip perkembangan dan perubahan sesuai dengan tuntutan yang ada dengan tidak mengabaikan nilai-nilai absolute (Ilahiah).
7.    Prinsip pertautan (integritas) antar mata pelajaran, pengalaman¬pengalaman, dan aktiviti yang terkandung dalam kurikulum dengan kebutuhan peserta didik dan kebutuhan masyarakat.
Untuk lebih melengkapi prinsip-prinsip di atas, ada baiknya dilihat prinsip-prinsip kurikulum yang ditawarkan oleh Zakiah Daradjat,") yaitu sebagai berikut :
1.    Prinsip relevansi dalam arti kesesuaian pendidikan dalam lingkungan hidup peserta didik, relevansi dengan kehidupan masa sekarang dan akan datang, relevansi dengan tuntutan pekerjaan.
2.    Prinsip efektifitas, baik efektifitas mengajar peserta didik, ataupun efektifitas belajar peserta didik
3.    Prinsip efisiensi, baik dalam segi waktu, tenaga, dan biaya
4.    Prinsip fleksibilitas. Artinya, ada semacam ruang gerak yang memberikan sedikit kebebasan dalam bertindak, baik yang berorientasi pada fleksibilitas pemilihan program pendidikan maupun dalam mengembangkan program pengajaran.
D.  KURIKULUM DAN TUJUAN PENDIDIKAN
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam pencapaian tujuan akhir pendidikan tidaklah dapat dilakukan sekaligus. Pencapaian tujuan dapat dilakukan secara bertahap dan setiap tahap harus menuju sasaran yang sama. Tahap-tahap yang dikembangkan dalam pendidikan urnum adalah berakhir pada tujuan nasional sebagai tujuan umum yang secara terbatas ditentukan pula oleh falsafah suatu negara.
Amerika yang menganut falsafah demokrasi berimbas pada formulasi tujuan pendidikan yang dikembangkannya, yaitu untuk menciptakan warga negara yang pragmatis. Di Rusia, melalui falsafahnya, mengarakan tujuan pendidikan sebagai upaya menciptakan warga nerara komunis. Demikian pula Negara lainnya.") Dari tujuan yang akan dicapai me¬rupakan paket yang akan disajikan pada peserta didik hanya terbatas pada disiplin ilmu yang berhubungan dengan kehidupan di dunia saja.
Selanjutnya, ada pula tujuan pendidikan diformulasi dengan berlandaskan keyakinan atas suatu kepercayaan dan agama. Misalnya, Calvinisme dan Shintoisme, Calvinisme dengan inti ajaran Protestan yang melahirkan tujuan pendidikan yang menekankan kerja keras dan berhemat cermat.19 Ajaran ini lahir dari pandangan Max Weber.
Adapun Shintoisme yang mempercayai Kaisar Jepang adalah keturunan dewa matahari (Amiterasu Omi Kami) telah melahirkan keyakinan dikalangan rakyatnya sebelum perang dunia II bahwa rakyat harus mengabdi kepada Kaisar seperti mengabdi kepada Amiterasu Omi Kami. Dalam kehidupan sehari-hari, pandangan ini berimplikasi pada kepatuhan kepada pemimpin dan rasa tanggungjawab yang besar sebagai inti ajaran Bosido yang mejadi falsafah hidup mereka. Terbetuknya warga negara yang pragmatis warga negara Comunist Marxist, warga negara yang mampu bekerja keras, hemat, cermat, dan warga negara yang berjiwa Basido, tentu tidak dengan serta merta (otomatis), melainkan melalui pendidikan dan latihan yang memakan waktu lama. Dengan kata lain, mereka hams melalui lembaga pendidikan yang di dalamnya termuat paket pengajaran (kurikulum) yang serasi dengan tujuan yang akan dicapai.
Dari tiga macam falsafah hidup di atas, menimbulkan tiga macam kurikulum yang dihasilkan pada satu negara (bangsa) dan tidak berlaku pada bangsa lain secara keseluruhan, kecuali jika bangsa tersebut memiliki falsafah hidup yang sama. Bila suatu bangsa memiliki perbedaan filosofis negara, akan tetapi memiliki konsep kurikulum pendidikan yang sama, akan berakibat hilangnya kepribadian bangsa tersebut. Sebab, dengan hanya menjiplak kepribadian bangsa lain akan menghilangkan kepribadian bangsa sendiri. Fenomena ini diistilahkan oleh Ismail Raji al¬Faraqi sebagai karikatur suatu negara (bangsa). Namun demikian, fenomena kasus seperti dimunculkan di atas hanya menimpa sebagian kecil negara di dunia dan hanya terjadi bangi bangsa yang tidak memiliki falsafah negara yang kuat.. Meskipun beberapa bangsa jajahan yang ketika masih dalam cengkeraman penjajah "terpaksa" mengikuti pola kurikulum perididikan tuannya secara menyeluruh, namun ketika merdeka, masing- masing negara mulai menata kembali bentuk pendidikannya sesuai dengan falsafah bangsa itu sendiri. Sebagai contoh, pada masa Indonesia dijajah kolonial Belanda, kurikulum pendidikannya disusun sesuai dengan kurikulum sesuai dengan kepentingan Belanda. Demikian pula tatkala Indonesia dijajah Jepang, kurikulum pada masa Belanda diubah dan sesuai dengan politik Jepang. Demikian pula pada waktu Indonesia merdeka, kurikulum pendidikan Jepang diubah sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia. Akan tetapi, ketika penjajahan Belanda dan Jepang, tidak semua kurikulum pendidikan Indonesia mau dipaksa mengikuti kurikulum pendidikan penjajah. Ada sebagian lembaga pendidikan yang berani memunculkan kepribadian dirinya melalui kurikulum yang bertentangan dengan keinginan penjajah. Di antaranya adalah kurikulum pendidikan yang dilaksanakan oleh lembaga pendidikan Taman Siswa, Muhammadiyah, INS, Madrasah-madrasah yang dibangun oleh umat Islam, dan sebagainya. Sesudah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, kesemua lembaga pendidikan yang ada di Indonesia secara sadar menyesuaikan kurikulum pendidikannya sesuai dengan falsafah Negara dan mengacu pada kurikulum pendidikan nasional.
Perubahan kadang-kadang bersifat mendasar. Bahkan dalam satu negara yang mengalami perubahan politik, tak jarang terjadi perubahan yang signifikan. Pada zaman orde lama yang berorientasi ke arah komunisme, pernah puia mengalami perabahan secara mertdasa.-. Feika itu, sekolah-sekolah dikembangkan indokrinasi komunisme secara terselubung lengkap dengan kurikulumnya dengan bingkai sistem Pendidikan Nasional yang disebut "Sistem Pendidikan Wardhana".11 Selanjutnya, pada zaman orde baru berorientasi ke arah Pancasilais. Mata pelajaran PMP dijadikan mata pelajaran wajib dalam setiap jenjang/ tingkatan pendidikan.
Ciri-ciri umum kurikulum pendidikan di atas memberikan pemahaman, bahwa pemakaian suatu kurikulum pendidikan bersifat terbatas oleh tempat, waktu, falsafah yang dianut, dan kebutuhan masyarakat. Selain itu, kurikulum hanya memberikan seperangkat paket¬untuk kehidupan manusia di dunia. Kurikulum seperti ini jelas tidak sesuai dengan hakekat manusia sebagai makhluk yang bertuhan, dimana peserta didik harus mempertanggungjawabkan segala perbuatannya di hadapan Allah.
E.  KERANGKA DASAR PENYUSUNAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Falsafah Pendidikan Islam berdasarkan al-Qur'an sebagai sumber utamanya dan otomotis menjadikan al-Qur'an sebagai sumber utama dalam penyusunan kurikulumnya. Muhammad Fadhil a]-jamili meng,emukakan bahwa, al-Qur'an al-Karim adalah kitab terbesar yang menjadi sumber filsafat pendidikan dan pengajaran bagi umat Islam. Sudah seharusnya kurikulum pendidikan Islam disusun sesuai dengan al-Qur'an al-Karim dan al-Hadis untuk melengkapinya. Di dalam al-Qur'an dan Hadis ditemukan kerangka dasar yang dapat dijadikan sebagai pedoman operasional dalam penyusunan kurikulum pendidikan Islam. Kerangka tersebut adalah : (1) tauhid dan (2) perintah membaca.
Banyak sinyal al-Qur'an tentang bentuk kurikulum pendidikan Islam. Di antaranya muatan materi yang mampu menyesuaikan perkembangan zaman, muatan filosofis materi mampu memprediksi apa yang akan terjadi, muatan materi sistematis, mudah dicerna dan dilaksanakan, muatannya menyentuh seluruh aspek kemanusiaan (jasmani, akal, dan al-qalb), dan lain sebagainya.

Sesuai dengan tuntutan al-Qur'an, inti kurikulum. (intra curiculer) pendidikan Islam adalah "tauhid" dan harus dimantapkan sebagai unsur pokok. Pemantapan kalimat tauhid hendaknya sudah dimulai semenjak bayi dilahirkan dengan memperdengarkan azan dan iqamah terhadap anak yang dilahirkan. Hal ini dapat dilihat hadis dari Husain bin Ali, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Barang siapa yang lahir anaknya, maka azankan ia pada telinga kanan anak, dan iqamatkan ia di telinga kiri anak dan anak tidak dimudharatkan oleh jin". (Hadis diriwayatkan dalam kitab Ibn al-Syumi).
Tauhid berarti penge-Esa-an Allah dengan tidak menyarikatkan-Nya dengan sesuatu yang lain. Dalam al-Qur'an Allah menyatakan tentang sifat tauhid tercermin dalam firman Allah Q.S. 112: 1-4. Dalam konteks ini, tauhid berarti manusia hams menyakini Allah sebagai satu-satunya Pencipta, Penguasa dan Pemberi baginya diawal dan diakhir usahanya. Tauhid dalam Islam adalah suatu istilah untuk menyatakan kemahaesaan Allah atas semua makhluk-Nya. Allah merupakan esensi dan inti dari ajaran Islam dan merupakan nilai dasar dari relitas kebenaran yang universal untuk semua tempat dan waktu dari sejarah kemakhlukan dan menjadi inti dari prinsip-prinsip dasar yang hams diikuti oleh manusia.' untuk itu, tak berlebihan bila Muhammad Fazlurrahman Anshar, memandang tauhid sebagai filsafat dan pandangan hidup umat Islam meliputi konsep ketauhidan Allah, ketauhidan alam semesta, ketauhidan dalam hubungan Allah dengan kosmos, ketauhidan kehidupan, ketauhidan natural dan supranatural, ketauhidan pengetahuan, ketauhidan iman dan ratio, ketauhidan kebenaran, ketauhidan agama, ketauhidan cinta dan hukum, ketauhidan umat, ketauhidan kepribadian manusia, ketauhidan kebebasan dan diterminisme, ketauhidan dalam term politik, ketauhidan dalam kehidupan sosial, ketauhidan negara dan agama, ketauhidan dalam dasar satu cita satu ideal .22)
Dan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan ketauhidan memungkin manusia mampu mewujudkan tata dunia kosmos yang harmonis, penuh tujuan, mengangkat persartiaan-persamaan jenis dan ras, serta persamaan dalam segala aktivitas dan kebebasan seluruh manusia di muka bumi (ummatan wahidah). Dengan demikian, tauhid merupakan prinsip utama dalam seluruh dimensi kehidupan mansuai baik dalam aspek hubungna vertikal antara manusia dengan Tuhan maupun aspek hubungan horizontal antara manusia sesamanya, dan antara manusia dengan alam sekitarnya. Tauhid yang seperti ini dapat menyusun  pergaulan manusia secara harmonis dengan sesamanya dalam rangka menyelamatkan manusia dari perikemanusiaan guna tercapainya kehidupan yang sejahtera dan bahagia dunia akhirat, termasuk di dalamnya pergaulan dalam proses pendidikan.

Kurikulum inti (Infra curiculer) selanjutnya adalah perintah "membaca" ayat-ayat Allah yang meliputi tiga macam ayat yaitu : (1) Ayat Allah yang berdasarkan wahyu ; (2) Ayat Allah yang ada pada diri manusia ; dan (3) Ayat Allah yang terdadat di alam semesta di luar diri manusia. Firman Allah SWT :

Artinya : "Bacalah! dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang mengajarkan (manusia) dengan perentaraan kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya". (QS.: 1-5)
Ditinjau dari segi kurikulum, sebenarnya Firman Allah SWT di atas merupakan pokok pendidikan yang mencakup seluruh ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia. Membaca selain melibatkan proses mental yang tinggi, pengenalan (cognition), ingatan (memory), pengamatan (perception), pengucapan (verbalization), pemikiran (reasoning), dan Jaya cipta (creativity)." Proses tersebut sekaligus merupakan bahan pendidikan dalam Islam. Selanjutnya, membaca merupakan alat sistem perhubungan (comunication system) yang menjadi syarat mutlak terwujudnya keterlanjutan suatu sistem sosial (social system). 15) Tidaklah berlebihan jika perkataan membaca yang dikembangkan dan wahyu pertama tersebut memiliki pengertian yang demikian lengkap sebagai sesuatu sivilisasi sebagaimana yang diungkapkan oleh Hasan Langgulung, bahwa 11 penggunaan bahasa sebagai gudang (storage) tempat menyimpan nilai-nilai budaya yang dipindahkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dari kontak ini dapat dilihat bagaimana ayat pertama al Qur'an merupakan suatu pertanda dan motivasi bangkitnya peradaban baru umat manusia. Bahkan, keseluruhan wahyu yang diturunkan oleh Allah berasal dari kata-kata "qaraa-yaqrau-qiraat" yang berarti bacaan atau yang dibaca. Untuk itu, tak berlebihan bila dikatan bahwa al-Qur'an merupakan sumber pemotivasi terjadinya perubahan tamaddun umat manusia yang menakjubkan sepanjang sejarah.
Jika dijabarkan secara cermat, kalimat ayat di atas pada dasarnya mencakup kerangka kurikulum pendidikan Islam yang ideal. Jabaran tersebut bias dilihat dari beberapa indikasi, yaitu:
1.    "Bacalah! Dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan". Tekanan yang dikandung dalam ayat ini adalah kemampuan membaca yang dihubungkan dengan nama Tuhan sebagai Pencipta. Hal ini erat hubungannya dengan ilmu nagli (perenial knowledge).
2.    "Dia menciptakan manusia dari segumpal darah". Ayat ini mendorong manusia untuk mengintrospeksi, menyelidiki tentang dirinya dimulai dari proses kejadikan dirinya. Manusia ditantang dan dirangsang untuk mengungkapkannya melalui imaginasi maupun pengalaman (acquired knowledge).
3.    "Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya". Motivasi yang terkandung dalam ayat ini adalah agar manusia terdorong untuk mengadakan eksplorasi terhadap alam sekitarnya dengan kemampuan membaca dan menulisnya.
4.    Dari perintah Allah pada manusia, yang tercermin dalam ayat di atas, kemudian dikembangkan dalam bentuk ilmu-ilmu yang berhubungan dengan wahyu Allah yang termuat dalam al-Qur'an. Selanjutnya, dikembangkan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan diri manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan serta berhubungan dengan alam sekitarnya. Hakekat membaca pada ayat Allah tersebut pada intinya adalah "tauhid". Disinilah letaknya kurikulum pendidikan Islam, sebab menurut Islam semua pengetahuan datang dari Tuhan, tetapi cara penyampaiannya ada yang langsung dari Tuhan, dan ada pula melalui pemikiran manusia serta pengalaman indra yang berbeda satu sama lain.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Resume Filosofis Kurikulum"

Post a Comment

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Artikel

Iklan Artikel Bawah