Resume Problematika Seputar Guru
A. Meningkatkan Kualitas Guru
Setiap kali kita berada pada masa akhir tahun ajaran sekolah
perhatian masyarakat akan tertuju kepada betapa rendahnya kualitas pendidikan
sekolah menengah yang ditunjukkan dengan rendahnya hasil nilai ebtanas murni (NEM).
Rendahnya skor di atas akan senantiasa dikaitkan dengan rendahnya mutu guru dan
rendahnya kualitas pendidikan guru. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
kualitas pendidikan sasaran sentral yang dibenahi adalah kualitas guru dan
kualitas pendidikan guru.
Berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas guru dan
pendidikan guru telah dilaksanakan dengan berbagai bentuk pembaharuan
pendidikan, misalnya diintroduksirnya proyek perintis sekolah pembangunan,
pengajaran dengan system modul, pendekatan pengajaran CBSA, tetapi mengapa
sampai detik ini usaha-usaha tersebut belum juga menunjukkan hasilnya?
B. Mengabaikan guru
Sudah banyak usaha-usaha yang dilaksanakan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya kualitas guru dan pendidikan guru
yang dilaksanakan oleh pemerintah. Namun patut disayangkan usaha-usaha untuk
meningkatkan kualitas guru dan pendidikan guru tersebut dilaksanakan berdasarkan
pandangan dari "luar kalangan guru ataupun luar pendidikan guru".
Terlalu banyak kebijaksanaan di bidang pendidikan yang bersifat teknis diambil
dengan sama sekali tidak mendengarkan suara guru. Pengambilan keputusan yang
menyangkut guru di atas seakan-akan melecehkan guru sebagai seseorang yang
memiliki "kepribadian".
Sebagai contoh yang masih hangat adalah diintroduksirnya
pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif dalam proses belajar mengajar. Keyakinan
para pengambil kebijaksanaan atas kehebatan CBSA telah mendorong dikeluarkannya
penetapan keharusan guru untuk menggunakan pendekatan tersebut dalam proses
belajar mengajar. Barangkali keyakinan ini tidak hanya bersifat teoritis,
tetapi juga berdasarkan hasil-hasil penelitian. Namun sayangnya penetitian-penelitian
yang menyangkut proses belajar mengajar di kelas selama ini lebih banyak
bersifat informatif sehingga jauh dari memadai dikarenakan penelitian tersebut
melihat pengajaran pandangan "luar guru".
Pengambil
kebijaksanaan di bidang pendidikan tidak pernah menghayati apa dan bagaimana
yang sesungguhnya terjadi di ruang-ruang kelas. Misalnya, dampak jumlah murid
yang besar, keberanian murid untuk menyampaikan gagasan rendah, motivasi lebih
terarah untuk belajar guna menghadapi tes daripada belajar untuk memahami
pelajaran yang disampaikan guru, target materi pelajaran yang begitu berat bagi
seorang guru, dan sebagainya. Kalau hal-hal tersebut mendapat perhatian niscaya
kebijaksanaan yang berkaitan dengan pendekatan pengajaran bisa lain,
paling tidak untuk sementara waktu.
Patut disimak
misalnya pertanyaan yang diajukan oleh guru-guru: "Mengapa kita tidak
dilatih saja bagaimana cara mengajar dengan ceramah yang paling tepat dan baik,
dari pada diharuskan mengajar dengan CBSA? Seharusnya sesudah bisa melaksanakan
pengajaran dengan metode ceramah yang benar baru kita belajar metode yang
lain".
Tersendat-sendatnya
pelaksanaan CBSA dewasa ini merupakan bukti bahwa setiap kebijaksanaan di
bidang pendidikan, apalagi pengajaran di kelas, yang meninggalkan pandangan
guru sebagai orang yang paling tahu keadaan kelas cenderung mengalami
kegagalan, sebab "pandangan guru" sangat diperlukan dalam setiap
usaha peningkatan kualitas hasil pendidikan.
C. Mentalitas dan vitalitas
Ada tiga
kegiatan penting yang diperlukan oleh guru untuk bisa meningkatkan kualitasnya
sehingga bisa terus menanjak pangkatnya sampai jenjang kepangkatan tertinggi.
1. para guru harus memperbanyak tukar
pikiran tentang hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman mengembangkan materi
pelajaran dan berinteraksi dengan peserta didik. Tukar pikiran tersebut bisa
dilaksanakan dalam perternuan guru sejenis di sanggar kerja guru, ataupun dalam
seminar-seminar yang berkaitan dengan hal itu. Kegiatan ilmiah ini hendaknya
selalu mengangkat topik pembicaraan yang bersifat aplikatif. Artinya, hasil
pertemuan bisa digunakan secara langsung untuk meningkatkan kualitas proses
belajar mengajar. Hanya perlu dicatat, dalam kegiatan ilmiah semacam itu
hendaknya faktor-faktor yang bersifat struktural administrative harus
disingkirkan jauh-jauh. Misalnya, tidak perlu yang memimpin pertemuan harus
kepala sekolah.
2.
Kedua, akan lebih baik kalau apa yang
dibicarakan dalam pertemuan-pertemuan ilmiah yang dihadiri para guru adalah
merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh para guru sendiri. Dengan
demikian guru harus melakukan penelitian. Untuk ini perlulah anggapan sementara
ini bahwa penelitian hanya dapat dilakukan oleh para akademisi yang bekerja di
perguruan tinggi atau oleh para peneliti di lembaga-lembaga penelitian harus
dibuang jauh-jauh. Justru sekarang ini perlu diyakini pada semua fihak bahwa
hasil-hasil penelitian-penelitian tentang apa yang terjadi di kelas dan di
sekolah yang dilakukan oleh para guru adalah sangat penting untuk meningkatkan
kualitas pendidikan. Sebab para gurulah yang nyata-nyata memahami dan
manghayati apa yang terjadi di sekolah, khususnya di kelas.
Masih terlalu
banyak masalah-masalah yang berkaitan dengan proses belajar mengajar di kelas
yang sampai saat ini belum terpecahkan dan perlu untuk dipecahkan. Misalnya,
langkah-langkah apa harus dilaksanakan untuk menghadapi murid yang malas atau
mempunyai jati diri yang rendah atau pemalu di kelas. Bagaimana mendorong
peserta didik agar mempunyai motivasi untuk membaca. Bagaimana cara
menanggulangi peserta didik yang senantiasa mengganggu temannya.
Masalah-masalah di atas jarang diteliti, kalaupun pernah diteliti maka
pendekatannya terlalu teoritis akademis sehingga tidak dapat diterapkan dalam
praktek proses belajar mengajar sesungguhnya.
3. guru harus membiasakan diri untuk
mengkomunikasikan hasil penelitian yang dilakukan, khususnya lewat media cetak.
Untuk itu tidak ada alternatif lain bagi guru meningkatkan kemampuan dalam
menulis laporan penelitian.
D. Peran PGRI
Sebagai suatu
organisasi professi guru yang memiliki anggota lebih dari dua juta, PGRI secara
moral mempunyai tanggung jawab untuk mendorong dan memberikan agar para guru
bisa melaksanakan tiga kegiatan di atas. PGRI bias memperbanyak
pertemuan-pertemuan ilmiah, menerbitkan pedoman-pedoman penelitian yang dapat
cepat dicerna guru, menerbitkan jurnal-jumal sebagai media komunikasi ilmiah
para anggota, dan melaksanakan lomba penelitian atau karya tulis yang lain. Untuk
itu, kiranya PGRI perlu lebih meningkatkan kualitas tubuhnya sendiri.
E. Standar Profesional Guru
Dalam usaha
peningkatan kualitas pendidikan disadari satu kebenaran fundamental, yakni
bahwa kunci keberhasilan mempersiapkan dan menciptakan guru-guru yang profesional,
yang memiliki kekuatan dan tanggung jawab yang baru untuk merencanakan
pendidikan di masa depan.
Dalam kaitan
mempersiapkan guru yang berkualitas dimasa depan, dunia pendidikan di Indonesia
dewasa ini dihadapkan pada persoalan bagaimana meningkatkan kualitas sekitar 2
juta guru yang sekarang ini sudah bertugas di ruang-ruang kelas.
F. Kualitas dan karir
Pada dasarnya
peningkatan kualitas diri seseorang harus menjadi tanggung jawab diri pribadi. Oleh
karenanya usaha peningkatan kualitas guru terletak pada diri guru sendiri.
Untuk itu diperlukan adanya kesadaran pada diri guru untuk senantiasa dan
secara terus menerus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan
guna peningkatan kualitas kerja sebagai pengajar profesional.
Kesadaran ini
akan timbul dan berkembang sejalan dengan kemungkinan pengembangan karir
mereka. Oleh karena itu pengembangan kualitas guru harus dikaitkan dengan
perkembangan karir guru sebagai pegawai, baik negeri maupun swasta. Gambaran
yang ideal adalah bahwa pendapatan dan karir, dalam hal ini jenjang jabatan dan
kepangkatan merupakan hasil dari peningkatan kualitas seseorang selaku guru.
Urutan proses
di atas menunjukkan bahwa jenjang kepangkatan dan jabatan yang tinggi hanya
bisa dicapai oleh guru yang memiliki kualitas profesional yang memadai. Sudah
barang tentu alur pikir tersebut didasarkan pada asumsi bahwa peningkatan
jenjang kepangkatan dan jabatan guru berjalan seiring dengan peningkatan
pendapatannya.
Proses dari
timbulnya kesadaran untuk meningkatkan kemampuan profesional di kalangan guru,
timbulnya kesempatan dan usaha, meningkatnya kualitas profesional sampai
tercapainya jenjang kepangkatan dan jabatan yang tinggi memerlukan iklim yang
memungkinkan berlangsungnya proses di atas. Iklim yang kondusif hanya akan
muncul apabila di kalangan guru timbul hubungan kesejawatan yang baik,
harmonis, dan obyektif. Hubungan tersebut bisa dimunculkan antara lain lewat
kegiatan profesional kesejawatan.
Dengan
demikian, untuk pembinaan dan peningkatan profesional guru perlu dikembangkan
kegiatan professional kesejawatan yang baik, harmonis, dan obyektif. Secara sistematis pengembangan
kesejawatan ini memerlukan:
1. wadah /kelembagaan
2. bentuk kegiatan,
3. mekanisme,
4. standard professional practice.
G. Standar Profesional Guru
Pada dasarnya
kelompok yang diuraikan di atas adalah merupakan wadah aktifitas profesional
untuk meningkatkan kemampuan profesional guru. Aktifitas yang dimaksudkan ini tidak bersifat searah,
melainkan bersifat multiarah. Artinya, aktifitas yang dilaksanakan bersifat
komprehensif dan total yang mencakup presentasi, observasi, penilaian, kritik,
tanggapan, saran, dan bimbingan.
Untuk menjamin bahwa kegiatan kelompok bisa berlangsung
dengan baik, sehingga dapat diujudkan hubungan timbal balik kesejawatan yang
obyektif bebas dari rasa rikuh, pekewuh dan sentimen perlu
dikembangkan suatu norma kriteria yang obyektif sebagai dasar untuk saling
memberikan penilaian terhadap karya dan penampilan sejawat.
Akan lebih baik
kalau norma dan kriteria ini harus dikembangkan oleh masing-masing kelompok
kesejawatan itu sendiri. Sudah barang tentu pengembangan norma dan kriteria
kesejawatan ini berdasarkan acuan kerangka teoritis dan praktis yang bisa
dikaji. Misalnya norma dan kriteria untuk menilai proses belajar mengajar yang
baik bisa dikembangkan berdasarkan "kerangka perilaku" guru yang
baik.
0 Response to "Resume Problematika Seputar Guru"
Post a Comment